Perludem: Kemendagri Harusnya Pilih Pj Atas Masukan DPRD

12 Mei 2022 18:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
ADVERTISEMENT
Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menyayangkan penunjukan 5 Pj Gubernur yang dilantik Mendagri Tito Karnavian pada Kamis (12/5) pagi ini yang terkesan tak transparan kepada publik.
ADVERTISEMENT
Titi menilai Kemendagri seharusnya meminta masukan DPRD sebelum menunjuk Pj Gubernur.
"Untuk memperluas partisipasi dan akuntabilitas sebelum mengangkat penjabat, presiden/mendagri bisa terlebih dahulu meminta pendapat dan masukan dari DPRD setempat," tutur Titi, Kamis (12/5).
"Misalnya, sebelum pemilihan nama calon penjabat dilakukan, terlebih dahulu meminta masukan terkait kondisi riil daerah serta kriteria Penjabat yang diharapkan DPRD untuk menjawab kebutuhan riil daerah tersebut, termasuk usulan nama yang dibutuhkan daerah," kata Titi.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian lantik 5 PJ Gubernur di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Kemendagri
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian lantik 5 PJ Gubernur di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Foto: Kemendagri
Setelah ada nama calon penjabat, Presiden, Mendagri bisa meminta pendapat dan masukan DPRD terhadap nama calon penjabat yang tersebut.
Titi berharap penunjukan Pj bupati dan wali kota yang akan dilakukan berikutnya bisa transparan. Tidak seperti praktik pengisian Pj Gubernur seperti saat ini.
ADVERTISEMENT
Ia menekankan, perlu ada mekanisme keterlibatan pemangku kepentingan daerah yang lebih besar.
Titi pun mengingatkan, dalam Putusan Mahkamah Agung No. 67/PUU-XIX/2021, MK menegaskan proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah masih dalam ruang lingkup pemaknaan 'secara demokratis' sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945.
Titi melanjutkan, perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU No. 10 Tahun 2016.
"Sehingga tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi. Sekaligus memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian penjabat berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, proses pengisian penjabat yang berlangsung saat ini belum menindaklanjuti substansi yang ditekankan putusan MK. Ia melihat pengisian penjabat masih berlangsung eksklusif dan hanya melibatkan komponen eksekutif sebagaimana praktik yang berlangsung selama ini.
Apabila proses pemilihan penjabat tidak dijelaskan dengan baik kepada publik, tentu akan berimbas pada spekulasi dan berkurangnya kepercayaan pada penjabat yang diangkat.
"MK beri pertimbangan hukum sangat baik. Tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak menindaklanjuti putusan MK tersebut. Apalagi secara faktual, peraturan-peraturan yag digunakan dalam pengisian penjabat itu masih merupakan peraturan pelaksana dari UU Pemerintahan Daerah yang lama yaitu UU No. 32 Tahun 2004. Padahal UU tersebut tidak lagi berlaku dan sudah digantikan dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," pungkas Titi.
ADVERTISEMENT