Perludem soal Putusan MK: Harusnya Semua Parpol Diverifikasi Faktual

30 Mei 2021 13:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi partai politik. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi partai politik. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Putusan MK Nomor 55/PUU-XVIII/2020 memutuskan partai politik yang sudah lolos dalam ambang batas parlemen pada pemilu sebelumya, tak lagi mengikuti proses verifikasi faktual.
ADVERTISEMENT
Artinya, dalam mengikuti pemilu 2024, 9 parpol yang kini mendapatkan kursi di DPR mendapatkan keistimewaan hanya mengikuti proses verifikasi administrasi saja.
Sementara, bagi partai baru dan yang tak lolos ambang batas parlemen pada pemilu 2019, diwajibkan mengikuti keduanya yaitu verifikasi faktual dan juga verifikasi administrasi.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menilai atas dasar keadilan, seharusnya semua partai wajib mengikuti dua proses verifikasi baik administrasi atau faktual.
Tak boleh ada keistimewaan terhadap partai tertentu, hanya karena sudah lolos ambang batas parlemen pada pemilu lalu.
"Atas nama keadilan ya harusnya sama startnya. Karena salah satu ekosistem untuk memperkuat parpol ya mereka harus ada dalam ekosistem yang adil demokratis," kata Khoirunnisa dalam diskusi secara dari daring, Minggu (30/5).
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Dia kemudian menjelaskan dalam pembahasan itu pun ada dissenting opinion dari 3 hakim MK. Sebab, ada sejumlah pertimbangan ketika putusan itu dikeluarkan.
ADVERTISEMENT
"Pertimbangannya masih sama dengan putusan MK sebelumnya bahwa verifikasi faktual penting karena pertimbangan hukumnnya adalah parpol itu ketika mereka mendaftarkan sebagai parpol peserta pemilu itu pada start yang sama," ujarnya.
"Jadi tidak berbeda baik itu partai yang sudah lolos PT, sudah punya kursi atau tidak. Startya sama. Sehingga putusannya pun sama," imbuhnya.
Dia menyebut kondisi tiap parpol ada kemungkinan berbeda saat hasil verifikasi faktual 2019 menghadapi 2024. Misal, jumlah kepengurusan yang bisa jadi ada pertambahan karena daerah otonom baru. Sehingga, tetap perlu dilakukan verifikasi faktual.
"Artinya kalau kondisi sekarang provinsinya adalah 34, tapi kan yang namanya daerah ada kemungkinan untuk mekar begitu kemungkinan bertambah," ujarnya.
"Oke kalau sekarang memenuhi 34 kantor, cuma kalau ternyata ada penambahan pemekaran wilayah kan bisa dikatakan bahwa 100 persennya bukan 34 lagi, tapi jumlah pemekarannya juga di kabupaten-kota," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Berikutnya soal syarat keanggotaan yang menurutnya itu sangat dinamis. Apalagi, misalnya ada anggota parpol yang pindah dari satu partai ke partai lainnya.
"Misalnya kita tahu muncul partai baru yang bisa dikatakan pecahan partai lama. Ya mungkin saja anggota parpol yang lama ini pindah ke lecahan partai baru. Nah ini kan juga kemudian harus dicek ulang kembali apakah masih relevan keanggotaan 2019 lalu dengan 2024," ujarnya.
Selain itu juga dia mempertanyakan bagaimana memastikan keterwakilan perempuan dalam kepengurusan yang menjadi komitmen setiap parpol jika tidak dilakukan verifikasi faktual. Tentu, hal itu tak bisa jika hanya dilakukan dengan verifikasi administrasi semata.
"Bagaimana parpol yang sudah punya tiket ini menuju 2024 menjaga komitmen mereka, menjaga terhadap representasi perempuan. Kan salah satu syaratnya adalah partai politik harus punya keanggotaan 30 persen perempuan, nah apa dampaknya," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampai ketika dia tidak diberikan verifikasi faktual jangan sampai tiap partai tidak menjadi serius menempatkan perempuan-perempuan ini di kepengurusan parpol. Jadi ya pelengkap administrasi saja. Jangan sampai demikian," pungkasnya.