Perjuangan Dokter Romi bagi Penyandang Disabilitas

3 Agustus 2019 14:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dokter gigi Romi Syofpa Ismael, yang kelulusannya dianulir dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Foto: Retno Wulandhari/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dokter gigi Romi Syofpa Ismael, yang kelulusannya dianulir dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Foto: Retno Wulandhari/kumparan
ADVERTISEMENT
Sekitar pukul 08.00 WIB, drg Romi Syofpa Ismael tiba di ruang tunggu kedatangan Terminal 2E Bandara Soekarno-Hatta. Dokter gigi penyandang disabilitas kaki ini datang jauh-jauh dari Solok, Sumatera Barat, untuk memperjuangkan haknya yang dikebiri oleh Pemkab Solok Selatan.
ADVERTISEMENT
drg Romi duduk di atas kursi roda yang didorong suaminya. Dia juga ditemani kuasa hukum dari LBH Padang, Wendra Rona Putra.
Pihak Pemkab Solok Selatan mengeluarkan surat pembatalan CPNS untuk drg Romi karena dia menyandang disabilitas. Padahal nilai Romi tertinggi di antara semua dokter gigi yang mengikuti tes CPNS dan dia mampu menjalankan tugasnya sebagai dokter gigi meski menggunakan kursi roda. Soal kemampuan menjalankan tugas ini telah dibuktikan dengan serangkaian tes.
Dokter gigi Romi Syofpa Ismael, yang kelulusannya dianulir dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Foto: Retno Wulandhari/kumparan
Bersama anggota DPR Komisi IX Rieke Diah Pitaloka, drg Romi dan tim langsung menuju ke kantor Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur. Sepanjang perjalanan, drg Romi dan suami banyak menceritakan perjuangan mereka setelah Pemkab Solok Selatan mengeluarkan surat pembatalan CPNS-nya.
ADVERTISEMENT
Setibanya di PDGI, drg Romi dan tim berkoordinasi dengan pengurus PDGI sebagai lembaga yang menaungi profesinya. Selanjutnya mereka menuju ke kantor YLBHI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, untuk membahas strategi melawan Pemkab Solok Selatan.
Di tengah koordinasi marathon hari itu, kumparan berkesempatan berbincang khusus dengan drg Romi dan kuasa hukumnya, Wendra. Saat kami tengah sibuk menyusun ruangan untuk wawancara, drg Romi cekatan mengikuti dengan menggeser-geser kursi rodanya sendiri.
“Saya sudah terbiasa dorong kursi roda sendiri, enggak masalah,” katanya saat kami meminta maaf karena dia mendorong kursi roda sendiri.
Kami lantas memulai obrolan.
Boleh diceritakan awal bertugas sebagai dokter gigi hingga saat ini?
Saya selesai 2013, angkatan 2005. Tugas pertama di daerah Indragiri Hulu (Riau). Setelah itu buka praktik di kawasan Sicincin (Padang Pariaman). Tahun 2015, saya ikut program Pegawai Tidak Tetap (PTT) Kemenkes dan ditempatkan di Puskesmas Talunan, Solok Selatan, kontrak 2 tahun.
ADVERTISEMENT
Juni 2016 saya operasi sesar melahirkan anak kedua, dan terjadi tragedi ditemukan kelemahan pada tungkai kaki. Otomatis sejak saat itu saya harus dia harus pakai kursi roda, termasuk saat kerja.
Tahun 2017 setelah kontrak PTT habis, rencana mau resign. Tetapi karena kekurangan dokter gigi, Dinas Kesehatan mengusulkan saya agar tetap bekerja di sana dengan status Tenaga Harian Lepas (THL), dan saya setujui hingga saat ini.
Oktober 2018 saya daftar CPNS lewat jalur umum karena jalur difabel hanya dibuka untuk manajemen dan akuntansi. Dengan arti kata selama ini saya bekerja dengan kursi roda, rasanya saya tidak terhambat bekerja sebagai dokter gigi fungsional. Saya mampu berkompetisi dengan dokter gigi lainnya.
Seluruh tahapan seleksi saya ikuti, termasuk tes kesehatan jasmani, kesehatan rohani, dan bebas narkoba. Tes kesehatan jasmani berupa pemeriksaan jantung, mata, paru, gigi, penyakit dalam dan darah, hasilnya semua normal. Tetapi karena ditemukan kelemahan pada kaki, saya diminta konsultasi ke bagian saraf. Namun pemeriksaan ini di luar prosedur tes kesehatan jasmani. Saya juga mengikuti uji kelayakan sebagai dokter gigi di RSUD Muara Labu, dan berhasil.
ADVERTISEMENT
Jadi alhamdulillah sudah keluar surat keterangan kesehatan yang berbunyi ‘sehat dengan catatan ditemukan kelemahan pada tungkai kaki. Saran dalam mengambil formasi ini harus mendapatkan ahli terapi okupasi.
Karena tak ada dokter okupasi di RSUD Muara Labu dan juga di Padang, saya berkonsultasi ke rehabilitasi medik, hasilnya tidak ada masalah. Setelah itu juga mendapat rekomendasi dari dokter okupasi di Pekanbaru dan hasilnya layak bekerja dengan limitasi.
Saat pengumuman kelulusan, drg Romi mengecek di website CPNS dan muncul namanya sebagai dokter gigi yang lolos CPNS dengan nilai terbaik. Hingga akhirnya tiba-tiba muncul surat pembatalan kelulusan dari Pemkab Solok Selatan yang menyebut dirinya tidak lolos kesehatan jasmani.
Dokter gigi Romi Syofpa Ismael, yang kelulusannya dianulir dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Foto: Retno Wulandhari/kumparan
Bagaimana komunikasi terakhir dengan Pemkab Solok?
ADVERTISEMENT
Waktu itu melalui LBH. Waktu itu telpon ya, enggak papa disebar?
Romi bertanya kepada kuasa hukumnya, yang kemudian diizinkan. Namun dia masih terdiam.
Ya itu kebetulan kan dibantu sama Bapak Wakil Bupati Padang Pariaman. Jadi intinya melakukan kedekatan dulu, secara pribadi ya. Intinya kalau Ami bisa berjalan dalam satu minggu, SK-nya akan dikeluarkan. Aduh di situ sedihnya.
Romi terisak dan terdiam beberapa saat. Akhirnya Wendra yang melanjutkan.
Terakhir waktu pertemuan di Sekda, statement-nya hanya sekedar gini 'saya akan terbitkan SK pengangkatan drg Romi kalau dalam satu minggu ini beliau bisa berjalan.' Statement-nya seperti itu. Itu seperti apa, arogansi yang berlebihan, dan itu melecehkan kelompok disabilitas.
Dia sudah tahu bahwa drg Romi berjalan di kursi roda tapi dia munculkan statement itu. Dan itu yang membuat kita pikir bahwa ini sikap yang nyata diskriminasi terhadap kelompok disabilitas. Nah itu tidak bisa ditolerir.
ADVERTISEMENT
Waktu itu dokter Romi bagaimana meresponsnya?
Sedih sih tapi Ami tetap berjuang, ini harus tuntas juga. Bagaimana ini, ini enggak adil buat Ami. Ami dinyatakan lulus dan mau berdedikasi di Solok Selatan kok tiba-tiba pahit kenyataan yang Ami hadapi. Harusnya mendapatkan apresiasi dari Pemkab Solok Selatan, kok tiba-tiba langkah Ami dihentikan dengan kondisi Ami yang seperti ini, gitu kan.
Sedih banget, bahkan sampai anak pun ikut tersakiti lah. Yang harus bisa masuk sekolah, dia harus mengikuti langkah ibunya mau pergi kemana gitu kan. Dan suami pun ikut tersakiti juga dengan kondisi seperti ini.
Bahkan PDGI pun sudah melobi, kami (PDGI) yang tahu bagaimana dokter gigi itu bekerjanya seperti apa. Tapi pun itu tidak diindahkan oleh Pemkab Solok Selatan.
ADVERTISEMENT
Lalu sekolah anak bagaimana?
Ya, itu ya, kita domisili di Talunan, itu anak pertama Ami waktu itu masih TK, karena terjadi pembatalan kelulusan, itu kan butuh proses untuk menanyakan hal ke SDMnya, ke bupatinya kenapa terjadi seperti ini, dan waktu prosesnya berlangsung itu kan anak sering ditinggal. Yang namanya pendatang di sana engak mungkin kan anak ditinggal sendirian. Jadi ikut kemana-mana, otomatis sekolahnya juga ikut terganggu.
Kalau anak kedua sekarang bagaimana?
Anak kedua sekarang sama neneknya, karena waktu dari awal sudah berkomitmen Ami bisa memberikan pelayanan maksimal ke puskesmas Talunan. Jadi kan sekarang kan Abang tidak ikut bekerja karena ikut menemani Ami supaya pelayanan di puskesmas. Tetapi..
drg Romi menangis dan kesulitan berkata-kata.
ADVERTISEMENT
dedikasi Ami selama ini, pengabdian Ami selama ini tidak berikan respon positif bagi Pemkab Solok Selatan. Ami tidak meminta belas kasihan. Ami cuma minta Ami diusulkan, berkas Ami dikirim setelah Ami melalui proses-proses tahapan, setelah Ami dinyatakan lulus oleh BKN. Itu saja mbak.
Dokter gigi Romi Syofpa Ismael (kiri), yang kelulusannya dianulir dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Foto: Retno Wulandhari/kumparan
Selama dokter bertugas, suami ikut menemani?
Iya. Iya supaya pelayanan Ami di puskesmas bisa maksimal. Intinya tidak mengurangi Ami bekerja sebagai seorang dokter gigi, dan itupun mungkin membuat, meninggalkan Ami pun di posisi seperti ini mungkin beliau juga ikut sedih. Jadi kalau ada suami dan ada anak walaupun anak kedua berpisah, Ami kuat gitu di sana, Ami bisa fokus bekerja. Jadi memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat.
Pertanyaan untuk Bang Wendra. Yang dijadikan landasan oleh Pemkab Solok Selatan itu salah satu poin dalam surat rekomendasi Kemenkes. Ada rencana untuk mediasi dengan Kemenkes tidak?
ADVERTISEMENT
Betul. Tentu saya paham mungkin Kemenkes tidak tahu bahwa suratnya akan dieksploitasi dan menjadi dasar untuk menghilangkan hak seseorang. Dan sekarang kita baru akan membangun komunikasi dengan teman-teman di Kemenkes dan harapannya dalam perjalanan nanti di sini ada titik terang dari Kemenkes untuk bisa menjernihkan situasi kembali.
Kalau ingin dibaca secara utuh, sebenarnya surat itu tidak saklek mengunci bahwa drg Romi harus dibatalkan. Bahwa di dalam poin tiganya disebutkan bahwa dengan tetap dimungkinkan untuk diangkat sepanjang yang bersangkutan dirasa atau dianggap mampu untuk menjalan. Nah kalau bicara yang bersangkutan dianggap membantu, tentu itu bukan tantangan subjektif dong, kalau bicara dalam konteks administrasi.
Maka dia harus merujuk kepada pendapat yang punya kompetensi untuk menyatakan bahwa yang bersangkutan punya kompetensi dan dalam hal ini adalah dokter spesialis okupasi. Dan itu sudah didapatkan. Nah harusnya merujuk saja akhirnya. Tapi kan tidak, pemkab pragmatis hanya membaca pada poin satu, dan mengabaikan poin 2 3 dan 4nya. Sehingga itulah yang dijadikan batu rujukan untuk menerbitkan SK pembatalan CPNS. Yang sampai sekarang menjadi polemik.
Dokter gigi Romi Syofpa Ismael, yang kelulusannya dianulir dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Foto: Retno Wulandhari/kumparan
Melihat kasus-kasus seperti ini bagaimana dok? Apakah sebelumnya pernah mendengar kasus serupa?
ADVERTISEMENT
Kalau mendengar isu-isu seperti itu dan hal seperti itu sudah sering terdengar. Dan buat teman-teman tenaga honorer yang ini baru dapat juga informasi tadi kan, ada juga dinyatakan lulus tiba-tiba digagalkan tanpa alasan yang jelas dari pemerintah daerahnya. Itu perlu kita perjuangkan untuk mendapatkan hak-haknya kembali.
Kalau Bang Wendra bagaimana melihatnya?
Ya, makanya kita selalu bilang bahwa kasus drg Romi ini bisa menjadi fenomena gunung es. Ini mungkin yang berhasil muncul dan mencuat ke permukaan. Padahal kita tahu bahwa persoalan ini ada, setiap tahun selalu ada. Kalau kita mau buka mata sekarang, dan mau mendengarkan lebih banyak, kita pasti akan banyak mendengarkan cerita-cerita yang akan serupa, bahwa bicara soal disabilitas terhadap hak pekerja.
ADVERTISEMENT
Padahal hak atas pekerjaan itu adalah satu-satunya tumpuan terbesar bagi kelompok disabilitas. Kalau dia bekerja, dia bisa memperbaiki kehidupannya, dia bisa berdaya, dia bisa dipulihkan kehormatannya, dia tidak perlu mengemis-ngemis di jalanan, atau mengeksploitasi disabilitasnya atas dasar kemanusiaan apa pun. Dia hanya ingin dihargai dan disetarakan dan diperlakukan selayaknya manusia.
Kalau dari dokter Romi sendiri?
Intinya dalam permasalahan ini kenapa mungkin sampai keekspos seperti ini ya, bukan untuk kepentingan Ami sendiri, itu untuk kepentingan teman-teman lainnya yang penyandang disabilitas, terutama dan kepada teman-teman yang lain, yang digagalkan begitu saja di pemerintah daerahnya, itu harus disuarakan.
Usai wawancara, drg Romi dan tim menuju ke Kemensos untuk meminta sejumlah saran. Keesokan harinya pada Rabu (⅛), drg Romi bertemu dengan Mendagri Tjahjo Kumolo. Pertemuan itu memberikan titik terang. Tjahjo menjanjikan Romi akan menjadi PNS di tahun ini.
ADVERTISEMENT