Petani Jember Keluhkan Tingginya Pajak Sawah, Bapenda Siapkan Layanan Koreksi

22 Juli 2024 15:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Jember Hendy Siswanto dan sejumlah pejabat saat Bapenda menggelar sosialisasi kemudahan pajak. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Jember Hendy Siswanto dan sejumlah pejabat saat Bapenda menggelar sosialisasi kemudahan pajak. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rasa terkejut seketika melanda para petani di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Penyebabnya gara-gara di antara petani mendapati tarif pajak lahan sawah mereka mengalami lonjakan nominal yang sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
Masalah ini pun langsung direspons oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jember dengan mencari tahu pangkal masalahnya. Sumber pemicu persoalan telah ditemukan, dan Bapenda kini membuka kesempatan bersama petani untuk mengoreksi nilai pajaknya.
Hadis, salah seorang petani mengaku tarif pajak lahan sawahnya tiba-tiba terus meningkat secara signifikan dibandingkan sebelumnya.
Dia memiliki lahan sawah seluas 6.000 meter persegi yang pada tahun 2016 pajaknya hanya Rp435 ribu. Namun, mulai naik di 2021 menjadi Rp871 ribu; kemudian tambah membesar senilai Rp4,2 juta di 2022 dan 2023; hingga melonjak jadi Rp6,9 juta di tagihan 2024.
"Jelas, kami keberatan untuk lahan sawah pajaknya sampai sebesar itu. Pajaknya sampai Rp900 ribu per meter persegi," keluh Hadis.
Hal yang menimpa Hadis rupanya juga terjadi pada banyak petani lainnya. Kini, terdapat ribuan petani yang melayangkan protes secara resmi.
ADVERTISEMENT
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bapenda Jember, Hendra Surya Putra menegaskan pihaknya menerima dan pasti memproses setiap kekeliruan tarif pajak lahan sawah.
Sekarang ini, Bapenda mendapat 1.018 surat protes. Terbagi atas 722 permohonan keberatan, 268 pengajuan pembatalan, dan 28 permohonan pengurangan nominal.
"Sebanyak 99,11 persen protes warga diterima," tutur Hendra saat memberi pernyataan ke media, Sabtu, 20 Juli 2024.
Menurut Hendra, Bapenda akan mengoreksi kekeliruan tarif pajak pasca pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang berdampak pada pajak bumi dan bangunan (PBB) karena penyesuaian nilai jual objek pajak (NJOP), nilai jual kena pajak (NJKP), dan tarif.
“NJOP dibentuk berdasarkan survei rata-rata harga pasar oleh konsultan jasa penilai publik pada 2022. Sedangkan, komponen NJKP membuat tidak semua objek kepemilikan dikenakan pajak. Perhitungan tarifnya pun dalam Perda terbaru tidaklah pukul rata," ulas Hendra.
ADVERTISEMENT
Terdapat tiga tarif berbeda yang berlaku. Yaitu: tarif 0,11 persen untuk NJOP di bawah Rp1 miliar; tarif 0,205 persen untuk NJOP di atas Rp1 miliar; dan tarif 0,075 persen untuk NJOP lahan pertanian dan peternakan.
“Nominal PBB lahan pertanian adalah hasil perkalian dari NJOP dengan NJKP dikalikan 0,075 persen. Contohnya, misal NJOP-nya Rp1 miliar, maka dikalikan NJKP 40 persen hasilnya sama dengan Rp 400 juta. Tapi, tarif PBB yang berlaku untuk tanah sawah dan peternakan adalah Rp400 juta dikalikan 0,075 persen. Sehingga, yang dibayarkan sangat murah," jelasnya.
Lahan persawahan bersama dengan lahan peternakan di Jember dikenai tarif pajak paling ringan. Foto: Dok. Istimewa
Pemerintah memberlakukan tarif PBB ringan kepada petani dan peternak. Tujuannya untuk menjaga keberlangsungan agenda ketahanan pangan dengan cara memperkecil beban mereka.
Namun, ihwal masalah yang muncul karena tidak semua petani dan peternak mencatat lahannya dengan keterangan sawah maupun peternakan. Maka, kekeliruan pencatatan itu membuat data terbaca sebagai lahan komersial atau pemukiman.
ADVERTISEMENT
"Tanah yang seharusnya digunakan untuk pertanian tapi tidak dilaporkan sebagai tanah pertanian dengan luasan di atas 3.000 meter persegi. Kalau dikenakan tarif tidak semestinya, nominalnya naik drastis," paparnya.
Harapannya, setiap warga memberikan informasi yang tepat dan valid tentang kondisi faktual tanahnya. Jika terjadi kekeliruan informasi bisa dikoreksi sebelum telanjur membayar pajak. Bapenda melayani koreksi informasi secara gratis tanpa pungutan untuk petugas.
"Kami akan koreksi, karena memang banyak lahan sawah yang tidak terlaporkan sebagai sawah. Wajib pajak bisa mengajukan keberatan dengan hanya bawa KTP, SPPT, dan mengisi blangko permohonan. Paling lama dua minggu sudah selesai,” tegas Hendra.
Apabila warga telanjur membayar PBB yang belum sempat terkoreksi, maka diberlakukan kompensasi. "Misalnya, ada warga punya tagihan lain bisa dikompensasikan ke sana, seperti pajak di tahun berikutnya," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Artikel ini dibuat oleh kumparan Studio