Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi menyurati KPU agar Ketum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) masuk ke daftar calon tetap (DPT) DPP pada Pemilu 2019. Surat tersebut diteken Menteri Sekretariat Negara Pratikno tertanggal 22 Maret 2019.
ADVERTISEMENT
Namun, permintaan tersebut ditolak. KPU tetap berpegangan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan OSO tak bisa menjadi caleg DPD karena pengurus partai.
Tindakan Jokowi yang menyurati KPU ini mendapat kritikan dari lembaga dan aktivis pemilu, seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan KPU merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional dan mandiri. Oleh karena itu, sebagai lembaga yang mandiri, tak bisa diintervensi oleh pihak mana pun termasuk presiden.
"Karena itu dia tidak boleh dipaksa atau kemudian ditekan untuk mengikuti apa yang dikehendaki pihak luar. Termasuk presiden, DPR, DPD atau pihak mana pun," kata Titi saat dihubungi kumparan, Jumat (5/4).
"Konteks kemandirian itu, betul-betul dalam konsep bahwa KPU itu harus bersikap terbuka, transparan, akuntabel dan juga partisipatif dalam menyelenggarakan pemilu," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Titi mengatakan, secara kelembagaan, KPU memang bisa meminta konsultasi berbagai pihak seperti presiden, DPR. Namun, keputusan bulat tetap ada di KPU tanpa ada pihak mana pun yang mengintervensi.
"Memang KPU itu wajib berkonsultasi dalam pembentukan PKPU (Peraturan KPU) dengan pemerintah dan DPR. Tetapi keputusan dari hasil konsultasi itu tidak mengikat KPU dalam pembuatan keputusan akhir jadi keputusan akhir tetap pada KPU mau menggunakan hasil konsultasi atau tidak," jelas Titi
"Jadi bagi saya itu surat hanya sekedar meneruskan saja surat yang diterima oleh presiden kepada KPU. Tidak ada keharusan paksaan atau tekanan bagi KPU untuk mengikutinya," kata Titi.
Sebelumnya, dalam surat Mensesneg bernomor R. 49/M. Setneg/D-1/HK.06.02/3/2019 itu, Jokowi meminta agar KPU menjalankan putusan PTUN Jakarta. PTUN sebelumnya mengabulkan permohonan gugatan OSO terkait pencalonannya sebagai anggota DPD pada Pemilu 2019.
ADVERTISEMENT
PTUN memutuskan untuk membatalkan Keputusan KPU RI Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019, tertanggal 20 September 2018. Majelis hakim kemudian meminta KPU untuk menerbitkan DCT yang baru dengan memasukkan nama OSO.
KPU mencoret nama OSO dari DPT DPD di Pemilu 2019 lantaran masih menjabat sebagai pengurus partai. Sebab, sesuai aturan, seorang caleg DPD diharuskan bukan merupakan pengurus partai.
Hal tersebut dikuatkan dengan putusan MK yang menyatakan anggota DPD tak boleh lagi rangkap jabatan dengan menjadi pengurus parpol. Keputusan ini termaktub dalam putusan No. 30/PUU-XVI/2018.