Petaka di Puncak, Bogor

Petaka Alih Fungsi Lahan di Puncak Berujung Terjangan Banjir di Jabodetabek

17 Maret 2025 20:11 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ridwan pulang dari masjid usai salat tarawih pada hari kedua Ramadan, Minggu (2/6), saat bertemu Ketua RT-nya di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sang Ketua RT langsung memperingatkannya tentang potensi banjir malam itu.
Sungai Ciliwung yang berjarak sekitar 15 meter dari rumah Ridwan memang tengah caah alias mengalir deras karena lebatnya guyuran hujan. Awalnya Ridwan mengira itu hujan biasa, namun sesampainya di rumah, ia terkejut melihat lantai rumahnya telah terendam.
“Ternyata rumah udah kemasukan air tuh, penuh (merata). Sampai ke kamar-kamar juga penuh air semua. Itu sekitar jam 08.00, pulang tarawih,” kata Ridwan saat ditemui kumparan di kediamannya, Kamis (13/3).
Ridwan menjelaskan, rumahnya ketika itu terendam melebihi tinggi mata kaki orang dewasa.
Sudah lebih dari 20 tahun Ridwan menghuni rumahnya di Desa Tugu Utara itu. Dan sebagai warga yang lahir dan besar di Puncak, Kabupaten Bogor, baru kali ini rumahnya kena banjir. Sebelum 2025, hal itu tidak pernah terjadi.
Malam itu, saking deras aliran Ciliwung, tepian beton yang dilewati sungai itu sebagian ambrol dan membuat tanah di sekitarnya bergerak, termasuk di area rumah Ridwan. Akibatnya, dinding rumah pun retak-retak.
“Aliran air kan nggak berhenti. Banjir terus nyusuk (masuk) ke bawah (tanah). Akhirnya pondasi rumah ambrol … dindingnya turun,” kata Ridwan sembari menunjukkan bagian retak-retak rumahnya kepada kumparan.
Aliran Sungai Ciliwung yang melintasi rumah warga di Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan
Alhasil, Minggu malam itu Ridwan tak tidur sampai waktu sahur tiba. Ia dan keluarganya terus memantau kondisi sekitar karena khawatir terjadi erosi sungai dan banjir susulan.
Salah satu tetangga Ridwan yang tinggal persis di sebelah Sungai Ciliwung, Linda, sudah mengungsi karena air membanjiri rumahnya setinggi paha orang dewasa, sampai-sampai beras, barang dagangan, hingga dokumen penting keluarganya ikut terendam.
Namun, rupanya bencana di Desa Tugu Utara itu belum seberapa. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor mencatat bahwa desa sebelahnya, yakni Desa Tugu Selatan, tepatnya di Kampung Pensiunan, sebanyak 423 jiwa terdampak banjir akibat luapan Sungai Ciliwung.
Tujuh jembatan di Cisarua juga putus akibat derasnya arus sungai, salah satunya Jembatan Ciliwung di Desa Tugu Utara yang, menurut tokoh masyarakat Puncak Yudi Wiguna, dibangun pada era kolonial Belanda pada 1815.
Aliran Sungai Ciliwung yang melintasi rumah warga di Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan
Yudi mengatakan, jembatan itu dibangun oleh orang Jepang dan pihak swasta, serta sudah direnovasi dua kali, sebelum kini runtuh diterjang banjir. Ia menyebut bencana itu akibat ulah manusia yang melakukan alih fungsi lahan di daerah Puncak.
Budayawan itu menyesalkan lahan resapan air di Puncak diubah fungsi menjadi vila atau taman hiburan dengan dalih menunjang pariwisata. Menurut Yudi, pembangunan macam ini marak sejak 1997. Padahal, tegas Yudi, tanpa harus mengubah lanskap, Puncak sudah menyedot wisatawan sejak dahulu kala.
“Kejadian kemarin (banjir bandang) ya akibat ulah mereka (manusia) sendiri. Jangan salahkan alam, tapi salahkan perbuatan mereka yang tidak peduli dengan alam,” ujar Yudi.
Yudi Wiguna, tokoh masyarakat Puncak dan budayawan Bogor. Foto: Subhan Zainuri/kumparan

Taman Wisata yang Mengundang Bencana

Perubahan alih fungsi lahan di Puncak jadi sorotan usai Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyidak dan membongkar wahana taman bermain Hibisc Fantasy Puncak pada 6 Maret lalu. Padahal taman bermain itu baru dibuka Desember 2024 alias baru dua bulan beroperasi.
Dulunya, Hibisc Fantasy merupakan hamparan kebun teh. Lokasi ini kerap dijadikan spot foto oleh para pelintas. Namun, kebun teh seluas 21 hektare itu lantas berubah wujud menjadi wahana bianglala, istana bermain, hingga paving block untuk area parkir. Sampai akhirnya tempat rekreasi ini dibongkar kembali.
Selain Hibisc milik PT Jasa dan Kepariwisataan (Jaswita) Jabar yang merupakan BUMD, tempat lain seperti Eiger Adventure Land, pabrik teh PT Sumber Sari Bumi Pakuan, serta bangunan di kawasan Agrowisata Gunung Mas di bawah naungan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2 juga disegel oleh Menko Pangan Zulkifli Hasan, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, dan Bupati Bogor Rudy Susmanto.
Suasana penyegelan bangunan yang diduga merusak lingkungan di kawasan wisata Hibisc Fantasy Puncak, Bogor, Jawa Barat, Kamis (6/3/2025). Foto: Arif Firmansyah/ANTARA FOTO
KLH menyebut ada total 33 lokasi di Puncak yang terindikasi menyalahgunakan fungsi lahan melalui 18 kerjasama operasional (KSO) dengan PTPN I Regional 2.
Pada Kamis (13/3), KLH juga menyegel atau memasang plang pengawasan di sembilan lokasi lain, di antaranya di Gunung Geulis Country Club Golf Resort hingga Bobocabin Gunung Mas.
“Ada izin lingkungannya, tapi tidak sesuai dengan apa yang dikerjakan. Izin A, kerjaannya B,” kata Zulhas saat menyegel Bobocabin Gunung Mas.
Forest Watch Indonesia (FWI) menilai bahwa banjir di Jabodetabek, khususnya Bekasi dan Jakarta, pada awal Maret lalu disokong oleh memprihatinkannya kondisi hulu daerah aliran sungai (DAS) Kali Bekasi, Sungai Cisadane, dan Sungai Ciliwung. Temuan ini terlihat melalui data penginderaan jauh dan pengolahan data spasial.
“Dari tahun 2017 sampai 2023 terjadi deforestasi (penebangan hutan) seluas 2.300 hektare di hulu,” ujar pengampanye hutan FWI Tsabit Khairul Auni saat berkeliling Puncak bersama kumparan, Kamis (13/3), untuk melihat kerusakan hutan di sana.
Deforestasi itulah yang ditengarai menghilangkan fungsi hutan sebagai penyerap dan penahan air di tanah, sebab gedung atau bangunan yang berdiri menggantikan pepohonan membuat air hujan mengalir cepat di permukaan tanah (runoff), tak terserap ke dalam tanah oleh akar-akar pohon.
“Jadi kalau keadaannya (tutupan lahannya) bukan gedung-gedung … tapi ada hutannya, tanamannya, vegetasinya, air hujan otomatis diserap masuk ke tanah, nggak langsung set (mengalir turun semua),” jelas Tsabit.
Nyatanya, pohon-pohon di Puncak telah banyak ditebangi sehingga hutan rusak. Maka guyuran air hujan tak dapat lagi tertampung di hamparan tanaman hijau sehingga mengalir deras ke bawah dan menyebabkan bencana hingga ke Jakarta dan Bekasi.
Berdasarkan catatan Geoportal Data Bencana Indonesia BNPB, pada 3 Maret dini hari, banjir akibat luapan Sungai Ciliwung dan Kali Pesanggrahan membuat 1.411 rumah terendam di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Seorang balita berusia dua tahun pun tewas terseret arus dalam proses evakuasi di Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan.
Petugas gabungan mengevakuasi warga yang terdampak banjir di Pondok Gede Permai di Jatiasih, Bekasi, Selasa (4/3/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Wahyudin Iwang sepemikiran dengan Tsabit. Menurutnya, banjir di Jakarta dan Bekasi merupakan salah satu akibat dari kerusakan hutan di Puncak, Bogor. Terlihat bahwa bentang alam di kawasan itu berubah signifikan dalam setidaknya 10 tahun terakhir.
“Pertama, ada pengembangan wisata dengan dalih ekowisata [padahal] tidak mencerminkan kelestarian lingkungan. Kedua, bisnis properti yang juga mendominasi,” kata Iwang.
Ia menyebut pembangunan vila, resor, dan perumahan turut menyumbang alih fungsi lahan di Puncak.
Citra dari penginderaan jauh Google Earth memang menunjukkan perubahan alih fungsi lahan. Misal, potret kebun teh dekat Agrowisata Gunung Mas pada tahun 2010 versus 2023 menunjukkan bahwa hamparan hijau kebun teh dulu masih terlihat sebelum kemudian dilakukan land clearing untuk pembangunan Hibisc Fantasy.

Alih Fungsi Lahan Tak Sesuai Regulasi

Yudi Wiguna mengatakan, beberapa Presiden RI dari era Soekarno hingga Jokowi pernah mengeluarkan keputusan presiden (keppres) atau peraturan presiden (perpres) untuk mengatur agar Puncak lebih tertata.
Soekarno memulai dengan menetapkan Perpres 13/1963 yang menertibkan pembangunan di sepanjang jalan raya Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjur demi tujuan wisata. Bangunan di kanan-kiri jalan dalam jarak 100 meter mesti dapat izin khusus dari Menteri Pekerjaan Umum.
Soeharto melalui Keppres 79/1985 memperkenalkan rencana umum tata ruang kawasan Puncak untuk mencegah kerusakan lingkungan. Di sinilah mulai dikenal kawasan lindung untuk mencegah banjir dan erosi, juga kawasan budi daya pertanian dan nonpertanian.
Namun, kawasan budi daya yang dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian dan pariwisata itu harus memperhatikan asas konservasi tanah dan air.
Aliran anak sungai Ciliwung di Hibisc Fantasy Puncak. Foto: Subhan Zainuri/kumparan
Berikutnya, Habibie mengubah aturan terkait Puncak lewat Keppres 114/1999; SBY dengan Perpres 54/2008; dan terakhir Jokowi dengan Perpres 60/2020.
Berbagai keppres dan perpres itu pada pokoknya meregulasi tata ruang Puncak yang di antaranya menyeimbangkan pemanfaatan ruang dan kelestarian lingkungan. Tujuan serupa juga termuat dalam aturan turunannya seperti Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 9/2022 dan Perda Kabupaten Bogor Nomor 1/2024 yang menetapkan pola ruang yang lebih spesifik.
Namun, aturan dengan tujuan baik itu tak melulu dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan. Pada 1980-an misalnya, ujar Yudi, aturan itu hanya menyasar rakyat kecil yang dipidana karena membabat 1–5 pohon teh demi kebutuhan rumah tinggal.
Kondisi tempat wisata Hibisc Fantasy Puncak yang kini disegel dan dibongkar pada Kamis (13/3/2025). Foto: Subhan Zainuri/kumparan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor mengakui Perda Nomor 1/2024 maupun Perda 11/2016 yang terbit sebelumnya memuat aturan untuk “melegalkan” pemanfaatan ruang perkebunan karena masuk dalam kawasan budi daya.
Pembuatan beleid itu, menurut Ketua Tim Pengendalian Evaluasi dan Sinergitas Infrastruktur Wilayah Bappedalitbang Kabupaten Bogor Septyo Pramudito, sudah melalui konsultasi publik serta rekomendasi provinsi melalui Sekda dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jabar, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, juga Kementerian Dalam Negeri.
“Dan itu masih in-line dengan [aturan] tata ruang di atasnya, karena harus mengacu pada RTRW Jabodabekpunjur (Rencana Tata Ruang Wilayah Jabodetabek-Puncak-Cianjur) pada Perpres 60/2020, dan RTRW Jabar pada Perda 9/2022,” kata Pramudito di kantornya, Cibinong, Bogor, Jumat (14/3).
Foto udara objek wisata Hibisc Fantasy Puncak sebelum ditertibkan secara menyeluruh di Puncak Bogor, Jawa Barat, Jumat (7/3/2025). Foto: Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO
Pramudito menjelaskan, sebagaimana diatur dalam Perda 1/2024, terdapat hitungan koefisien dasar bangunan (KDB) 20% dan koefisien wilayah terbangun (KWT) 30% pada ruang perkebunan. Artinya, bagi pihak yang hendak mendirikan bangunan di perkebunan maksimal hanya boleh membangun 6% dari total luas lahan.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR, Selasa (11/3), Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III M. Abdul Ghani membenarkan pembangunan diperbolehkan dengan luas 6% dari total wilayah kebun PTPN I Regional 2 yang mencapai 1.623 hektare.
Menurut Ghani, persoalan pada bangunan-bangunan yang dibuat berdasarkan kerja sama dengan mitra mereka yakni terkait Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan kepatuhan terhadap koefisien dasar bangunan dan koefisien wilayah terbangun tadi.
Seperti dimuat Antara, Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor Teuku Mulya mengatakan, izin bangunan Hibisc Fantasy hanya seluas 4.138 meter persegi. Namun kenyataannya, bangunan di taman hiburan itu memiliki luas 21.000 meter persegi.
Kondisi tempat wisata Hibisc Fantasy Puncak yang kini disegel dan dibongkar pada Kamis (13/3/2025). Foto: Subhan Zainuri/kumparan
Melalui akun Instagramnya, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa lebih dari 1.000 hektare (dari total 1.623 ha luas lahan PTPN I Regional 2) sudah beralih fungsi dan bukan lagi kebun.
Artinya, lahan PTPN I Regional 2 yang beralih fungsi mencapai 61,6 persen, jauh di atas 6% yang diperkenankan Perda 1/2024.
DPKPP Kabupaten Bogor mengeklaim sudah memberi rambu-rambu pada PT Jaswita pada Agustus 2024 dan beberapa kali melayangkan surat teguran, akan tetapi tak diindahkan.
kumparan meminta tanggapan kepada Humas PTPN 1 Regional 2, Wahdian, mengenai polemik lahan KSO yang beralih fungsi. Ia menyebut tengah mengoordinasikan pertanyaan kumparan kepada pihak terkait, namun hingga berita ini diturunkan, Senin (17/3), belum ada jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Direktur Utama PT Jaswita R. Ridha Wirahman pun sempat menjanjikan jawaban atas pertanyaan kumparan pada Senin (17/3). Namun sampai artikel ini tayang, ia pun belum memberikan jawaban.
Pekerja mengoperasikan alat berat saat membongkar bangunan tempat wisata di Hibisc Fantasy Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (10/3/2025). Foto: Arif Firmansyah/ANTARA FOTO
Gembar-gembor soal protes terkait alih fungsi lahan PTPN di Cisarua juga bukan kali ini terjadi. Ridwan—yang di awal cerita ini rumahnya kebanjiran akibat alih fungsi lahan—bersama Kerukunan Warga Puncak dan Aliansi Masyarakat Bogor Selatan sudah pernah mengadukan persoalan ini kepada Komisi VI DPR RI pada Februari 2024.
Salah satu poin aduannya ialah menuntut agar PTPN I Regional 2 melaksanakan KSO dengan peruntukan perkebunan lagi. Yudi pun sependapat.
“Perkebunan PTPN itu sudah jelas namanya: PT Perkebunan Nusantara. Yang perkebunan teh seharusnya mengelola (kebun) tehnya. Jangan sekarang dikelola (yang) ditanam batu (bangunan),” seloroh Yudi.
Petaka di Puncak, Bogor. Foto: Adi Prabowo/kumparan
Karenanya masyarakat seperti Ridwan berterima kasih kepada Gubernur Dedi Mulyadi atas pembongkaran Hibisc Fantasy. Sebab menurutnya itu dapat menjadi pengobat untuk masyarakat yang terdampak banjir seperti dirinya.

Regulasi Tata Ruang Dorong Deforestasi?

Selain buruknya implementasi regulasi, FWI menganalisis bahwa perubahan aturan tata ruang dari masa ke masa turut mendorong adanya deforestasi hutan di wilayah Puncak.
Dari peta spasial KLHK yang diolah FWI, di Kecamatan Megamendung dan Cisarua terdapat deforestasi hutan alam seluas 881,81 ha dari tahun 2000 hingga 2022.
Hasil analisis terhadap kebijakan tata ruang Perda Bogor 2016 versus 2024, FWI menemukan adanya penyusutan kawasan lindung dalam rencana pola ruang Kabupaten Bogor. Penyusutan itu diperkirakan seluas 71.595 hektare yang berubah dari kawasan lindung menjadi kawasan budi daya.
“Itu pada akhirnya yang membuat proyek pembangunan kayak gini (Hibisc Fantasy) jadi lebih mulus, karena pola ruang lindungnya dipersempit,” ujar Tsabit.
Pengkampanye Hutan Forest Watch Indonesia (FWI), Tsabit Khairul Auni. Foto: Subhan Zainuri/kumparan
Pramudito menegaskan, penyusunan RTRW terbaru sudah menyandingkan dengan pola ruang RTRW lama. Hasilnya, kawasan lindung justru bertambah dari 13,95% menjadi 14,6%.
Menurut Pramudito, sebetulnya kawasan hutan tidak bertambah, sebab itu berdasarkan SK Kawasan Hutan yang ditentukan oleh Kementerian Kehutanan. Penetapan kawasan itu kurang lebih 13% termasuk areal perlindungan setempat dan badan air.
“Penambahan paling besar di badan air, dulu penetapan badan air hanya sungai dan setu yang ditetapkan, tapi sekarang penampakan semua yang bentuknya genangan ditetapkan sebagai badan air,” kata Pramudito.
Kondisi rumah di bantaran sungai Ciliwung yang terdampak banjir bandang di Kampung Pensiunan, Desa Tugu Selatan, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (3/3/2025). Foto: Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO
Iwang dari Walhi mengkritik adanya inkonsistensi dalam Perda 1/2024 yang menyatakan bahwa kawasan Puncak sebagai daerah resapan air tetapi juga ada kawasan yang diperuntukkan untuk pariwisata. Padahal dalam Perpres 60/2020 yang diteken Jokowi menguatkan perlunya mengendalikan kawasan Puncak agar dapat terjaga dan tak rusak oleh pengembangan wisata maupun bisnis properti.
Dan terlepas dari proses perencanaan tata ruang yang perlu dievaluasi, Iwang juga menyoroti proses perizinan dan pengawasan oleh pemerintah terhadap lahan-lahan yang mestinya dikonservasi. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin kawasan puncak yang notabene untuk resapan air dialih fungsi dengan tanpa memperhatikan AMDAL dan konsep ekowisata.
“Mana mungkin izin-izin dikeluarkan untuk bisnis properti di kawasan resapan air? Artinya keteledoran ini berasal dan bermula dari pemerintah itu sendiri,” kata Iwang.
Ia mendukung upaya Gubernur Jabar Dedi Mulyadi untuk menyegel dan membongkar bangunan Hibisc. Ia pun menantang agar Dedi turut membongkar bangunan swasta yang menyalahi aturan, bukan cuma Hibisc yang merupakan BUMD Jabar.
“Ketika bentuk pelanggarannya nyata, ditindak, dibongkar, diberhentikan, tanggung jawab yang lainnya harus dijalankan juga. Salah satunya pemulihan kawasan itu untuk dikembalikan sebagai fungsinya,” tutupnya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten