Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Pertama Kali Bertemu Sejak Invasi, Putin dan Xi Jinping Bersumpah Saling Dukung
16 September 2022 11:32 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Dengan latar belakang krisis pangan hingga energi akibat invasi ke Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin menemui Presiden China Xi Jinping di Uzbekistan pada Kamis (15/9). Keduanya bersumpah untuk saling menopang kepentingan satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Mereka melangsungkan pertemuan di sela-sela KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Samarkand pada 15-16 September 2022. Agenda tersebut merupakan pertemuan tatap muka pertama kedua pemimpin sejak Rusia mengerahkan pasukan ke Ukraina pada 24 Februari.
Dalam kesempatan itu, Putin dan Xi berjanji mengambil peran utama dalam memulihkan stabilitas global. Mereka turut mengungkapkan janji untuk saling mendukung kepentingan inti kedua negara.
"Kami sangat menghargai posisi seimbang dari teman-teman China kami sehubungan dengan krisis Ukraina," jelas Putin kepada Xi, dikutip dari AFP, Jumat (16/9).
Putin kemudian turut menyinggung kepentingan inti Xi. Dia menegaskan komitmen Rusia terhadap prinsip 'satu China', serta mengutuk provokasi Amerika Serikat (AS) di Taiwan.
AS sebelumnya memicu amarah dengan lawatan Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, ke Taiwan. Washington lalu mengumumkan rencana untuk mengerahkan bantuan militer senilai miliaran dolar ke Taiwan.
ADVERTISEMENT
"Kami menganut prinsip satu China. Kami mengutuk provokasi AS dan satelitnya di Selat Taiwan," tegas Putin.
Negara-negara tersebut tampaknya tengah meraba-raba batas persahabatan mereka. Sebab, Rusia tengah mengadang kemunduran dalam pergerakan militernya di Ukraina.
Ungkapan penuh formalitas itu berbeda jauh dengan perjanjian 'persahabatan tanpa batas' yang mereka janjikan saat Putin menghadiri Olimpiade Musim Dingin di Beijing.
Sebagai sekutu dekat selama Perang Dingin, kedua negara menjalin hubungan erat. Rusia dan China bertindak sebagai penyeimbang dari dominasi global AS. Meluncurkan kerja sama militer, China mengirimkan ratusan tentara untuk latihan di Timur Jauh Rusia.
Kementerian Pertahanan Rusia juga mengumumkan patroli bersama antara kapal perang Moskow dan Beijing di Pasifik pada Kamis (15/9). Terlepas dari peningkatkan kerja sama, pertemuan kedua pemimpin negara tetap datang selama masa penuh gejolak.
ADVERTISEMENT
Ketika Rusia membendung kerugian menakjubkan di medan perang, China terlibat dalam perselisihan dengan negara-negara Barat atas Taiwan dan pelanggaran HAM di Xinjiang. Pertemuan tersebut lantas memiliki makna penting bagi Putin maupun Xi.
Xi sedang mempersiapkan diri untuk masa jabatan ketiga. Dia berusaha membangun kehadiran diplomatiknya menjelang Kongres Nasional Partai Komunis China pada Oktober.
Tetapi, Xi tampaknya tak akan menawarkan dukungan konkret bagi Putin. Sebab, dia berisiko menghadapi pembalasan dari Barat.
Dengan demikian, tantangan domestiknya akan semakin bertambah. Xi sudah membendung kelambanan ekonomi, krisis properti, dan kekecewaan publik atas kebijakan ketat nol-COVID.
Sementara itu, Putin tengah mengindikasikan, dia masih menjadi pengaruh utama di panggung internasional terlepas dari isolasi Barat.
Namun, dia mendapati keretakan dalam hubungannya dengan Xi. Dia mengungkap, Xi memiliki kekhawatiran tentang situasi di Ukraina.
ADVERTISEMENT
Melancarkan serangan balasan, Ukraina mengaku telah merebut kembali wilayah seluas 8.000 kilometer persegi dari pasukan Rusia.
Kemajuan tersebut mengangkat tekad pasukannya untuk membela negara, serta menjadi kabar baik bagi Barat yang telah menyediakan persenjataan hingga pelatihan militer untuk Ukraina.
Pasukan Rusia dikabarkan tergesa-gesa meninggalkan puluhan kendaraan lapis baja mereka. Hingga kini, Putin belum menanggapi laporan kegagalan pasukannya dalam beberapa pekan terakhir.
"Kami memahami pertanyaan dan kekhawatiran Anda tentang hal ini. Dalam pertemuan hari ini, kami tentu saja akan menjelaskan posisi kami," tutur Putin kepada Xi.
Komentar tersebut menunjukkan perubahan sikap China yang menjadi lebih kritis terhadap Rusia. Pengamat mengatakan, Putin mengakui tekanan untuk mundur untuk pertama kalinya.
ADVERTISEMENT
"Rusia telah menjadi paria bagi G7 karena invasi mereka. China tidak ingin terlibat dengan itu," cuit profesor ilmu politik di Universitas Columbia, Ian Bremmer, di Twitter.
ADVERTISEMENT
Sejak awal invasi Rusia ke Ukraina, China memang mempertahankan posisi yang berimbang. Beijing menyerukan perdamaian, tetapi menyalahkan ekspansi NATO yang mengancam keamanan Rusia.
China juga memberikan dukungan moril tanpa harus menyalurkan bantuan dana maupun militer kepada Rusia. Pasalnya, tindakan semacam itu akan mengantarkan sanksi kepada China.
Ketika KTT SCO berlangsung, AS kembali menyinggung posisi China. AS meminta China agar tegas mengecam Rusia lantaran mengobarkan perang di Ukraina.
"Menurut kami, siapa pun tidak seharusnya berdiri di tepi," ujar juru bicara Gedung Putih, John Kirby, dikutip dari Reuters.
"Seluruh dunia harus berdiri bersama melawan apa yang dilakukan Putin," tambah dia.