Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Perjuangan Perempuan Papua Nugini untuk Rebut Kursi di Parlemen
1 Juli 2022 17:31 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Menjelang pemungutan suara pada Senin (1/7/2022), perempuan Papua Nugini dikabarkan tengah berjuang untuk mendapatkan setidaknya kursi di parlemen yang didominasi laki-laki.
ADVERTISEMENT
Kelompok perempuan berharap dapat mengamankan setidaknya satu dari 118 kursi yang diperebutkan. Pemilu di negara tetangga Indonesia itu akan berlangsung dari 2 sampai 22 Juli.
Dalam hampir 50 tahun sejak Papua Nugini memperoleh kemerdekaan dari Australia, hanya tujuh perempuan yang pernah mendapatkan kursi. Tidak satu pun dari mereka terpilih dalam pemilihan terakhir pada 2017.
"Banyak dari kita yang merasa memiliki peluang besar," kata salah satu dari 142 perempuan di antara hampir 3.500 kandidat dalam pemilihan ini, Sylvia Pascoe, dikutip dari AFP.
"Bukan hanya karena waktunya tepat, tetapi karena kita telah menghabiskan hidup kita untuk membangun hingga saat ini," sambung dia.
Tak hanya dalam lingkup keterwakilan politik, statistik pengalaman perempuan di Papuan Nugini sangat mengkhawatirkan. Survei nasional pada 2018 mengungkap, 63 persen perempuan telah mengalami kekerasan fisik, seksual atau emosional di tangan pasangan mereka.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, 70 persen pria dan wanita setuju seorang pria akan dibenarkan memukuli istrinya setidaknya dalam satu dari keadaan berikut: jika dia membakar makanan, berdebat, keluar tanpa memberi tahu suaminya, menolak seks, atau mengabaikan anak-anaknya.
Perempuan Papua Nugini Telah Berubah
Meski demikian, Pascoe mengungkap, Perempuan Papua Nugini telah berubah.
Mereka telah semakin banyak mengambil peran kepemimpinan di gereja-gereja, olahraga dan kelompok pemuda.
Kekeringan dalam representasi perempuan dalam politik yang selama ini terjadi, disebut telah memicu perubahan sentimen menjelang pemilihan.
"Pada pemilihan terakhir, tidak ada yang benar-benar mendukung perempuan," kata Pascoe.
Dia menambahkan, perempuan sekarang dapa mengekspresikan keinginan untuk memilih kandidat sesama perempuan. Kelompok pemuda juga tampak menyanyikan lagu-lagu untuk mendukung pencalonan kandidat yang akan bertarung.
ADVERTISEMENT
"Orang-orang hanya melihat laki-laki sebagai pemimpin. Lalu tiba-tiba, terjadi kekeringan, dan mereka berkata: 'Ada yang tidak beres, tidak ada keseimbangan," tutur Pascoe.
"[Sebelumnya] perempuan di Papua Nugini merasa sulit untuk mengatasi persepsi bahwa hanya laki-laki yang dapat menjadi pemimpin," kata peneliti Pasifik di lembaga pemikir independen Lowy Institute yang berbasis di Sydney, Jessica Collins.
"Tapi sekarang ada lebih banyak debat publik tentang tempat perempuan dalam politik," sambung dia.
Collins menambahkan, beberapa kandidat perempuan muda yang bertekad juga telah menjalankan kampanye cerdas tahun ini.
"Peluang untuk mendapatkan perempuan terpilih ke parlemen kali ini mungkin meningkat," kata Collins.
Pemilu Papua Nugini Berbahaya
Kendati demikian, pemilihan di Papua Nugini dikhawatirkan dapat berbahaya.
Pada pemilihan umum terakhir pada 2017, lebih dari 200 pembunuhan terkait pemungutan suara didokumentasikan oleh pemantau dari Universitas Nasional Australia.
ADVERTISEMENT
"Penyimpangan pemilu lebih berani dari sebelumnya," kata para pemantau dalam sebuah laporan, mengutip penyimpangan serius seperti intimidasi pemilih dan pemungutan suara ganda.
Australia telah mengirim lebih dari 130 tentara dengan pesawat angkut untuk memberikan keamanan dalam pemungutan suara.
Mereka akan membantu ribuan polisi dan tentara Papua Nugini di seluruh negeri, dengan penempatan terberat di provinsi-provinsi dataran tinggi yang terpencil dan sering kali dilanda kekerasan.
Penulis: Sekar Ayu.