Pimpinan DPR Dilaporkan ke Ombudsman soal Pencopotan Hakim MK Aswanto

21 Oktober 2022 16:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih periode 2019-2021, Aswanto (tengah) saat di ambil sumpahnya di Kantor MK, Jakarta Pusat, Selasa (26/3). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih periode 2019-2021, Aswanto (tengah) saat di ambil sumpahnya di Kantor MK, Jakarta Pusat, Selasa (26/3). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Keputusan DPR yang memberhentikan Hakim Konstitusi Aswanto dalam rapat paripurna menjadi kasus yang berkepanjangan.
ADVERTISEMENT
Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat Kemerdekaan Peradilan melaporkan pimpinan DPR yakni Puan Maharani, Lodewijk Paulus, Sufmi Dasco, Rachmad Gobel, dan Muhaimin Iskandar ke Ombudsman atas keputusan tersebut.
Para pimpinan DPR dilaporkan atas dugaan melakukan maladministrasi dalam menetapkan keputusan tersebut.
"Malaadministrasi yang dimaksud bermula dari kekeliruan DPR dalam menafsirkan surat pimpinan Mahkamah Konstitusi perihal “Pemberitahuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XVIII/2020," sebut Kurnia Ramadhana selaku perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat Kemerdekaan Peradilan, dikutip dari keterangan yang diterima kumparan.
"Surat itu hanya sekadar pemberitahuan dampak putusan Mahkamah Konstitusi terkait masa jabatan Hakim Konstitusi yang tidak lagi mengenal adanya periodisasi," imbuhnya.
Kurnia melanjutkan, Pimpinan DPR malah membenarkan keputusan Komisi III DPR R, yang tidak memperpanjang masa jabatan Hakim Konstitusi Aswanto dan mengangkat Guntur Hamzah.
ADVERTISEMENT
Penggantian itu dilakukan saat Rapat Paripurna 29 September 2022 lalu. Selain maladministrasi, DPR juga dilaporkan atas dugaan pelanggaran hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Koalisi menilai Hakim MK Aswanto tidak memenuhi satu pun unsur pelanggaran yang layak untuk diberhentikan.
"Pimpinan DPR melanggar Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, karena proses pemberhentian Hakim Konstitusi dilakukan atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi, bukan Pimpinan DPR," jelasnya.
DPR sahkan 9 komisoner Komnas HAM periode 2022-2027 dalam rapat paripurna ke-8 masa sidang I tahun sidang 2022-2023. Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
Selain itu, tindakan Pimpinan DPR melalui rapat paripurna dianggap bertentangan dengan Pasal 10 ayat (1) huruf a dan e Undang-ndang Administrasi Pemerintahan.
Adapun aturan itu mewajibkan pejabat publik untuk taat pada asas-asas umum pemerintahan yang baik, dalam hal ini asas kepastian hukum dan asas tidak menyalahgunakan kewenangan.
ADVERTISEMENT
"Ditambah lagi dengan pernyataan absurd dari Ketua Komisi III DPR RI yang mengatakan bahwa alasan pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto karena dianggap kerap menganulir produk legislasi DPR," imbuhnya.
Dalam laporan tersebut, koalisi menuntut Ombudsman segera memanggil Pimpinan DPR untuk menjelaskan permasalahan pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto.
Kemudian, Ombudsman juga diminta memberikan rekomendasi pembatalan keputusan rapat paripurna yang telah memberhentikan Hakim MK Aswanto.
"Jika ditemukan maladministrasi, maka Ombudsman harus merekomendasikan kepada Pimpinan DPR untuk segera membatalkan keputusan tersebut," tandasnya.