Pertimbangan Kewarganegaraan Ganda: Tuai Dukungan, tapi Ada Konsekuensi

1 Mei 2024 12:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
Ilustrasi Paspor Indonesia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Paspor Indonesia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rencana pemberian kewarganegaraan ganda selalu menuai pro dan kontra di Indonesia. Mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal dan anggota Komisi I DPR, memberikan tanggapannya terkait pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan itu.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Luhut menyebutkan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan memberikan kewarganegaraan ganda bagi diaspora Indonesia.
"Ini sudah lama memang saya dorong kepada pemerintah, bagus kalau Pak Luhut dukung juga," tutur Founder FPCI itu kepada kumparan, Rabu (1/5).
Sejak 2013, Dino telah menyatakan dukungannya terhadap isu ini. Menurut Dino, dwi kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda yang diterapkan bagi diaspora Indonesia di luar negeri akan menambah nilai bagi kemajuan Indonesia.
"Saya mendukung dwi kewarganegaraan secara selektif, berdasarkan analisa untung dan rugi, baik dari sisi inovasi, teknologi, maupun modal bagi kepentingan Indonesia," ungkap Dino pada November 2013.
Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono, juga sepakat dengan gagasan Luhut itu. Meski begitu, Dave mengatakan perlu ada pembahasan komperhensif terkait rencana tersebut.
ADVERTISEMENT
"Tentu perlu pendalaman akan hal ini, memastikan nilai-nilai positifnya sejauh mana. Dalam setiap kebijakan pasti ada baik dan kurang baiknya. Agar pemerintah dan DPR dapat benar-benar mendalami hal ini," kata Dave kepada wartawan.
Dave menuturkan, jika diaspora diberikan kewarganegaraan ganda, otomatis mereka akan mendapat jaminan hukum. Oleh sebab itu ia mendukung wacana ini.
Hikmahanto, pengamat dan Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI), mengatakan prinsip yang mendasari adalah bahwa UU kewarganegaraan tidak boleh diubah secara sembrono.
Menurutnya, jika pemerintah ingin mewujudkan rencana ini, perlu dilakukan amandemen terhadap UU Kewarganegaraan yang sudah ada.
"Pihak yang mendukung berpendapat bahwa langkah ini dapat mengundang talenta dan investasi asing yang menguntungkan bagi pembangunan negara. Namun, pihak yang menentang melihat potensi risiko dari segi keamanan dan pencegahan upaya penghindaran pajak serta pelanggaran hukum lainnya," jelasnya kepada kumparan, Rabu (1/5).
Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juhana dalam program DipTalk kumparan. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
Hikmahanto juga menjelaskan bahwa amandemen UU Kewarganegaraan perlu melibatkan proses di pemerintah dan DPR.
ADVERTISEMENT
"Pengaruhnya bisa macam-macam. Maraknya orang kaya Indonesia tidak bayar pajak di Indonesia. Belum lagi kalau digunakan untuk hal-hal yang negatif seperti menghindar dari kejaran hak aparat penegak hak di Indonesia," ungkapnya.
Menurut Hikmahanto, konsekuensi dari perubahan aturan kewarganegaraan harus dipertimbangkan dengan serius, tidak hanya dari sudut pandang ekonomi, tetapi juga aspek keamanan dan hukum lainnya.
"Jadi harus dipikirkan konsekuensi besarnya tidak hanya dari sisi kepentingan industri digital. Intinya masalah dwikewarganegaraan harus dilihat dari berbagai perspektif, tidak hanya ekonomi," tutupnya.