Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Perjalanan ke Pulau Tidung Setelah Tragedi Zahro Express
8 Januari 2017 8:17 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT
Kapal penumpang Zahro Express terbakar dan menelan puluhan korban jiwa. Isu yang muncul setelah kejadian itu adalah soal manipulasi data manifes, pelampung yang tidak standar, dan kesadaran penumpang terkait keselamatan selama di kapal. Apakah ada perbaikan setelahnya?
ADVERTISEMENT
Pagi itu, Senin (2/1), kumparan mencoba angkutan ke Pulau Tidung. Ini adalah perjalanan pertama sehari setelah tragedi KM Zahro Express terbakar, Minggu (1/1) lalu. Kapal yang ditumpangi bernama mirip dengan yang terbakar, KM Zahro.
Kenapa nama kapal tersebut bisa mirip? Ternyata, kapal Zahro dan Zahro Express pernah dimiliki oleh satu orang yang sama. "Tapi dua tahun yang lalu, kapal ini (Zahro) udah saya beli dari pemilik sebelumnya," ujar Mustawa (48), nakhoda sekaligus pemilik KM Zahro.
Jadwal keberangkatan KM Zahro dari Pelabuhan Muara Angke ke Pulau Tidung sekitar pukul 08.00 pagi. Namun Anda harus harus tiba di pelabuhan Muara Angke dua jam sebelum itu agar mendapat kursi. Harga tiketnya saat itu adalah Rp 45 ribu. Jaraknya ke Tidung sekitar 37 mil atau memakan waktu sekitar 2,5 jam.
ADVERTISEMENT
Saat itu ada 120 penumpang yang berada di dalam kapal. Sebelum naik, semua penumpang wajib mengisi daftar manifes lewat tulisan tangan. Setelah itu, ada polisi yang memeriksa daftar nama tersebut. Menurut beberapa penumpang, ini adalah kegiatan yang baru dilakukan setelah kejadian Zahro Express. Sebelumnya tak pernah ada pemeriksaan ketat.
Keberangkatan ke Tidung dari Angke sempat tertunda hingga satu jam sebab sebagian besar penumpang enggan menggunakan pelampung. Anggota polisi dari Pol Air Muara Angke akhirnya turun tangan dan memaksa para penumpang untuk memakai pelampung.
Tapi sayangnya, di tengah perjalanan, pelampung itu pun dibuka kembali.
Sepanjang perjalanan, suasana di KM Zahro panas dan pengap. Maklum, kapal ini tidak memiliki AC. Berbeda dengan KM Zahro Express yang memiliki fasilitas lebih baik. Meski begitu, suasana kekeluargaan dan hangat terasa. Apalagi dengan sang nakhoda, Mustawa, yang punya segudang cerita.
ADVERTISEMENT
Mustawa, sambil mengemudikan kapal bercerita, dulu sekitar 10 tahun yang lalu, ada mayat wanita yang ditemukan dalam sebuah koper di Tidung. Entah mengapa arwah mayat wanita ini selalu mengikuti ke mana pun Mustawa pergi.
"Udah saya bilangin, jangan ikutin gue. Tapi masih aja dia ngikut, yaudah akhirnya saya izinin ngikut asal nggak gangguin saya,” katanya sambil tertawa. Anda boleh percaya atau tidak, tapi kisah ini sudah terkenal di kalangan nakhoda kapal Muara Angke.
Pulang Menggunakan Predator
Ada informasi awal dari nakhoda, KM Zahro akan kembali ke Muara Baru sekitar pukul 15.00 WIB. Namun ternyata, kapal tersebut sudah kembali dua jam sebelumnya. Bagi Anda yang ingin pulang pergi dari Tidung, sebaiknya memastikan jadwal kapal kembali ke Muara Angke, agar tidak tertinggal.
ADVERTISEMENT
Angkutan alternatif yang bisa digunakan selain KM Zahro dan kapal penumpang lain adalah kapal jenis predator. Bedanya, kapal ini lebih cepat dan tujuannya ke Pelabuhan Marina, Ancol. Harganya lebih mahal tentu saja, Rp 180 ribu per penumpang.
Situasi berbeda dirasakan oleh kumparan dalam perjalanan pulang ke Jakarta via Pelabuhan Marina, Ancol. Saat itu, ada sekitar 138 orang di dalam kapal. Interior bagian bawahnya sejuk, karena dilengkapi AC. Sementara, bagian atas dari kapal ini terbuka, sehingga penumpang yang duduk di atas dapat melihat pemandangan Teluk Jakarta dengan lebih leluasa.
"Mesinnya aja 1500 PK, makanya perjalanannya kaga lama-lama amat ke Marina," ujar Bobby, ABK kapal Predator.
ADVERTISEMENT
Perbedaan lain yang terlihat oleh kumparan dari dua kapal ini adalah rute perjalanannya. Kapal kayu dari Angke hanya melayani pelayaran sekali jalan. Sementara, kapal Predator singgah terlebih dahulu ke Pulau Untung Jawa untuk menurunkan penumpang.
Di balik perbedaan-perbedaan itu, ada satu kesamaan yang dimiliki oleh para penumpang kedua kapal ini: mereka tidak mau menggunakan pelampung. Pelampung di kedua kapal ini malah dimanfaatkan oleh sebagian penumpang untuk bantal selama perjalanan.
Jadi, Anda tertarik menggunakan kapal yang mana untuk ke pergi Tidung?