news-card-video
15 Ramadhan 1446 HSabtu, 15 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Pigai soal Wacana Bebaskan Warga Pilih Agama di Luar 6 yang Resmi: Mari Diskusi

14 Maret 2025 20:42 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri HAM Natalius Pigai di Kampus HKBP Nomensen Medan pada Jumat (14/3). Foto: Tri Vosa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri HAM Natalius Pigai di Kampus HKBP Nomensen Medan pada Jumat (14/3). Foto: Tri Vosa/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai bicara soal wacana adanya peraturan yang memperbolehkan masyarakat untuk memeluk kepercayaan di luar 6 agama resmi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
6 agama resmi tersebut: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu
Pigai menegaskan, hal tersebut masih wacana. Jadi, usulan itu masih perlu didiskusikan dengan berbagai pihak.
“Itu kan wacana, namanya kita lemparkan wacana, DPR RI menyampaikan tidak setuju, kemudian ada ketua Nahdatul Ulama juga menyampaikan pendapat,” kata Pigai di Universitas HKBP Nomensen Medan, Sumut, pada Jumat (14/3).
“Semua itu wacana, kita harus buka wacana, literasi, gak boleh nuduh-menuduh hal lain tetek bengek menyangkut pengelolaan pemerintah,” jelas dia.
Menurut Pigai, hal ini tentu harus didiskusikan lebih lanjut.
“Mari kita berdiskusi yang baik untuk membangun sebuah peradaban bangsa yang modern,” kata dia.
“Jadi saya sampaikan sebenarnya itu wacana,” jelasnya.
Awal mula wacana
ADVERTISEMENT
Pigai mengatakan, UU tentang kebebasan beragama berbeda dengan UU Perlindungan Umat Beragama. Pasalnya, menurut dia, UU Perlindungan Umat Beragama terkesan memaksa warga negara untuk memilih salah satu dari agama resmi yang diakui oleh Indonesia.
"Terkait dengan diskriminasi kelompok minoritas, misalnya dan kayak kepercayaan di luar agama resmi, kami malah menginginkan untuk ke depan harus ada undang-undang kebebasan beragama," ujar Pigai di kantornya, Selasa (11/3).
"Negara tidak boleh mengaku dan menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama. Karena itu harus menghadirkan, harus ada undang-undang," ujar dia.
Meski begitu, sekali lagi, Pigai menegaskan hal ini masih sebatas wacana.
"Ini saya baru memancing untuk boleh berdebat, tapi baru pada wacana untuk silakan ada yang mau protes tidak apa-apa, ada yang tidak protes tidak apa-apa, tapi kan boleh namanya juga demokrasi," ungkap Pigai.
ADVERTISEMENT