Perjuangan dr Sriyanto Melawan COVID-19: Makan Nasi Seperti Batu dan Paranoid

12 Desember 2020 20:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
dr Sriyanto, penyintas COVID-19. Foto: Dok. dr Sriyanto
zoom-in-whitePerbesar
dr Sriyanto, penyintas COVID-19. Foto: Dok. dr Sriyanto
ADVERTISEMENT
Berjuang melawan COVID-19 bukan perkara mudah. Hal tersebut dirasakan salah satunya oleh dr Sriyanto, seorang dokter bedah.
ADVERTISEMENT
"Menurut pengalaman pasien lain gejala batuknya ngekel itu banyak yang meninggal dan itu yang membuat saya paranoid," kata dr Sriyanto berpikir saat itu nyawanya takkan tertolong.
Hal tersebut selalu membayangi benak dr Sriyanto, dokter bedah asal Wonogiri, Jawa Tengah, saat memasuki hari keenam perawatan sebagai pasien COVID-19. Tembok-tembok di RSUD Moewardi Solo seakan berbicara bahwa malaikat pencabut nyawa sudah tiba.
Otot-otot di sekitar mulutnya sudah tidak berfungsi dengan baik. Bahkan di hari itu, ia tidak bisa makan seharian.
"Waktu itu enggak bisa mengunyah dan enggak bisa menelan, jadi ketika diberi nasi itu rasanya keras sekali," tutur dr Sriyanto menceritakan perjuangannya kepada kumparan, Jumat (11/12).
Ia sempat melawan. Berpikir bahwa ini salah koki rumah sakit yang tidak bisa memasak nasi dengan benar.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata pikiran itu salah. dr Sriyanto benar-benar tidak bisa mengunyah dan menelan apa pun.
"Makanannya saya emut-emut tapi akhirnya keluar lagi karena tidak bisa menelan ke tenggorokan. Dan baru kali ini saya mengalami gejala seperti ini," ungkapnya.
dr Sriyanto, penyintas COVID-19. Foto: Dok. dr Sriyanto
Namun di saat kondisi seperti itu, dr Sriyanto sempat ingat apa yang pernah minta ke rumah sakit sebelum positif corona. Yakni, ia meminta diberi obat Actemra.
Actemra belum resmi menjadi obat corona. Namun, kehadirannya di beberapa negara yang ajaib membuat dr Sriyantio keukeuh minta diberi obat senilai Rp 8 juta itu,
Dan akhirnya pihak rumah sakit pun memberikan di malam hari ke-6. dr Sriyanto pun langsung merasakan perbedaan di tubuhnya.
ADVERTISEMENT
Ia sudah mulai bisa menyantap pisang yang disediakan rumah sakit. Di siang harinya juga sudah bisa makan nasi.
Tapi, ia belum benar-benar sembuh. dr Sriyanto masih batuk-batuk di hari ke-7.
Petugas medis menyusun kantong berisi plasma konvalesen dari pasien sembuh COVID-19 di Unit Tranfusi Darah (UTD) RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, Selasa (18/8). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
Sampai akhirnya ia diberikan plasma darah yang dipesannya sejak hari pertama ke RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Dan, dua kantong darah penyintas COVID-19 itu menyelamatkan nyawanya.
"Malamnya saya mendapat kantong pertama, ketika saya diberikan plasma itu dipasang banyak alat, dari infusnya dua jalur, lalu oksigen kaya terikat gitu loh," ungkapnya.
"Saat jam 8 pagi saya mendapat kantong darah ke-dua, jadi saya komplit dapat dua kantong. Hari ke-delapan kan siangnya selesai plasma yang kedua saya tertidur selama 12 jam, malamnya itu saya langsung sembuh," tutur dokter bedah itu.
ADVERTISEMENT
"Demamnya hilang kemudian batuknya itu tinggal 25% lah, lalu mulut keringnya itu sudah tidak ada," tutupnya.
dr Sriyanto, penyintas COVID-19. Foto: Dok. dr Sriyanto