Perjalanan Kasus Romahurmuziy: OTT di Surabaya, Bebas saat Corona

30 April 2020 7:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terpidana mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy  keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) K4, di Gedung KPK , Jakarta, Rabu (29/4/2020). Foto:  ANTARA FOTO/Reno Esnir
zoom-in-whitePerbesar
Terpidana mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) K4, di Gedung KPK , Jakarta, Rabu (29/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
ADVERTISEMENT
Hari Rabu (29/4) menjadi yang paling dinanti-nanti eks Ketua Umum PPP, Muhammad Romahurmuziy alias Romy. Di hari tersebut, Romy bebas dari Rutan KPK usai menjalani masa pidana selama 1 tahun.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, Romy divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Merasa tak terlibat kasus itu, Romy mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Alhasil upaya bandingnya dikabulkan dan hukumannya dipotong menjadi 1 tahun penjara.
Lalu bagaimana perjalanan kasus Romy dari pertama kali di-OTT hingga bebas saat pandemi corona?
Terpidana mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) K4, di Gedung KPK , Jakarta, Rabu (29/4). Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
KPK menangkap Romy di Hotel Bumi, Surabaya, pada Jumat, 15 Maret 2019. Penangkapan Romy saat itu menggemparkan jagat politik Indonesia, lantaran OTT itu hanya sebulan jelang Pilpres 2019.
Saat itu, Romy ditangkap bersama 5 orang lainnya. Mereka ialah Haris Hasanuddin selaku Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur, Muhammad Muafaq Wirahadi selaku Kepala Kantor Kemenag Gresik, Amin Nuryadin selaku asisten Romy, Abdul Wahab selaku calon anggota DPRD Kabupaten Gresik dari PPP, dan seorang sopir yang mengantar Muafiq dan Abdul Wahab ke hotel Bumi, Surabaya, Jawa Timur
ADVERTISEMENT
Romy bersama kelima orang tersebut kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif.
Romahurmuziy saat keluar dari Gedung KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Sehari setelah OTT, KPK menetapkan Romy sebagai tersangka bersama Haris dan Muafaq. Romy diduga menerima Rp 300 juta dari keduanya terkait pengisian jabatan di lingkungan Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur.
Romy diduga ikut memengaruhi seleksi jabatan di Kemenag. Adapun saat itu, jabatan Menag diisi Lukman Hakim Saifuddin yang merupakan politikus PPP.
Tulisan tangan milik Romahurmuziy. Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
Pada hari penetapan tersangka itu pula, Romy ditahan. Sesaat sebelum digiring ke mobil tahanan, Romy menyampaikan uneg-unegnya. Kala itu, Romy merasa dijebak. "Saya merasa dijebak," kata Romy saat itu.
Sidang pembacaan pledoi M Romahurmuziy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/1/2020). Foto: Aprilandika Hendra Pratama
ADVERTISEMENT
Selama hampir 6 bulan proses penyidikan, kasus Romy akhirnya disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 11 September 2019.
Dalam sidang perdana itu, Romy didakwa menerima suap Rp 416,4 juta. Suap itu terkait jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Jaksa penuntut umum KPK menyatakan, suap tersebut terkait 2 jabatan. Pertama jabatan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur, Romy didakwa menerima Rp 325 juta Haris.
Jabatan kedua ialah Kepala Kantor Kemenag Gresik, Romy diduga menerima Rp 91,4 juta dari Muafaq Wirahadi.
"Terdakwa mengetahui atau patut menduga uang tersebut diberikan karena terdakwa telah melakukan intervensi baik langsung maupun tidak langsung," ujar jaksa KPK.
Dalam sidang itu, Romy didakwa bersama Lukman Hakim. Namun tidak sebutkan Lukman menerima berapa. Dakwaan itu hanya menggambarkan peranan Lukman dalam proses pengangkatan Haris sebagai Kakanwil Kemenag Jatim.
Terdakwa kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama Romahurmuziy menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Setelah menjalani persidangan dengan pemeriksaan saksi-saksi selama hampir 4 bulan, kasus Romy tiba pada sidang tuntutan 6 Januari 2020.
Dalam sidang itu, jaksa KPK menuntut Romy agar dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.
Tak hanya itu, Romy juga dituntut membayar uang pengganti Rp Rp 46,4 juta atau diganti pidana 1 tahun penjara. Begitu pula dengan hak politik, jaksa KPK meminta Romy tidak bisa dipilih dalam jabatan publik 5 tahun setelah menjalani masa pidana.
Anggota Komisi XI DPR periode 2014-2019 itu dinilai terbukti menerima suap dari Haris dan Muafaq. Sehingga perbuatan Romy dianggap melanggar Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Terdakwa kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama Romahurmuziy menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 20 Januari, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvons Romy selama 2 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis hakim menilai Romy terbukti menerima suap.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata ketua majelis hakim, Fahzal Hendri, saat membacakan putusan.
Majelis hakim menilai Romy terbukti menerima Rp 250 juta dari Haris dan Rp 50 juta dari Muafaq. Sementara sisanya yakni Rp 46,4 juta, hakim menilai tak diterima Romy.
Uang tersebut, menurut hakim, dipakai sepupu Romy bernama Abdul Wahab saat bertarung sebagai caleg DPRD Kabupaten Gresik dari PPP. Sehingga majelis hakim tak membebani Romy dengan uang pengganti sebagaimana tuntutan jaksa KPK.
ADVERTISEMENT
Adapun uang Rp 25o juta yang diterima dari Haris, Romy sudah menyetorkannya kepada KPK melalui Norman Zen. Sementara Rp 50 juta sisanya merupakan bukti KPK ketika melakukan OTT.
Majelis hakim juga tidak mengabulkan permintaan jaksa KPK agar hak politik Romy dicabut 5 tahun usai menjalani pidana. Hakim menolak hukuman pencabutan hak politik Romy itu berdasarkan Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2019.
Dalam putusan itu, MK menyatakan eks napi korupsi yang ingin maju di Pilkada, harus menunggu 5 tahun setelah bebas.
"Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, majelis hakim sependapat tak perlu lagi menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik," ujar hakim Fahzal.
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuziy alias Romi, menjalani sidang dengan agenda tuntutan di Pengadilan Tipikor. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Seminggu setelah putusan, Romy menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi DKI.
ADVERTISEMENT
Pengacara Romy, Maqdir Ismail, menyatakan vonis tersebut belum memenuhi rasa keadilan. Sebab Romy seharusnya bebas dalam kasus itu.
"Bahwa untuk melindungi hak-hak klien kami terhadap upaya penzaliman lebih lanjut dengan berbajukan penegakan hukum, maka klien kami juga menyatakan banding dan telah kami daftarkan di PN Tipikor pada hari terakhir, hari ini," ujar Maqdir saat itu.
Terdakwa kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama Romahurmuziy usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Gayung bersambut, PT DKI mengabulkan banding Romy pada 20 April. Hukuman Romy dipotong menjadi 1 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Muchammad Romahurmuziy oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta," bunyi putusan banding.
ADVERTISEMENT
Semenara itu Maqdir menyatakan pihaknya cukup puas dengan putusan bandung itu. Meski menurutnya, Romy layak diputus bebas.
"Seharusnya Pengadilan Tinggi berani membebaskan Pak Romy, meskipun beliau sudah menjalani masa penahanan selama 1 tahun," kata Maqdir.
Mantan Ketua Umum PPP Muhammad Rommahurmuziy (tengah) keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) K4, di Gedung KPK , Jakarta, Rabu (29/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
Usai masa pidananya dipotong setahun, Romy akhirnya keluar dari Rutan KPK pada Rabu (29/4) malam.
Memang ia sedianya bebas pada 16 Maret 2020 karena ditahan sejak 16 Maret 2019.
Namun, Romy sempat dibantarkan 44 hari di rumah sakit. Selama pembantaran itu, masa penahanannya tak dihitung. Sehingga ia baru bebas pada Rabu malam.
Saat keluar Rutan KPK, Romy terlihat semringah. Ia bersyukur majelis hakim tingkat banding memotong hukumannya. Meski, ia merasa seharusnya dinyatakan tak bersalah. Ia pun menilai kebebasannya sebagai berkah Ramadhan.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah meskipun kami belum puas dengan putusan yang ada di Pengadilan Tinggi karena belum sesuai dengan fakta-fakta hukum yang memang mengemuka selama persidangan, tetapi ini adalah berkah bulan Ramadhan," ujar Romy saat bebas dari Rutan KPK, Jakarta.
Usai bebas, Romy langsung kembali ke rumahnya. Ia tak sabar bertemu keluarganya.
"Bagi saya yang patut saya syukuri adalah saya kembali bersama dengan keluarga," ucapnya.
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Meski Romy bebas, kasusnya masih belum berkekuatan hukum tetap (inkrah). Sebab KPK menyatakan kasasi atas vonis 1 tahun itu.
Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, menyebut jaksa sudah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada 27 April 2020.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa alasan yang mendasari KPK mengajukan kasasi. Salah satunya PT DKI dinilai tak menerapkan hukum sebagaimana mestinya saat memotong hukuman Romy dari 2 tahun menjadi 1 tahun penjara.
"Hal itu terlihat dalam pertimbangan Majelis Banding terkait adanya penerimaan sejumlah uang oleh Terdakwa tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Terdakwa padahal jelas-jelas uang tersebut telah berpindah tangan dan beralih dalam penguasaan Terdakwa," ungkap Ali.
Bahkan, PT DKI tidak mengabulkan pidana tambahan pencabutan hak politik sebagaimana yang diajukan KPK. Menurut Ali, PT DKI tak memberikan penjelasan mengapa hal tersebut tidak dikabulkan.
Pemotongan masa hukuman Romy pun dinilai tidak dijelaskan dengan cukup. "Majelis Hakim Tingkat Banding tidak memberikan pertimbangan yang cukup terkait penjatuhan pidana kepada Terdakwa yang terlalu rendah," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Melalui upaya kasasi tersebut, KPK berharap MA mengabulkan tuntutan selama 4 tahun penjara bagi Romy. KPK menilai hukuman 1 penjara yang dijatuhkan PT DKI jauh dari rasa keadilan.
"KPK berharap MA dapat mempertimbangkan alasan permohonan kasasi KPK sesuai fakta hukum yang ada dan juga menimbang rasa keadilan masyarakat terutama karena korupsi adalah kejahatan luar biasa," tutup Ali.