Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Perjanjian Paris Tak Akan Runtuh Tanpa Trump
1 Juni 2017 23:49 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Banyak yang mencemaskan Perjanjian Paris akan runtuh jika AS yang berada di bawah kepemimpinan Presiden Donald J. Trump menarik diri. Ahli iklim Janet Ranganathandari World Resources Institute (WRI), tak yakin hal itu akan terjadi.
ADVERTISEMENT
"Pekan lalu pada KTT G7, negara-negara raksasa industri Barat telah menegaskan bahwa mereka bagaimana pun juga akan jalan terus sesuai Perjanjian Paris. China, India, Australia juga," ujar Ranganathan dilansir kumparan Den Haag (kumparan.com) dari NRC, Kamis (1/6).
[Baca juga : Trump Berencana Tarik AS dari Perjanjian Paris ]
Di samping itu, lanjut Ranganathan, negara-negara bagian AS sendiri juga tidak akan menghentikan kebijakan menurut Perjanjian Paris. Banyak negara bagian, kota dan perusahaan, yang telah menyatakan akan jalan terus.
"Ada momentum untuk energi yang bersih. Keputusan Trump tidak akan sanggup menghentikannya," tegas Ranganathan.
Ranganathan memperkirakan bahwa transisi menuju energi lestari akan tetap terus jalan. Bukan hanya demi iklim, tetapi juga karena berbagai alasan, antara lain menciptakan lapangan kerja, memperkuat keamanan dalam negeri, lebih menjamin kepastian energi, dan udara bersih.
ADVERTISEMENT
Keputusan Trump dinilai lebih untuk kepentingan pribadi, untuk menunaikan janji kampanye pemilu. Namun lebih dari 70 persen rakyat AS jelas mendukung kebijakan iklim, bahkan mayoritas tipis di kalangan Republiken. Hanya sebagian kecil saja dari ekonomi yang menentang terhadap peraturan apa pun dalam bidang ini.
Jumlah lapangan kerja dalam industri batubara sangat kecil dibandingkan dalam industri energi lestari. Tidak ada model di mana industri batubara akan berjaya. Lima sampai sepuluh tahun lagi, batubara akan ditinggalkan pasar.
"Jadi, apa yang bisa diberikan pada orang-orang yang telah diberi janji, bahwa mereka akan memperoleh kembali pekerjaan mereka di pertambangan batubara?" pungkas Ranganathan.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui Perjanjian Paris dicapai dalam Konferensi Pengendalian Perubahan Iklim PBB (COP 21 UNFCCC), di Paris pada 30 November sampai dengan 11 Desember 2015 dan ditandatangani 174 negara di dunia, termasuk AS di bawah pemerintahan Presiden Obama.
Perjanjian ini bertujuan membatasi pemanasan global hingga kurang dari dua derajat Celcius dibandingkan era pra-industri. Setiap negara yang meratifikasi diisyaratkan untuk menentukan target pengurangan emisi CO2.
Saat ini sebanyak 147 negara telah meratifiksi perjanjian, termasuk Indonesia.
Reporter kumparan Den Haag : Eddi Santosa