Perludem di MK: Ubah Sistem Pemilu Berdampak pada Pemilih, Perlu Dikaji Mendalam

16 Maret 2023 12:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang pembacaan putusan gugatan Pemilukada ICW-Perludem dan Tsamara-Faldo Maldini di Mahkamah Konstitusi, Rabu (11/12). Foto: Maulana Ramadhan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang pembacaan putusan gugatan Pemilukada ICW-Perludem dan Tsamara-Faldo Maldini di Mahkamah Konstitusi, Rabu (11/12). Foto: Maulana Ramadhan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melanjutkan sidang gugatan terhadap sistem Pemilu dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 dengan agenda mendengarkan pihak terkait.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang lanjutan kali ini, Majelis Sidang Hakim MK mendengarkan argumentasi Perludem dan perwakilan Partai Demokrat.
Sidang dibuka oleh Ketua MK, Anwar Usman sekitar pukul 10.00 WIB. Selanjutnya, Perludem yang diwakili oleh Fadli Ramadhanil membacakan argumentasi sebagai pihak terkait.
Fadli di hadapan Majelis Sidang MK membeberkan empat argumen untuk melawan dalil permohonan pemohon yang menggugat sistem pemilu terbuka dalam beberapa pasal UU Pemilu yang dianggap bertentangan dengan konstitusi agar diubah menjadi sistem proporsional tertutup.
“Urgensi pembahasan sistem Pemilu harusnya dalam sebuah proses legislasi yang partisipatoris,” kata Fadli membuka argumentasi sebagai pihak terkait di sidang MK, Kamis (16/3).
“Pembahasan perubahan sistem pemilu mesti dilakukan dalam proses legislasi yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang secara hati hati, secara demokratis, dan melibatkan partisipasi publik secara meluas,” sambung dia.
Fadli Ramadhanil, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Menurut Fadli, pemohon yang dalam permohonannya ingin mengubah sistem pemilu proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup ini akan memengaruhi tiga aspek dalam sistem pemilihan umum.
ADVERTISEMENT
“Pertama, berdampak pada sistem pencalonan anggota legislatif. Kedua, berdampak pada pemberian suara oleh pemilih. Ketiga, berdampak pada sistem penentuan calon terpilih,” terangnya.
“Penggantian sistem pemilihan umum akan berdampak luas pada pemilih sebagai pemilik kedaulatan sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945,” tambahnya.
Lebih lanjut, Fadli juga menilai bahwa dalil yang diajukan pemohon tidak secara detail dan tidak ada studi empiris atau evaluasi dari sistem proporsional terbuka yang saat ini masih berlaku.
“Bahwa perubahan sistem pemilu mesti dilakukan dengan didahului kajian yang mendalam, melakukan sistem yang berulang, menghitung dampak sistem pemilu kepada pemilih kepada penyelenggara termasuk pada parpol itu sendiri,” jelasnya.
Pada bagian selanjutnya, Fadli juga membantah dalil pemohon yang menganggap bahwa sistem proporsional terbuka ini membuat calon bekerja untuk dirinya sendiri, bukan kepada parpol. Fadli mengatakan bahwa permohonan pemohon tidak beralasan secara hukum.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Fadli sebagai pihak terkait juga menerangkan kedudukan MK terhadap sistem Pemilu. Lagi-lagi ia mendorong bahwa sistem Pemilu itu dibahas dalam proses legislasi yang harus melibatkan semua elemen.
Terakhir, dalam sidang lanjutan tersebut, Fadli mengatakan yang terpenting dalam sebuah sistem Pemilu itu adalah bagaimana parpol dari internal melibatkan banyak orang dalam penentuan dan mencetak calon-calon anggota legislatif.
“Jika itu bisa dilakukan, menurut kami itu bisa mendorong proses pencalonan anggota legislatif akan jauh lebih baik dan demokratis,” pungkasnya.