Perjuangan Anak SD di Serang: Naik Perahu Eretan Seberangi Sungai demi Sekolah

18 Februari 2024 15:29 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah anak-anak menggunakan perahu eretan melintasi sungai di Kampung Nambo, Desa Gabus, Kecamatan Kopo, Kabupaten Serang. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah anak-anak menggunakan perahu eretan melintasi sungai di Kampung Nambo, Desa Gabus, Kecamatan Kopo, Kabupaten Serang. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selama puluhan tahun, anak-anak di Kampung Nambo, Desa Gabus, Kecamatan Kopo, Kabupaten Serang, harus mempertaruhkan nyawa mereka dengan menyeberangi Sungai Cidurian untuk menuju ke sekolahnya menggunakan perahu eretan yang terbuat dari bambu.
ADVERTISEMENT
Akses terdekat menuju Sekolah Dasar (SD) di Kampung Cibeureum, Kecamatan Cikande, berada di seberang Sungai Cidurian dengan melewati Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang, dan berjarak sekitar 1 kilometer bila menggunakan perahu eretan. Sementara akses lain yang melewati jalan raya berjarak sekitar 5 kilometer.
Warga Kampung Nambo, Maesaroh (45), mengaku selalu cemas dan khawatir memikirkan anaknya yang masih duduk di kelas 4 SD harus menyeberangi aliran sungai yang deras dengan perahu eretan saat hendak berangkat maupun pulang sekolah.
Pasalnya, insiden tenggelamnya perahu eretan yang pernah dialami Maesaroh bersama anggota keluarganya beberapa waktu lalu seolah terus membayangi dirinya setiap mengantar sang anak menyeberangi Sungai Cidurian.
"Saya pernah tenggelam satu keluarga di situ, tapi alhamdulillah masih selamat, cuma buku-buka, peralatan sekolah anak pada basah semua. Duh saya khawatir pasti namanya orang tua liat anak harus nyebrang sungai pakai perahu eretan setiap mau berangkat sekolah yang harus bertaruh nyawa," kata Maesaroh, Jumat (16/2).
Siswa SD di Sukabumi harus menyeberang sungai berarus deras dengan ban bekas untuk bersekolah. Foto: Dok. Istimewa
"Dari saya belum lahir sudah pakai perahu eretan buat nyebrang, belum pernah ada jembatan. Jadi kita nyebrang, pas turun itu masuknya daerah Jayanti (Tangerang), nanti tinggal jalan kaki 10 menit ke sekolah, tapi sekolah mah masuk Kabupaten Serang," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Tak jarang, disampaikan Maesaroh, anak-anak di kampungnya terpaksa tidak sekolah bila kondisi Sungai Cidurian meluap sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan perahu eretan.
Sedangkan, lanjutnya, kondisi perekonomian warga di kampungnya yang mayoritas pekerja serabutan terkadang tak mampu untuk membeli bensin agar bisa mengantarkan anak-anaknya ke sekolah melalui akses jalan raya.
"Kalau kita bisa lewat pakai perahu eretan ya kita pakai eretan, kalau tidak bisa ya tidak sekolah. Kadang pakai motor juga kalau ada uang buat bensin, ya kalau tidak ada bensin ya tidak pada sekolah," ungkapnya.
Warga bersiap memanfaatkan perahu 'eretan' untuk menyeberangi kali Ciliwung di kawasan Manggarai. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Bahkan, kata Maesaroh, puluhan anak-anak di kampungnya pernah harus libur sekolah berbulan-bulan lantaran perahu eretan hanyut, sehingga harus menunggu perbaikan melalui hasil patungan warga setempat.
ADVERTISEMENT
"Kadang perahu eretannya hanyut, itu bisa 2 sampai 3 bulan tidak sekolah, karena harus nunggu dibenerin. Kan itu warga patungan bikinnya, dan kadang warga ada yang punya uang, ada yang tidak punya. Jadi biasanya warga patungan dulu, bisa 1 bulan, 2 bulan, nanti kalau sudah terkumpul (uang) baru bikin lagi rakitnya," ujarnya.
Ia pun berharap ada perhatian dari pemerintah untuk bisa membangun jembatan sebagai akses alternatif bagi warga Kampung Nambo menuju ke sekolah, termasuk untuk menuju pasar terdekat.
"Atuh saya pengin ada tanggapan dari pemerintah buat dibikinin jembatan biar akses kita enak, buat anak sekolah enak, buat ke pasar enak. Soalnya itu sekolah jadi sekolah turun temurun warga sini, saya juga sekolah di Cibeureum itu," pintanya.
ADVERTISEMENT

Kades dan Camat Minta Pemprov Banten Turun Tangan Bangun Jembatan

Sementara itu, Kepala Desa Gabus, Kecamatan Kopo, Endang, mengaku pihaknya turut prihatin atas nasib yang menimpa anak-anak lantaran harus bertaruh nyawa untuk bisa pergi ke sekolah.
Namun, diakui Endang, pihaknya tak mampu berbuat banyak meski sudah berkali-kali meminta untuk dibangun jembatan karena lokasi administrasi berada di 2 wilayah, yakni Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang.
"Sebenarnya ada jalan lain untuk ke sekolah, tapi karena jauh jadi warga pengin cepet, kalau jalan lain memang harus muter. Ya saya khawatir juga karena itu sangat berbahaya dan risikonya nyawa. Kami pembicaraan sudah (minta dibangun jembatan), tapi karena itu ada 2 wilayah antara Tangerang dan Serang, jadi koordinasinya mungkin yang agak sulit," ucap Endang.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, ia pun meminta Pemerintah Provinsi Banten untuk turun tangan dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh warganya dengan membangun jembatan untuk akses alternatif warga menuju ke sekolah maupun ke pasar.
Suasana saat para pelajar SD Negeri Lajer 1, Kabupaten Indramayu, bermain di Sungai Penarikan di tengah kegiatan Pramuka, Sabtu (17/2/2024). Foto: Dok. Istimewa
"Harapan saya pemprov yang turun tangan untuk bisa membantu persoalan warga kami agar bisa dibangun jembatan, karena masyarakat kami sangat membutuhkan. Karena sangat bahaya sekali, saya juga ingin sekali dibangun jembatan di sini," tutur Endang.
Senada, Camat Kopo, Dite Hendra, mengungkapkan pembahasan pembangunan jembatan penghubung di Kampung Nambo belum terealisasi lantaran harus melibatkan koordinasi antara Pemkab Serang dengan Pemkab Tangerang.
Kendati demikian, ia mengaku akan mencoba melakukan komunikasi dengan Pemkab Serang guna mencarikan solusi untuk mengatasi persoalan yang dialami oleh warga di Kampung Nambo.
ADVERTISEMENT
"Nanti kita komunikasikan dengan pemda, sebab wilayah meliputi 2 kabupaten, maka perlu koordinasi juga dengan Pemkab Tangerang, sebab kan itu menghubungkan 2 daerah (Serang dan Tangerang), jadi perlu koordinasi, kerja sama antar daerah," kata Dite.