Perusahaan Mozambik Akui Pesan 2.750 Ton Amonium Nitrat yang Meledak di Lebanon

9 Agustus 2020 10:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas pemadam kebakaran menyemprotkan air ke api setelah ledakan terdengar di Beirut, Lebanon 4 Agustus 2020. Foto: Karim Sokhn/Instagram/via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Petugas pemadam kebakaran menyemprotkan air ke api setelah ledakan terdengar di Beirut, Lebanon 4 Agustus 2020. Foto: Karim Sokhn/Instagram/via REUTERS
ADVERTISEMENT
Perusahaan manufaktur bahan peledak di Mozambik, Fábrica de Explosivos Moçambique (FEM), mengakui memesan 2.750 ton amonium nitrat yang akhirnya meledak di Pelabuhan Beirut, Lebanon. Dasar komponen pupuk bermuatan bahan peledak itu rencananya dibeli untuk kegiatan pertambangan.
ADVERTISEMENT
"Kami dapat memastikan bahwa, ya, kami memang memesannya," kata juru bicara FEM kepada CNN saat memberi keterangan terkait ledakan di Lebanon, Sabtu (8/8).
"Pada hari Rabu lalu, ada beberapa berita yang mengatakan bahwa kargo pembawa amonium nitrat pada awalnya ditujukan ke Mozambik [akhirnya meledak di Beirut]. Jadi, ketika ledakan terjadi, kami tahu itu mungkin punya kami," tuturnya.
Dampak ledakan di area pelabuhan Beirut, Lebanon Kamis (6/8). Foto: Reuters TV via REUTERS
Saat dipesan pada tahun 2013, FEM mengaku amonium nitrat yang mereka pesan tidak pernah sampai ke tangan perusahaan. FEM mengklaim baru mengetahui ribuan ton bahan peledak itu disimpan di sebuah gudang Pelabuhan Beirut selama hampir tujuh tahun.
"Ini tidak lazim. Sama sekali tidak lazim. Biasanya, ketika Anda memesan apa pun yang Anda beli, tidak umum Anda tidak mendapatkan barangnya. Apalagi barang yang kami pesan diangkut menggunakan kapal, tidak seperti barang yang hilang melalui pos, barang tersebut memiliki kuantitas yang besar," tuturnya.
Soerang pria berjalan di dekat lokasi ledakan di daerah pelabuhan Beirut, Lebanon. Foto: Mohamed Azakir/REUTERS
Sisa-sisa ledakan di pelabuhan Beirut, Lebanon. Foto: STR/AFP
Amonium nitrat yang dipesan FEM pada September 2013 dikirim dari Georgia, tempat senyawa kimia tersebut diproduksi. FEM bekerja dengan perusahaan perdagangan luar negeri untuk memfasilitasi pemindahan amonium nitrat dari Georgia ke Mozambik.
ADVERTISEMENT
Amonium nitrat tersebut diangkut dengan kapal Rusia, Rhosus, yang berlabuh sementara di Beirut. Tetapi, beberapa bulan setelah amonium nitrat meninggalkan Georgia, perusahaan perdagangan tersebut melaporkan kepada FEM bahwa barang yang mereka pesan tidak akan tiba.
"Kami baru saja diberi tahu oleh perusahaan perdagangan itu, ada masalah dengan kapal, 'pesanan Anda tidak akan terkirim," kata juru bicara FEM.
"Jadi, kami tidak pernah membayarnya, kami tidak pernah menerimanya," lanjutnya.
FEM akhirnya membeli amonium nitrat lagi untuk menggantikan barang yang hilang. Sementara kapal yang membawa 2.750 ton amonium nitrat itu rupanya ditahan di Pelabuhan Beirut dan disita oleh pejabat Lebanon.
Proses evakuasi korban ledakan di Beirut, Lebanon. Foto: Hassan Ammar/AP
Proses evakuasi korban ledakan di Beirut, Lebanon. Foto: Hassan Ammar/AP
"Itu benar-benar di luar kendali kami," kata juru bicara FEM.
ADVERTISEMENT
Ia mengklaim tidak tahu-menahu soal amonium nitrat yang disimpan di Beirut selama bertahun-tahun lalu meledak menghantam Lebanon. Menurutnya, bahan tersebut tidak dapat disimpan begitu saja jika tak ingin digunakan.
"Ini adalah bahan yang sangat berbahaya, dan Anda perlu mengangkutnya dengan standar transportasi yang sangat ketat," tutur dia.
"Amonium nitrat adalah pengoksidasi yang sangat kuat dan digunakan untuk menghasilkan bahan peledak," sambungnya.
Menurutnya, bobot 2.750 ton masih terbilang kecil dibandingkan dengan pengiriman komersial amonium nitrat lainnya.
"Jumlah itu jauh lebih sedikit dari yang kami gunakan selama ini. Ada beberapa negara di dunia dengan konsumsi tahunan lebih dari 1 juta ton. Ini baru 2,7 ribu [ton]," imbuhnya.
Aksi protes warga di Gedung Parlemen di Beirut, Lebanon. Foto: THAIER AL-SUDANI/REUTERS
Penjelasan pihak Lebanon.
ADVERTISEMENT
Otoritas Pelabuhan Beirut menemukan kesalahan teknis pada mesin kapal pembawa amonium nitrat tersebut. Kapal itu akhirnya dilarang berlayar.
"Setelah memeriksa kapal, kapal itu akhirnya dilarang berlayar," kata perusahaan firma hukum di Lebanon, Baroudi & Associates, dalam sebuah pernyataan.
Otoritas pelabuhan akhirnya menurunkan amonium nitrat tersebut dan disimpan di sebuah gudang. Pada 2019, gudang mulai mengeluarkan bau aneh.
Badan Keamanan mulai membahas penyimpanan bahan kimia yang perlu dihilangkan dari tempat tersebut. Otoritas pelabuhan juga diminta untuk memperbaiki dinding gudang karena sudah mengalami banyak retakan.
Baru pada beberapa hari sebelum ledakan, para pekerja diberangkatkan dan mulai melakukan perbaikan dinding. Perbaikan inilah yang diduga menjadi pemicu kebakaran hingga meledakkan gudang.
Suasana dampak dari Ledakan besar di Beirut, Libanon. Foto: REUTERS
Suasana dampak dari Ledakan besar di Beirut, Libanon. Foto: REUTERS
Pengakuan Pejabat Pelabuhan Beirut
ADVERTISEMENT
Direktur bea cukai di pelabuhan, Badri Daher, mengaku telah menyurati pengadilan agar barang itu dipindahkan. Dalam surat yang ia buat, Daher meminta ribuan ton amonium nitrat itu sebaiknya dijual ke tentara atau perusahaan lokal Lebanon. Tetapi, tidak ada saran yang terwujud.
Meski demikian, klaim Daher menuai banyak kontra. Orang-orang menganggap telah terjadi korupsi besar-besaran atas sistem bea cukai di pelabuhan Lebanon. Sebanyak 16 staf pelabuhan dan bea cukai pun ditahan sebagai tahanan rumah selama penyelidikan berlangsung.
Suasana dampak dari Ledakan besar di Beirut, Libanon. Foto: REUTERS
Presiden buka kemungkinan ledakan dipicu intervensi asing
Presiden Lebanon, Michel Aoun, mengatakan, segala kemungkinan terkait penyebab ledakan di Lebanon tetap terbuka. Meski dugaan awal karena kelalaian pelabuhan, Aoun menegaskan penyelidikan tetap mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti insiden atau intervensi asing.
ADVERTISEMENT
"Penyebab ledakan belum diketahui. Ada kemungkinan gangguan eksternal semisal serangan roket atau bom lainnya," ucap Aoun, seperti dikutip dari Reuters.
Aoun menambahkan, penyelidikan penyebab ledakan akan dilakukan pada tiga tahapan. Namun, ia menolak permintaan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyerukan penyelidikan internasional yang independen.
"Pertama, bagaimana bahan peledak masuk dan disimpan, kedua ini kelalaian atau kecelakaan," ucap Aoun.
"Ketiga kemungkinan adanya intervensi asing," sambung dia.
Akibat kejadian ini, lebih dari 150 orang tewas dan lebih dari 5.000 orang terluka. Ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal. Warga Lebanon juga melakukan demo besar-besaran meminta pemerintah bertanggung jawab atas kelalaian yang terjadi.
Infografik Ledakan di Lebanon. Foto: Chia Aulia/kumparan
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
ADVERTISEMENT
***