Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Saat bertemu Presiden Jokowi, Raja Belanda Willem Alexander melontarkan permintaan maaf atas kekerasan yang dilakukan leluhurnya di masa penjajahan lalu. Willem juga meminta maaf karena Belanda tetap melakukan agresi militer setelah Indonesia merdeka.
ADVERTISEMENT
"Sesuai dengan pernyataan pemerintahan saya, saya ingin menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf saya atas kekerasan berlebihan dari pihak Belanda pada tahun-tahun itu," kata Willem di Istana Negara, Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3).
"Pada tahun-tahun segera setelah proklamasi, pemisahan yang menyakitkan terjadi yang menelan banyak korban jiwa," imbuhnya.
Menurut media Belanda, Trouw.nl, ini adalah pernyataan maaf pertama oleh Raja Belanda kepada Indonesia. Sebelumnya pada 1995, Ratu Beatrix mengomentari agresi Belanda hanya dengan mengatakan "kami sangat sedih banyak yang tewas dalam pertempuran".
Pada 2005, Menteri Luar Negeri Belanda Ben Bot juga mengeluarkan pernyataan serupa, mengatakan bahwa Belanda ada "di sisi yang salah dari sejarah".
Barulah pada 2013 Dubes Belanda untuk Indonesia ketika itu meminta maaf atas pembunuhan warga Indonesia pada Perang Kemerdekaan. Pernyataan yang sama diulangi oleh Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koenders pada 2016.
ADVERTISEMENT
Pro dan kontra lantas muncul di Belanda atas permintaan maaf kali ini. Sejarawan Belanda, Esther Captain, adalah pihak yang mendukungnya, mengatakan permintaan maaf yang dilontarkan Raja Willem itu memiliki arti yang sangat penting.
Apalagi, ucapan tersebut mendukung fakta jika ada kekerasan ekstrem yang pernah terjadi di 'negara merdeka yang hendak diduduki lagi oleh Belanda'.
"Istilah sebelumnya, 'tindakan hukum', seolah-olah itu adalah konflik internal. Kita benar-benar tidak bisa melarikan diri lagi," kata Captain dilansir Nos, Selasa (10/3).
Ia menilai, perkembangan teknologi memungkinkan generasi muda Belanda untuk datang ke Indonesia dan mendengarkan sejarah dari dua belah pihak. Raja Willem, kata Captain, adalah bagian dari generasi muda tersebut, yang bisa mengajukan berbagai pertanyaan yang dianggap tabu di generasi sebelumnya.
Belanda sebelumnya tidak pernah mengajukan permintaan maaf karena khawatir hal itu akan berpengaruh terhadap ekonomi negara. Namun, Captain menyebut, sudah ada kesadaran moral yang tumbuh, sehingga Belanda tak perlu lagi membuat alasan soal hal itu.
ADVERTISEMENT
Namun penentangan datang dari The Federation of Indonesian Dutch, perkumpulan warga keturunan tentara kolonial dan warga Belanda di Indonesia pada masa perang.
Salah satu anggota dewan federasi, Micha'el Lentze mengaku terkejut dengan permintaan maaf yang dilontarkan Raja Willem. Menurut dia, Indonesia sama bersalahnya dengan Belanda pada perang di akhir 1940-an.
"Orang Hindia Belanda sangat menderita karena teror Indonesia tahun 1945-1949. Itulah salah satu alasan mengapa militer Belanda dikerahkan. Indonesia cuci tangan dengan mengaku tidak bersalah. Penderitaan orang-orang Indian Dutchman telah diabaikan selama 75 tahun ini," tegas Lentze.
Ia menilai, keputusan Raja Willem untuk meminta maaf terlalu tergesa-gesa. Seharusnya, ucapan itu baru keluarkan setelah ada keputusan dari NIOD --lembaga di Belanda yang fokus pada arsip dan pembelajaran sejarah di Perang Dunia II.
ADVERTISEMENT
Protes senada juga dilontarkan mantan pesepak bola Belanda, André Wetzel. Nenek André adalah salah satu orang Belanda yang terbunuh oleh pejuang Indonesia di masa kemerdekaan.
"Ini adalah hal paling mengerikan yang telah terjadi. Tapi ini adalah isyarat yang baik dari Raja selama Belanda ingat bahwa kejahatan dilakukan oleh kedua pihak," ucap André.