Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pertamina Patra Niaga Bicara Terkait Penggeledahan Bareskrim soal BBM Non Tunai
10 November 2022 6:47 WIB
ยท
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga (PPN), Irto Ginting, buka suara terkait penggeledahan yang dilakukan Bareskrim Polri di 2 kantor PPN.
ADVERTISEMENT
Penyidik Bareskrim Polri sebelumnya menggeledah kantor PPN di Jalan Rasuna Said dan Jalan Mega Kuningan Barat III, Rabu (9/11). Penggeledahan itu terkait kasus dugaan korupsi jual beli BBM non tunai yang merugikan negara Rp 451 miliar lebih. Kasus ini melibatkan PT PPN dengan dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) yang mulai diselidiki pada Agustus 2022 lalu.
"Bareskrim memang telah mendatangi kantor Pertamina Patra Niaga untuk mendapatkan informasi terkait bisnis Pertamina dengan pihak AKT. Kami menghormati proses hukum yang sedang dilakukan oleh aparat penegak hukum," kata Irto dalam keterangannya, Kamis (10/11).
Irto mengungkapkan saat ini kasus tersebut dalam tahap penyidikan. Pihaknya akan menghormati proses hukum yang tengah berjalan tersebut.
"Pada dasarnya PPN patuh pada seluruh proses hukum yang sedang berjalan yang saat ini. Prosesnya hukum sampai saat ini masih dalam tahap penyidikan di Bareskrim Polri," kata Irto.
ADVERTISEMENT
Irto menerangkan selama proses penyidikan pihaknya juga mendukung pemeriksaan yang dibutuhkan oleh penyidik. Sejumlah saksi maupun dokumen turut diberikan PT PPN untuk membantu penyidikan.
"Selama tahap penyidikan ini PPN selalu mendukung pemeriksaan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri dengan membantu menghadirkan saksi untuk memberikan keterangan, memberikan dokumen dan informasi yang diperlukan, termasuk kedatangan Polri ke kantor Patra niaga adalah untuk mendukung mendapatkan informasi yang diperlukan," kata Irto.
Lebih jauh Irto menjelaskan perkara yang dihadapi pihaknya. Ia mengatakan terjadi piutang macet PT AKT yang timbul dari pelaksanaan jual beli BBM industri tahun 2009-2012.
Menurut Irto PT AKT belum melaksanakan seluruh kewajiban pembayarannya berdasarkan perjanjian sejak 2012. Di sisi lain PT PPN telah melakukan langkah-langkah untuk menagih piutang tersebut, namun tidak pernah terbayar.
ADVERTISEMENT
"PT AKT mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan diputuskan homologasi April 2016, di mana AKT sepakat membayar utang ke PPN mulai tahun 2019. Namun sampai saat ini tidak pernah dibayarkan," kata Irto.
"PPN telah melakukan penagihan realisasi pembayaran utang berkali-kali, bahkan terakhir di Juni dan Oktober 2022," tambahnya.
Irto menegaskan pihaknya selalu mengedepankan aspek-aspek tata kelola yang baik dalam melaksanakan bisnisnya. PT PPN juga patuh dalam melaksanakan keputusan hukum.
"Pada dasarnya PPN patuh pada seluruh keputusan hukum dan sedang terus melakukan upaya untuk mendapatkan pembayaran dari AKT," pungkas Irto.
Latar Belakang Kasus Dugaan Korupsi Perusahaan PT PPN dan PT AKP
Kasus dugaan korupsi ini terjadi pada 2009 hingga 2012. Di mana, PT Pertamina Patra Niaga melakukan perjanjian jual beli BBM secara nontunai dengan PT Asmin Koalindo Tuhup.
ADVERTISEMENT
Awalnya, pada kontrak periode 2009-2010 kesepakatan yang dijalin, yakni 1.500 kiloliter BBM per bulan. Kemudian pada 2010-2011, PT PPN menambah volume pengiriman menjadi 6.000 kiloliter per bulan (Addendum I). Selanjutnya pada 2011-2012, PT PPN lagi-lagi menaikkan volume menjadi 7.500 KL per pemesanan (Addendum II).
"Bahwa pada proses pelaksanaan perjanjian PT Pertamina Patra Niaga dalam tahap pengeluaran BBM, Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan/otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas Rp 50 M berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 tanggal 11 Agustus 2008 tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab, Dan Otorisasi," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.
Selain itu, Dedi menambahkan, PT AKT tidak melakukan pembayaran sejak 14 Januari 2011-31 Juli 2012 dengan jumlah sebesar Rp 19.751.760.915 dan USD 4.738.465 atau senilai Rp. 451.663.843.083.
ADVERTISEMENT
Dedi menjelaskan, Direksi PT PPN tidak melakukan pemutusan kontrak penjualan dengan PT AKT yang tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah dikirimkan. PT PPN pun tak berupaya untuk melakukan penagihan.
"Tidak adanya jaminan colateral berupa bank garansi atau SKBDN dalam proses penjualan BBM Non tunai sehingga PT PPN mengalami kerugian pada saat PT AKT tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah diterimanya sejak tahun 2009 sampai dengan 2012," jelas Dedi.
Kemudian, berdasarkan data rekonsiliasi verifikasi tagihan kreditur pada proses PKPU N0. 07/PDT.SUS-PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 4 April 2016, PT AKT belum membayar BBM yang telah dikirim senilai Rp 451.663.843.083.
Dari data yang disiapkan akuntansi utang piutang PT PPN juga tercatat BBM jenis solar yang sudah terkirim ke PT AKT sebanyak 154.274.946 liter atau senilai Rp 278.590.775.399 dan USD 102.600.314.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan hasil penyelidikan terdapat dugaan penerimaan uang oleh pejabat PT PPN yang terlibat dalam proses perjanjian penjualan BBM non tunai antara PT PPN dengan PT AKT. pada periode saat terjadinya proses penjualan BBM tersebut," ujarnya.
Lebih lanjut, Dedi menuturkan, dari hasil penyelidikan terdapat indikasi kerugian negara yang dihitung berdasarkan jumlah BBM yang dikirim PT PPN ke PT AKT sesuai dengan kontrak dan Addendum I, II yang belum dilakukan pembayaran. Apabila di total, negara mengalami kerugian sebesar Rp 451.663.843.083.
"Penyidik pun melakukan langkah-langkah selanjutnya dengan membuat rencana penyidikan, melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan melakukan profiling kepada pihak-pihak yang diduga terlibat guna aset recovery," tutup Dedi.
Penyidik pun telah menaikkan status kasus itu ke tahap penyidikan. Penyidik menduga dalam perkara itu melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
ADVERTISEMENT