Perpres Supervisi Terbit, Ini Aturan KPK Ambil Alih Kasus dari Polri-Kejaksaan

28 Oktober 2020 11:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perpres supervisi KPK akhirnya diterbitkan Presiden Jokowi. Perpres Nomor 102 Tahun 2020 itu diteken Jokowi pada 20 Oktober atau setahun lebih setelah UU KPK yang baru, UU 19/2019, berlaku.
ADVERTISEMENT
Perpres tersebut bukan hanya mengatur teknis supervisi KPK dalam melakukan pengawasan, penelitian, dan/atau penelaahan kasus-kasus korupsi yang ditangani Polri dan Kejaksaan.
Perpres itu juga mengatur teknis KPK mengambil alih perkara dari Polri dan Kejaksaan berdasarkan hasil supervisi. Kewenangan itu tercantum di Pasal 9 ayat (1) yang berbunyi:
(1) Berdasarkan hasil Supervisi terhadap perkara yang sedang ditangani oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih perkara Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/ atau Kejaksaan Republik Indonesia.
Ilustrasi kasus KPK Foto: Basith Subastian/kumparan
Adapun teknis pengambilalihan perkara diatur di Pasal 9 ayat (2), (3), dan (4) yang berbunyi:
(2) Dalam melakukan Pengambilalihan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), Komisi Pemberantasan Korupsi memberitahukan kepada penyidik dan/atau penuntut umum yang menangani perkara Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
(3) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan Pengambilalihan perkara dalam tahap penyidikan dan/atau penuntutan, instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi wajib menyerahkan tersangka dan/atau terdakwa dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan paling lama 14 (empat belas) Hari, terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
(4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Kejaksaan Republik Indonesia pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ilustrasi tahanan KPK. Foto: Dok. KPK
Teknis pengambilalihan perkara tersebut sama seperti yang diatur di UU 19/2019. Namun dalam Pasal 10 ayat (2) UU tersebut, diatur alasan apa saja yang bisa membuat KPK mengambil alih perkara dari Polri dan Kejaksaan. Berikut bunyinya:
ADVERTISEMENT
(2) Pengambilalihan penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:
a. laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti;
b. proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungiawabkan;
c. penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sesungguhnya;
d. penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi;
e. hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Berikut isi lengkap Perpres tersebut: