Perlahan Tapi Pasti, Benua Australia Maju 9 Cm per Tahun Mendekati Indonesia

28 Juli 2021 13:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peta titik api per 20 Sept dan kawasan hutan lindung di Indonesia. Foto: Rina Nurjanah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peta titik api per 20 Sept dan kawasan hutan lindung di Indonesia. Foto: Rina Nurjanah/kumparan
ADVERTISEMENT
Tahukah kamu, menurut teori benua mengapung, semua daratan di dunia bergeser setiap harinya. Salah satunya Benua Australia yang terus bergerak mendekati Indonesia.
ADVERTISEMENT
Seperti dalam siaran pers Universitas Indonesia, menurut ahli gempa bumi BMKG, Dr Daryono, dalam seminar daring yang digelar UI bertajuk “Kesiapsiagaan Mitigasi Gempa Bumi & Bencana Hidrometeorologi”, Rabu (28/7), pada dasarnya gempa bumi adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi akibat pergeseran lempeng tektonik (kulit bumi) yang bergerak di dasar bumi.
"Menurut Teori Benua Mengapung (continental drift), semua daratan di dunia ini terus bergeser setiap harinya. Ada yang bergerak saling mendekati, ada yang saling menjauhi. Contohnya, saat ini benua Australia terus bergerak ke atas mendekati Indonesia setiap sembilan cm per tahun,” ujar Daryono.
Koordinator Bidang Mitigasi, Gempa Bumi, dan Tsunami BMKG, Daryono dalam seminar daring yang diselenggarakan UI bertajuk 'Kesiapsiagaan Mitigasi Gempa Bumi & Bencana Hidrometeorologi' pada Selasa (27/7). Foto: Media Relations UI
Secara khusus soal gempa bumi, lanjut Daryono, gempa bumi menyebabkan banyak dampak yang merugikan bagi manusia, di antaranya adalah tsunami, tanah longsor, kebakaran, dan tanah amblas.
ADVERTISEMENT
"Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan akibat gempa adalah besaran magnitudo gempa, jarak dari pusat gempa, kondisi geologi setempat, kondisi cuaca saat gempa, dan kondisi bangunan," beber dia.
Daryono menjelaskan, untuk mencegah dampak kerusakan yang lebih besar dari bencana gempa, sebenarnya terdapat beberapa upaya kebijakan publik yang dapat dilakukan.
“Solusi utama mitigasi gempa sebenarnya adalah pendirian bangunan-bangunan tahan gempa,” ujar dia.
Di Jepang, aturan untuk mewajibkan warganya membangun bangunan tahan gempa, telah mencegah korban jiwa yang besar pada setiap kejadian gempa.
Daryono, menyampaikan tentang upaya yang dapat dilakukan dalam memitigasi karyawan. Pertama, melakukan sosialisasi untuk membangun kesiapsiagaan terhadap bencana.
“Menurut data, sebesar 34,9% persentase korban selamat itu dikarenakan dirinya sendiri. Ini fakta. Oleh karena itu memberikan pengetahuan dasar mitigasi bencana sangat penting bagi para pekerja,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Langkah berikutnya setelah sosialisasi adalah mengenali tempat kerja dan mengetahui titik-titik yang berpotensi melukai ketika terjadi bencana.
Pemilik usaha juga harus mempersiapkan titik-titik evakuasi, perlengkapan kesiapsiagaan gempa, serta latihan evakuasi yang memadai bagi para karyawan.
Pada saat terjadi gempa, kata Daryono, diharapkan para pekerja tidak panik. Menurutnya, korban jiwa biasanya terjadi karena kecerobohan saat panik, misalnya seseorang bisa terjatuh, terinjak, ataupun kesulitan mencari titik evakuasi.
Selain itu, diusahakan juga untuk langsung mencari tempat yang dapat melindungi badan, terutama bagian kepala dan tengkuk. Selanjutnya, jangan menggunakan tangga dan lift, karena sangat rentan untuk rubuh.