Perludem: e-Voting Hilangkan Transparansi Pemilu, Bermasalah di Beberapa Negara

30 Juni 2020 20:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas KPPS menyiapkan surat suara pada pemungutan suara ulang di TPS 71, Cempaka Putih, Tangerang Selatan. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas KPPS menyiapkan surat suara pada pemungutan suara ulang di TPS 71, Cempaka Putih, Tangerang Selatan. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, meminta Komisi II DPR mengkaji ulang usulan penggunaan e-voting dalam pelaksanaan pemilu 2024. Menurutnya, pemungutan suara manual di TPS merupakan cara yang demokratis dan lebih transparan.
ADVERTISEMENT
"Penggunaan e-voting sebaiknya perlu dipertimbangkan ulang usulan penggunaannya dalam pemilu di Indonesia. Pemungutan dan penghitungan suara manual di TPS disebut-sebut sebagai tahapan paling demokratis yang mendorong transparansi dan akuntabilitas pemilu," kata Titi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan komisi II, Selasa (30/6).
"Ketika e-voting diberlakukan, dapat menghilangkan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan partisipatif di pemungutan dan penghitungan suara di TPS," sambung dia.
Terlebih, kata dia, beberapa negara yang telah melaksanakan e-voting mengalami sejumlah persoalan dalam pemungutan suara. Seperti, penerapan e-voting di Kenya yang mengakibatkan terjadinya penggelembungan suara yang berujung konflik pada pemilu 2007.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
Lalu, di Belanda, muncul gelombang protes dan kampanye 'we don’t trust the machine' untuk mempertanyakan penggunaan e-voting. Dari pengalaman sejumlah negara, Titi menilai penerapan e-voting belum tepat untuk dilakukan.
ADVERTISEMENT
"E-voting dalam praktiknya menyisakan persoalan dan banyak negara cenderung meninggalkan penggunaan e-voting dan kembali ke pemungutan suara manual," jelas Titi.
Karena itu, Titi menyarankan lebih baik Komisi II mempertimbangkan penggunaan teknologi untuk melakukan rekapitulasi atau e-rekap agar pelaksanaannya lebih efisien. Penerapan e-rekap, kata dia, dapat dilakukan secara bertahap dan melakukan uji coba berulang kali agar berjalan baik.
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
"Dibandingkan dengan e-voting penggunaan teknologi informasi dalam bentuk rekapitulasi elektronik e-rekap lebih relevan digunakan di Indonesia karena selain tetap membuka ruang pengawasan partisipatif dari publik, rekapitulasi elektronik dapat menghadirkan efisiensi dan mempercepat proses rekapitulasi," tutur dia.
e-rekap akan diterapkan pertama kali di Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah. e-rekap adalah pengembangan dari scan C1 yang diterapkan KPU sejak Pemilu 2014, dan menampilkan datanya dalam tabulasi di website.
ADVERTISEMENT
"Meski demikian, penggunaan e-rekap perlu dilakukan secara bertahap dengan persiapan yang matang dan uji coba berulang-ulang guna mendorong kepercayaan publik terhadap sistem e-rekap," tandas Titi.
---
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk! bantu donasi atasi dampak corona