Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Perludem Kritisi Eks Koruptor Aktif di Parpol, Sikap Antikorupsi Dipertanyakan
3 Februari 2022 15:22 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Sosok mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy atau Romy, menuai sorotan karena kembali aktif di partai menghadiri Mukerwil PPP Yogyakarta. Romy pernah tersandung kasus suap jual beli jabatan di Kemenag pada 2020 silam.
ADVERTISEMENT
“Ya [tidak etis]. Kita bicara soal kepantasan, etika, walaupun memang praktik seperti itu banyak, tidak hanya kasus PPP itu, yang lain juga, misalnya ada yang aktif kembali di partai, sehingga menjadi catatan juga, partai itu serius atau tidak [dalam sikap antikorupsi]?” tanya Ninis ketika dihubungi, Kamis (3/2).
Menurutnya, parpol harus tegas menolak kadernya yang terbukti korupsi. Hal itu bisa terwujud melalui peraturan tertulis yang melarang keterlibatan eks koruptor dalam kepengurusan hingga pencalonan dalam pemilu.
“Parpol itu, kan, institusi yang bisa, kalau kita bicara semangat antikorupsi, ya, seharusnya menjunjung tinggi nilai tersebut. Ketika dia mau calonkan orang, harus ada pertimbangan nilai-nilai antikorupsi supaya ketika partai punya jargon tidak dukung korupsi, orang bisa lihat secara nyata,” ujar dia.
ADVERTISEMENT
“Misal partai punya etika organisasi, SOP yang harus bisa jadi pengurus misalnya tidak pernah sama sekali terjerat kasus korupsi, sehingga tidak buka ruang bagi mereka yang pernah berkasus bisa aktif kembali dan bahkan dicalonkan dalam pemilu,” lanjutnya.
Walaupun demikian, Ninis menyadari bahwa larangan pencalonan mantan terpidana korupsi dalam pemilu belum diatur secara tegas dalam Undang-undang.
“Kalau ditanya apakah ada larangan secara hukum? Memang tidak ada, bahkan kalau bicara soal mantan terpidana kasus korupsi pun, misalnya mau nyalon di pilkada dan pileg, masih dibolehkan,” jelas Ninis.
Ia menjelaskan, pembatasan hanya berlaku dalam pilkada yang melarang eks koruptor mencalonkan diri selama 5 tahun setelah bebas murni. Sedangkan di pileg, mantan terpidana masih dapat berpartisipasi dengan syarat mendeklarasikan diri sebagai mantan koruptor.
ADVERTISEMENT
“Di pilkada tidak boleh calonkan mantan terpidana kasus korupsi, tetapi harus ada jeda 5 tahun sebelum bebas murni. Kalau di pileg, hanya dideklarasi saja bahwa dia pernah terpidana korupsi. Jadi agak beda karena Undang-undangnya beda, UU Pemilu dan UU Pilkada,” sambungnya.
Karena itu, Perludem mendorong penyamaan aturan dalam pilkada dan pileg sehingga menutup peluang eks koruptor aktif kembali di parpol dan bahkan mencalonkan diri dalam Pemilu.
“Kalau di pileg sebaiknya disamakan saja supaya tidak ada perbedaan perlakuan antara pemilu dan pilkada. Karena, toh, sebenarnya niatnya sama, supaya parpol itu mencalonkan orang yang benar-benar sudah terbebas dari kasus korupsi, menunjukkan semangat antikorupsi,” tutupnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menyebut masalah hukum Romy sudah selesai sehingga bisa kembali bergabung dalam PPP. Romy saat ini masih tercatat sebagai kader PPP, namun tidak duduk di struktur partai baik di pusat maupun wilayah.
ADVERTISEMENT
“Saya melihatnya [Romy aktif kembali di PPP] hal yang wajar saja karena secara hukum tidak ada halangannya. Beliau sudah menjalani vonis hakim dengan baik, bagi kami masalah itu sudah tutup buku,” kata Arsul saat dimintai tanggapan, Rabu (2/2).