Pimpinan DPR: Jika Tak Disetujui, Perppu Cipta Kerja Harus Dicabut

10 Januari 2023 14:46 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat Paripurna DPR RI ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023. Foto: Zamachsyari/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Paripurna DPR RI ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023. Foto: Zamachsyari/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Sesuai dengan ketentuan UUD Republik Indonesia, peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel mengatakan, Perppu Ciptaker akan dibahas dalam masa sidang hari ini. Bila dalam sidang itu tak ada persetujuan dari DPR, maka Perppu tersebut akan dicabut dan dibatalkan.
"Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah tersebut harus dicabut. Pemerintah menilai bahwa Perppu tersebut sebagai pelaksanaan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang mengamanatkan agar dilakukan perbaikan melalui penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Gobel membacakan pidato pembuka Rapat Paripurna ke-4 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023 Ketua DPR Puan Maharani, Selasa (10/1).
Ia menegaskan, DPR akan menilai pemenuhan parameter yang mengharuskan Perppu tersebut disahkan. Selain itu, DPR juga akan menelaah subtansi dasar hukum yang dipakai dalam mengambil kebijakan tersebut.
Pimpinan DPR Azis Syamsuddin (tengah) dan Rahmat Gobel (kiri) memimpin Rapat Paripurna masa persidangan III Tahun Sidang 2019-2020. Foto: ANTARA FOTO/Raqilla
"DPR RI sesuai dengan fungsi konstitusional akan menilai pemenuhan parameter sebagai kegentingan memaksa yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Dan menilai substansi yang memberikan landasan hukum bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk mengambil kebijakan dan langkah-langkah berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan cipta kerja," sambungnya.
Selain itu, DPR RI bersama dengan Pemerintah akan melanjutkan pembahasan 11 (sebelas) Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masih dalam pembahasan tingkat I dan Rancangan Undang-Undang (RUU) lainnya yang masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2023, yakni:
1. Daftar Rancangan Undang-Undang yang masih berada dalam Proses Pembahasan Tingkat I:
Rancangan Undang-Undang tentang Landas Kontinen;
Undang-Undang tentang Daerah Kepulauan;
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Perdata;
Rancangan Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran;
Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance (Konvensi Internasional untuk Pelindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa);
ADVERTISEMENT
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan;
Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak;
Rancangan Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2. Daftar Rencana Ratifikasi yang masih berada dalam Proses Pembahasan Tingkat I:
Rencana Pengesahan Protocol to Implement the Eighth Package of Commitments on Financial Services under the ASEAN Framework Agreement on Services (Protokol untuk melaksanakan Paket Komitmen kedelapan Bidang jasa Keuangan dalam bentuk persetujuan kerangka kerja ASEAN di bidang Jasa);
Rencana Pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab (Comprehensive Economic Partnership Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the United Arab Emirates).
ADVERTISEMENT
"Pada masa sidang yang lalu, DPR RI telah menetapkan Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2023. Penetapan Prolegnas Prioritas ini merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan hukum nasional dan diharapkan dapat mempercepat terwujudnya tujuan bernegara," ujar Gobel.
"DPR RI, dalam menjalankan fungsi legislasi, akan berpedoman pada landasan konstitusi, sosiologis, dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara," tegas dia.
Terpisah, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan UU Ciptaker akan diproses sesuai mekanisme yang berlaku di DPR. Kajian akan dilakukan pada tingkat komisi.
"Sudah masuk ke DPR RI itu Perppu tentang Pemilu Daerah Otonomi Baru dan Perppu tentang Cipta Kerja. Nanti akan dibahas sesuai mekanisme yang ada di DPR," kata Dasco
"Karena suratnya masuk di masa reses, tentunya sesuai dengan mekanisme kita akan lakukan Rapim dan Bamus lalu kemudian akan diminta kaji di komisi teknis terkait. Pembahasan tentang Perppu kita akan juga sesuaikan dengan mekanisme di UU Peraturan Pembuatan UU," terang dia.
ADVERTISEMENT
Kontroversi UU Ciptaker
Jokowi menerbitkan Perppu Cipta Kerja di pengujung tahun, tepatnya pada Jumat 31 Desember 2022 lalu. Perppu itu terbit usai MK menyatakan UU Cipta Kerja cacat formil serta inkonstitusional bersyarat. MK lalu memerintahkan pembentuk undang-undang untuk memperbaiki UU Ciptaker dalam kurun waktu 2 tahun.
Sebelumnya, MK telah memerintahkan agar UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) direvisi dan memuat poin omnibus law. Kini, UU tersebut telah direvisi DPR bersama pemerintah. Dasar inilah yang kemudian membuat pemerintah menerbitkan Perppu Ciptaker.
Penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 atau Perppu Cipta Kerja sontak menuai kritik luas. Bila merujuk putusan MK, pemerintah dan DPR semestinya merampungkan pembentukan UU Cipta Kerja pada November 2023.
Namun pemerintah justru lebih memilih menerbitkan perppu. Hal inilah yang dinilai bisa menjadi preseden buruk ke depannya.
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar, menilai Perppu Ciptaker tak memenuhi syarat pembentukan perppu.
"Perppu (Ciptaker) salah alamat. MK katakan harus keadaan luar biasa, tidak ada aturan hukum yang bisa dipakai, dan tidak ada waktu untuk bikin legislasi biasa. Perppu Ciptaker, enggak kena semua dengan itu tadi," kata Zainal dalam diskusi yang digelar INTEGRITY Law Firm secara virtual, Jumat (6/1).
"Kalau dikatakan Perppu kegentingan, lah wong UU Ciptaker dibuat legislasi biasa? Coba di-compare, bedanya dikit, hanya di wilayah soal perburuhan. Selebihnya nyaris sama," pungkas dia.