Pilu Anak 12 Tahun di Garut Dibully Rekan Sebaya: Jagung Dimasukkan Alat Vital

10 Januari 2025 22:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi perundungan (dibully) atau bullying. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perundungan (dibully) atau bullying. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Nasib pilu dialami seorang anak perempuan asal Garut berusia 12 tahun. Dia jadi korban perundungan sejak duduk di taman kanak-kanak (TK) oleh teman sebayanya.
ADVERTISEMENT
Puncaknya ialah pada tahun 2022 lalu, ketika korban duduk di kelas 4 SD dan berumur 10 tahun. Dia menerima kekerasan di area organ intimnya, hingga alami pembengkakan dan luka.
Peristiwa memilukan ini pun mendapat atensi serius dari Anggota Komisi VIII DPR RI, Atalia Praratya. Dia bilang akan melakukan pendampingan penuh pada korban dan ibunya.
“Untuk pendampingan, jadi insyaallah nanti akan terus berproses tentu saja dari mulai nanti akan visum kemudian nanti akan diproses secara hukumnya, pelaporannya, dan lain sebagainya itu akan terus,” kata dia saat dihubungi, Jumat (10/1).
Atalia mengaku telah mengecek kondisi korban dan ibunya. Mengenai adanya kasus ini, dia bilang berawal dari laporan yang masuk lewat direct message Instagram Jabar Bantuan Hukum, tempat dia menjabat sebagai pembina.
ADVERTISEMENT
“Jadi di awal pekan ini ada masuk direct message. Pada waktu itu saya sampaikan tolong langsung dicek pada hari itu juga, sampaikan saya besok akan datang ke lokasi,” kata Atalia.
“Besoknya saya datang ke lokasi di daerah Batu Nunggal. Pada saat itu saya langsung bertemu dengan Ibu korban,” ujarnya.
Atalia Praratya. Foto: Pemprov Jabar
Atalia bilang ibu korban cerita bahwa anaknya telah mengalami perundungan sejak TK. Dia menyebut, bentuknya verbal.
Mirisnya, perbuatan tak patut itu berlanjut sampai korban duduk di kelas 4 SD. Bentuknya kekerasan seksual.
“Puncaknya itu pada tahun 2022 ketika anaknya ini berusia atau sekolah di SD kelas 4. Pada waktu itu apa yang dilakukan yaitu korban ini mengalami pelecehan seksual,” ucapnya.
“Apa bentuknya? Bentuknya adalah memasukkan ada timun, ada terong ungu katanya, kemudian juga ada jagung ke organ intim korban,” Beber Atalia.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, sang ibu baru tahu bahwa anaknya mendapat perlakuan yang demikian, ketika putrinya itu mengadu merasa sakit saat ingin buang air kecil.
Saat dicek, menurut Atalia sang ibu menangis histeris sebab luka yang diderita putrinya di kemaluan ternyata serius.
Korban Disebut Dapat Intimidasi?
Mengetahui putrinya dalam kondisi yang memprihatinkan, ibu korban disebut Atalia langsung melakukan pelaporan, upaya-upaya pengobatan, serta coba bermediasi dengan keluarga teman sebaya anaknya, yang diduga melakukan perbuatan tak patut itu.
Namun pada upaya yang belakangan disebut, menurut Atalia ibu korban dapat semacam intimidasi.
“Jadi bahwa ini pokoknya mereka akan bertanggung jawab, tapi dilarang untuk melapor ke kepolisian,” kata Atalia.
“Kalau itu dilakukan maka nanti ini akan menunjukkan bahwa ini adalah pemerasan,” sebutnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menurutnya, keluarga korban juga telah mendapat semacam pengucilan di lingkungannya di daerah Garut. Hingga pindahlah mereka ke tempat saudaranya, tepatnya adik ibu korban, yang berada di Kota Bandung.
“Sehingga pada akhirnya, puncaknya setelah dua tahun berlalu ini mereka kabur. Kaburnya adalah ke kota Bandung,” kata Atalia.
“Nah itu kenapa kemudian saya langsung mendapatkan informasi ini dan saya datang ke daerah Batununggal,” imbuh dia.
Menurut Atalia Praratya, keluarga korban telah melapor ke Polres Garut pada 20 Desember lalu. Namun, dikatakannya, ketika itu korban belum bisa memberikan keterangan.
“Dalam catatan saya itu tanggal 20 Desember 2024, ibu korban melapor ke pihak berwajib Polres Garut,” katanya.
“Hanya pada waktu itu dalam catatan kami dan berdasarkan laporan dari ibu yang bersangkutan, bahwa korban itu tidak bisa memberikan keterangan karena histeris, menangis dan juga pingsan,” jelas Atalia.
ADVERTISEMENT
Prioritaskan Kondisi Korban
Atas adanya kasus ini, Atalia bilang pihaknya tengah fokus pada pemulihan kesehatan korban. Sebab menurutnya, setelah peristiwa buruk dua tahun lalu itu luka korban masih belum sepenuhnya pulih.
“Karena saya melihat sendiri bagaimana alat vital korban dalam bentuk foto tentu saja ini memang perlu perawatan kemudian juga kemarin ketika harusnya dilakukan visum yang bersangkutan atau korban ini masih belum siap Kang,” jelas dia.
Sehubung dengan trauma yang diderita korban, dia bilang pihaknya akan mengupayakan pemulihan mental. Setidaknya, agar korban dapat mengkomunikasikan kondisinya serta punya semangat juga untuk pulih.
“Saya merasa kami perlu bantuan dari para psikolog, supaya bisa membuat anak ini minimal bisa menyampaikan yang dia rasakan, termasuk juga dia bersemangat untuk sembuh,” sebut Atalia.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, dia bilang pihaknya mau mengupayakan langkah agar terduga pelaku yang juga masih di bawah umur dapat efek jera, sehingga diharapkan tak ada korban lain ke depannya.
“Kita tahu bahwa pelaku ini adalah anak di bawah umur yang kita tidak bisa melakukan proses hukum seperti halnya orang dewasa,” ucap Atalia.
“Namun tentu urusan terkait dengan bagaimana supaya anak tidak melakukan hal yang sama kepada teman-teman lainnya itu kan perlu sekali untuk kita berikan penguatan sehingga semua merasa aman, tenang, nyaman untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti itu,” tuturnya.