Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
PGRI soal 78% Sekolah Menyontek: Perilaku Koruptif, Membentuk Karakter Korupsi
25 April 2025 16:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Wakil Sekretaris Jenderal PGRI, Dudung Abdul Qodir, menanggapi hasil Survei Penilaian Integritas Pendidikan Nasional 2024 yang dirilis oleh KPK. Yakni di 78 persen sekolah dan 98 persen kampus ditemukan praktik menyontek.
ADVERTISEMENT
Dudung menyebut, perilaku koruptif seperti menyontek dan plagiasi di lingkungan pendidikan dapat menghancurkan nilai-nilai integritas.
“Ini refleksi buat kita semuanya bahwa memang ya seperti mencontek, kemudian plagiasi, suka-tidak suka walaupun mungkin itu kebiasaan yang jelek. Tetapi harus segera dilakukan sebuah perubahan melalui konsep bagaimana kita menanamkan integritas kepada siswa baik di intrakulikuler, kokulikuler, ekstrakulikuler, dan habituasi. Jadi pendidikan itu empat hal,” ujar Dudung kepada kumparan, Jumat (25/4).
Menurutnya, persoalan perilaku koruptif ini terjadi baik di sekolah maupun di perguruan tinggi. Dudung menilai bahwa jika tidak ditangani serius, maka kebiasaan-kebiasaan tersebut akan menjadi pintu masuk tumbuhnya karakter korupsi di masa depan.
“Ini ada satu, ada mungkin yang saya pahami ada perilaku koruptif. Dan ada langsung di sekolah maupun di perguruan tinggi melakukan tindakan-tindakan korupsi. Ini bisa dibedakan seperti menyontek, itu adalah perilaku koruptif. Yang nanti akan lambat laun membentuk karakter untuk bersikap korupsi,” katanya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, survei tersebut juga menyatakan sebanyak 30% guru-dosen dan 18% kepala sekolah-rektor masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali murid adalah sesuatu hal yang wajar diterima
Pada 65% sekolah juga ditemukan bahwa orang tua terbiasa memberikan bingkisan/hadiah kepada guru pada saat hari raya atau kenaikan kelas
Terkait ini, Dudung menegaskan, proses pendidikan juga tidak boleh diganggu dengan kepentingan politik maupun kepentingan birokratis lainnya karena akan melemahkan upaya membangun mutu dan pelayanan pendidikan.
“Proses pendidikan di sekolah itu jangan diganggu dengan berbagai kepentingan-kepentingan yang ada baik di pemerintah daerah kabupaten kota, kemudian pemerintah, provinsi, maupun kepentingan-kepentingan yang sifatnya politik,” ucapnya.
“Kadang-kadang para guru kepala sekolah, kemudian orang tua siswa sedikit kurang kuat ketika ada kepentingan-kepentingan yang mengganggu lingkungan dan budaya untuk melakukan sebuah konsep yang disebut dengan perbaikan mutu dan pelayanan,” tutupnya
ADVERTISEMENT