Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
PHRI: Hookup Culture Tidak Ada Urusan dengan Staycation
26 November 2022 12:17 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, angkat bicara soal pergeseran makna staycation. Kata tersebut kini mulai bergeser ke arah hookup culture alias perilaku seks bebas.
ADVERTISEMENT
“Hookup culture tidak ada urusan dengan staycation, namanya juga budaya kan, ada dampak dari sebuah akibat dari sebab. Kalau kita ngomongin sebuah budaya, sebenarnya ini kan bukan lahir dari budaya kita, tetapi budaya dari negara lain .” jelas Maulana saat dihubungi kumparan via zoom pada Rabu (23/11).
Oleh sebab itu, Maulana sama sekali tak setuju soal pergeseran makna staycation yang kini mengarah pada hookup culture.
“Jadi saya tidak sepakat bahwa budaya staycation berubah menjadi budaya hookup culture. Itu hanyalah istilah orang-orang tertentu, saya yakin orang-orang yang melakukan itu adalah orang-orang yang kurang dalam hal memahami namanya moral, pendidikan moral, apalagi orang-orang indonesia itu sendiri, karena kita tidak sama sekali mengenal yang namanya hookup culture tersebut” sambungnya.
Menurutnya, PHRI selaku organisasi yang berorientasikan pada kepariwisataan pun cukup menyayangkan soal pergeseran makna staycation ini. Sebab, staycation pada dasarnya adalah liburan yang menginap. Namun, dengan pergeseran itu tampaknya merusak images tempat penginapan seperti salah satunya hotel.
ADVERTISEMENT
Namun, meski begitu, Maulana menyebutkan bahwa untuk menghindari aktivitas ilegal seperti hookup, prostitusi dan lainnya, sebenarnya pihak hotel sudah punya regulasi terkait itu.
“Ada regulasi hotel, syaratnya di setiap kamar ada, ada di buku atau di belakang pintu, salah satunya apa, tidak boleh perzinahan, prostitusi, bawa senjata tajam, tidak boleh bawa hewan, tidak boleh makan durian dan lainnya, maka hotel tidak mengaminkan kegiatan prostitusi dan lainnya terjadinya.” tutur Maulana.
Selain itu, Maulana juga menambahkan bahwa pihak hotel juga melakukan kerjasama dengan aparat. Jadi, kata dia, ketika adanya dugaan laporan terkait aktivitas yang ilegal, pihak hotel akan membantu sesuai dengan SOP yang ada.
Alih-alih soal hotel, kata dia, PHRI justru menyoroti menjamurnya apartemen atau indekos yang disewakan harian. Menurutnya, hal tersebut berpotensi menyalahi prosedur. Khususnya terkait KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) terkait penginapan jangka panjang diubah jadi penginapan jangka pendek.
ADVERTISEMENT
"Kos-kosan dijadikan penginapan harian kan bahaya. Dia bukan hotel loh. Dia tidak punya SOP hotel, tapi sekarang lihat di mana-mana marak. Dia tidak mengurus perizinan sekompleks daripada hotel, tapi boleh menjual harian, apartemen boleh menjual harian," kata dia.
Di sisi lain, Abdul Fickar Hadjar, ahli hukum pidana Universitas Trisakti, juga menyampaikan pandangannya terkait perzinaan yang kerap terjadi di penginapan seperti di hotel.
“Hotel itu nggak bisa dituntut karena dia tidak dengan sengaja menyediakan fasilitas untuk orang-orang yang melakukan perzinaan. Dia (hotel) itu hanya menyediakan untuk orang orang yang mau menginap di situ. Orang-orang yang menginap disitu mau dia pasangan keluarga atau bukan, itu bukan urusan hotel,” jelas Abdul pada Kamis (24/11).
ADVERTISEMENT
Reporter: Tri Vosa Ginting