Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Perkara Tanda Koma Berujung Gugatan Rp 133 Miliar di AS
19 Maret 2017 10:07 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Tanda baca tidak bisa dianggap enteng dalam sebuah penulisan. Hilang satu tanda baca saja bisa menyebabkan tafsiran berbeda. Perkara ini terjadi Amerika Serikat, saat ketiadaan sebuah koma berujung gugatan hukum.
ADVERTISEMENT
Sebuah gugatan dilayangkan oleh para sopir truk di perusahaan susu di negara Maine karena perkara koma. Pengadilan federal Maine pekan lalu menyatakan gugatan tersebut layak dilanjutkan.
Para sopir menggugat perusahaan tempat mereka bekerja, Oakhurst Dairy, sebesar 10 juta dolar AS atau Rp 133 miliar karena upah lembur yang tidak dibayarkan selama empat tahun.
Dasar gugatan itu adalah undang-undang ketenagakerjaan Maine yang menyatakan upah lembur tidak dibayarkan bagi pekerja "pengalengan, pemrosesan, pengawetan, pembekuan, pengeringan, pemasaran, penyimpanan, pengemasan untuk pengapalan atau distribusi" makanan.
Dalam gugatannya, para sopir mengatakan pekerjaan mereka tidak termasuk dalam pengecualian upah lembur di atas sehingga layak atas bayaran tambahan. Kata-kata yang menjadi dasar para sopir dalam undang-undang adalah "pengemasan untuk pengapalan atau distribusi" yang dianggap menjadi satu dalam aktivitas pengemasan, sedangkan mereka hanya mendistribusikan saja.
ADVERTISEMENT
Pihak Oakhurst Dairy dalam pembelaannya mengatakan, kalimat dalam UU di atas adalah dua aktivitas berbeda, yaitu pengapalan atau distribusi, sehingga sopir masuk dalam pengecualian itu.
Permasalahannya di sini adalah tidak adanya koma serial atau yang dikenal dengan nama Oxford Comma dalam kata tersebut. Menurut aturan bahasa, Oxford Comma adalah koma yang digunakan sebelum kata sambung [dan, atau] untuk menunjukkan dua hal yang berbeda.
Nama Oxford Comma muncul setelah gaya penulisan ini digunakan oleh penerbitan kampus Oxford, Oxford University Press.
Berdasarkan hukum ini, tugas para sopir tidak masuk dalam UU di atas. Jika tugas mereka masuk, seharusnya kalimatnya ditambahi koma, menjadi "pengemasan untuk pengapalan, atau distribusi."
"Karena menginginkan koma, kasus ini ada," kata hakim Distrik Maine, David Barron, dikutip dari Associated Press.
ADVERTISEMENT
Pihak perusahaan mengaku akan memperjuangkan posisi mereka di pengadilan, namun tidak akan mengangkat masalah 'koma' ini. Oakhurst Dairy adalah perusahaan besar di Maine yang memproduksi susu, krimer dan produk turunan susu lainnya.
Masalah koma ini telah menjadi perdebatan hebat di kalangan pemerhati tulisan. Beberapa orang mengatakan koma serial tidak perlu digunakan, sementara yang pro mengatakan koma serial harus digunakan demi menghindari salah tafsir.
The Associated Press Stylebook, buku panduan penulisan yang digunakan banyak jurnalis di Amerika, menjelaskan koma serial tidak perlu digunakan, kecuali demi terangnya maksud kalimat.
Sementara itu dalam tulisan Bahasa Indonesia sesuai peraturan pemerintah, koma serial kebanyakan digunakan, termasuk oleh kumparan (kumparan.com).
Para ahli bahasa menengahi konflik ini dengan mengatakan kedua gaya bahasa bisa digunakan, asalkan konsisten penggunaannya dari awal hingga akhir tulisan.
ADVERTISEMENT