Perludem Ingatkan KPU Tak Boleh Berspekulasi soal Sistem Pemilu Jadi Tertutup

2 Januari 2023 14:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari (tengah) menyampaikan keterangan kepada wartawan pada konferensi pers di KPU RI, Jakarta, Rabu (21/12/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari (tengah) menyampaikan keterangan kepada wartawan pada konferensi pers di KPU RI, Jakarta, Rabu (21/12/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang meminta parpol mengantisipasi sistem pemilu yang sedang digugat ke MK bisa menjadi proporsional tertutup, menuai protes dari parpol-parpol.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu Demokrasi), Khoirunnisa, menyebut KPU tidak boleh berspekulasi soal sistem yang nantinya akan digunakan.
“KPU itu bekerjanya harus berkepastian hukum, dan saat ini yang pasti dan existing regulasinya adalah menggunakan proporsional terbuka,” kata Khoirunnisa kepada kumparan, Minggu (2/1).
Khoirunnisa menyebut salah satu prinsip penyelenggaraan pemilu itu harus bisa diprediksi. Saat ini, selama belum ada putusan dari MK, kata Nisa, peraturan yang berlaku masih menggunakan sistem proporsional terbuka sesuai UU Pemilu.
“Bahwa sedang ada yang judicial review ke MK ya biar jadi proses yang lain. Jadi tidak bisa KPU melakukan proyeksi-proyeksi seperti ini,” kata dia.
Soal proporsional tertutup yang sedang dalam gugatan di MK ini juga direspons dari sejumlah partai. Mereka mayoritas menolak jika menggunakan sistem proporsional tertutup.
ADVERTISEMENT
“Masing-masing memang punya keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Bagi partai politik pun juga punya preferensinya masing-masing. Ada partai yang diuntungkan dengan proporsional terbuka, ada partai yang diuntungkan dengan proporsional tertutup,” imbuhnya.
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Lebih jauh, Nisa berpandangan antara sistem proporsional terbuka dan tertutup keduanya memiliki kekurangan dan kelebihan. Ia mencontohkan, penggunaan surat suara akan lebih efisien jika menggunakan sistem proporsional tertutup, sebab dalam surat suara hanya ada gambar partai saja.
“Surat suara akan lebih sederhana, karena di surat suara hanya akan ada tanda gambar partai politik saja. Tidak ada nama-nama calegnya,” ujar dia.
Sistem proporsional tertutup ini sempat digunakan di Indonesia pada 2004, kemudian melalui Putusan MK pada 2008 digugat dan menjadi sistem proporsional tertutup.
ADVERTISEMENT
Saat ini, sedang soal sistem proporsional tertutup ini sedang diajukan uji materi di MK yang diajukan oleh enam orang. Tiga orang dari parpol dan tiga lainnya non-parpol.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asyari membuat pernyataan agar Parpol tidak terburu-buru dan antisipasi kalau MK mengabulkan gugatan dan sistem pemilu diubah menjadi sistem proporsional tertutup.
“Saya tidak mengatakan bahwa arahnya sistem proporsional tertutup. Bahwa sedang ada gugatan terhadap ketentuan pemilu proporsional terbuka di MK. Itu, kan, kemungkinannya dua: dikabulkan dan ditolak,” kata Hasyim di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (30/12).
Hasyim mengimbau agar para bakal calon legislatif tidak terlalu terburu-buru untuk memasang spanduk atau baliho. Sebab, jika nantinya diputuskan untuk sistem proporsional tertutup, yang dipilih hanya partai politiknya saja.
ADVERTISEMENT
“Kalau dikabulkan kan arahnya tertutup. Kalau ditolak masih tetap terbuka. Dalam situasi yang kayak begini, saya menyarankan lebih baik orang-orang ini menahan diri. Kalau tiba-tiba, kan sangat mungkin nih keputusannya jadi tertutup,” tuturnya.
Atas pernyataannya tersebut, sejumlah Parpol mengkritik ketua KPU. Kritik juga dilontarkan dari Komisi II DPR RI.