Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Pesawat Militer Australia & Selandia Baru Evakuasi Warganya di Kaledonia Baru
21 Mei 2024 16:15 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Sebuah pesawat angkut militer Australia telah berangkat dari Kaledonia Baru, Selasa (21/5). Pesawat itu membawa warga Australia yang terdampar setelah kerusuhan menutup bandara internasional di pulau tersebut.
ADVERTISEMENT
Ini adalah pesawat pertama dari dua pesawat yang akan tiba untuk menyelamatkan 300 warga negara Australia yang telah mendaftar untuk dipulangkan.
Pemerintah di Wellington mengatakan, menurut Flightradar24, sebuah pesawat Angkatan Udara Selandia Baru juga telah tiba. Itu merupakan bagian dari serangkaian penerbangan yang diusulkan untuk membawa pulang warga sekitar 50 orang.
Dikutip dari BBC, kerusuhan dimulai pekan lalu setelah anggota parlemen di Paris menyetujui perubahan yang memungkinkan lebih banyak penduduk Prancis untuk memilih dalam pemilihan lokal. Menurut para pemimpin adat, langkah ini akan melemahkan pengaruh politik penduduk asli.
Setidaknya enam orang, termasuk tiga penduduk asli Kanak, tewas dalam kerusuhan bersama dua petugas polisi. Ratusan lainnya terluka dan lebih dari 200 orang ditangkap di Kaledonia Baru sejak kekerasan meletus pekan lalu.
Australia dan Selandia Baru akan memprioritaskan penerbangan bagi mereka yang memiliki kebutuhan paling mendesak. Daftar penumpangnya akan diatur oleh staf konsuler.
ADVERTISEMENT
Komisi Tinggi Prancis di Kaledonia Baru mengatakan, bandara tersebut tetap ditutup untuk penerbangan komersial. Militer juga akan dikerahkan untuk melindungi bangunan-bangunan publik.
Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong, mengatakan kesiapannya membantu wisatawan dari negara lain. Selain menyaksikan kebakaran dan penjarahan, wisatawan yang terjebak selama lebih dari seminggu juga melaporkan kekurangan pangan.
“Situasi di Kaledonia Baru tetap dinamis, dan para pejabat Selandia Baru terus bekerja sama dengan rekan-rekan Prancis dan mitra lainnya, terutama Australia, untuk menjamin keselamatan rakyat kami di sana,” kata Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Winston Peters, seperti dikutip dari BBC.
Diperkirakan ada sekitar 290 warga Selandia Baru di Kaledonia Baru.
Turis Australia, Maxwell Winchester, mengatakan dia dan istrinya sangat gembira saat mendapat kabar tentang pemulangan. Mereka terjebak di sebuah resor dekat Nouméa selama lebih dari seminggu.
ADVERTISEMENT
“Kami menyadari bahwa kami mungkin tidak akan mendapatkan penerbangan ini, karena mereka yang memiliki kebutuhan lebih tinggi akan diprioritaskan, tetapi setidaknya kami tahu bahwa kami memiliki jalan keluar dalam beberapa hari ke depan,” katanya.
Komisi Tinggi Prancis di Kaledonia Baru melaporkan bahwa polisi Prancis telah “menetralisir” 76 penghalang jalan dan membersihkan puing-puing kendaraan yang terbakar.
Namun, wartawan AFP mengatakan, penghalang jalan dibangun kembali oleh aktivis pro-kemerdekaan Kanak.
Seorang pria berusia 25 tahun, Stanley, berpendapat bahwa usulan reformasi pemungutan suara berarti pemusnahan orang Kanak.
“Kami sudah menjadi minoritas di rumah kami sendiri,” katanya.
Pemerintah Australia mengimbau masyarakat untuk tidak mencoba pergi ke bandara sendiri karena rute tersebut belum dianggap aman.
Pemerintah setempat mengatakan, bandara masih ditutup untuk penerbangan komersial dan keputusan kapan dibuka kembali akan ditinjau pada Kamis (23/5). Diperkirakan sekitar 3.200 orang menunggu untuk keluar atau masuk ke Kaledonia Baru.
Prancis telah mengerahkan 1.050 polisi tambahan untuk meningkatkan keamanan di wilayah tersebut. Sebanyak 600 bala bantuan lainnya akan tiba dalam beberapa jam mendatang. Militer juga dikerahkan untuk melindungi bangunan-bangunan publik.
ADVERTISEMENT
Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan bahwa militer perlu tetap ditempatkan di Kaledonia Baru untuk beberapa waktu.
Seorang anggota kelompok masyarakat Kanak yang memberikan bantuan sosial, Viro Xulue, mengatakan bahwa situasinya mengingatkan pada kerusuhan tahun 1980-an.
“Kami sangat takut dengan polisi, tentara Prancis, dan kami takut dengan kelompok milisi anti-Kanak. Pemerintah Prancis tidak tahu bagaimana mengendalikan orang-orang di sini,” ujarnya.