Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pimpinan KPK soal Pertanyaan Janggal TWK: Kami Tidak Tahu dan Tidak Mau Tahu
27 Mei 2021 21:20 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa sebab, pertanyaan TWK dinilai tidak sesuai dengan tupoksi KPK dalam memberantas korupsi. Berdasarkan sejumlah pengakuan pegawai KPK, mereka ditanyai soal LGBT, FPI hingga HTI. Selain itu, soal-soal berbau rasis juga ditanyakan semisal 'Cina itu rasis' hingga 'orang Jepang itu jahat'.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan bahwa bukan pihaknya lah yang membuat pertanyaan tersebut. Dalam seleksi alih status pegawai, yakni TWK, KPK bekerja sama dengan BKN dalam tesnya. Diketahui, BKN kemudian menggandeng BIN, BAIS, hingga BNPT dalam proses tes tersebut.
"KPK bukan mau lepas tangan, tapi kami tidak punya tool untuk mengasesmen sehingga kami kerja sama dengan BKN. BKN kemudian bikin tim untuk memastikan objektivitas," kata Ghufron, dalam konferensi pers di KPK, Kamis (27/5).
Ia pun menjawab sejumlah pertanyaan publik terkait mengapa pimpinan KPK tidak tahu pertanyaan-pertanyaan dalam tes itu. Ghufron menegaskan bahwa pihaknya memang tidak mengetahui, sebab untuk menjaga objektivitas tes.
ADVERTISEMENT
"Ada pertanyaan KPK pimpinannya tidak tahu dengan pertanyaan TWK. Memang kami tidak tahu dan tidak mau tahu. Bukan apa, untuk menjamin objektivitas. Kalau kami masuk, kami kemudian kehilangan objektivitas seakan-akan kami mengintervensi tentang materi atau metode itu," ungkap dia.
Ia pun sempat menjelaskan mengenai TWK yang hanya diatur di dalam Peraturan KPK. Sementara di dalam UU dan PP yang menjadi acuannya tidak diatur.
Menurut dia, UU baru KPK mensyaratkan soal alih status pegawai menjadi ASN. Kemudian ada aturan lebih teknis yang mengaturnya, yakni PP.
Ghufron menyebut bahwa para pegawai untuk masuk KPK memang sudah menjalani uji kompetensi dari pihak ketiga. Namun menurut dia, untuk menjadi ASN ada syarat lain sebagaimana ketentuan. Terlebih, untuk menjadi ASN, maka harus ada penyesuaian.
ADVERTISEMENT
Hal itu yang kemudian membuat KPK bekerja sama dengan BKN dalam menggelar TWK.
"Yang belum memiliki alat buktinya adalah setia terhadap Pancasila, NKRI, dan pemerintah yang sah. Bagaimana memastikan memenuhi syarat? kami kan tidak memiliki tools, makan kami berkoordinasi dengan BKN KemenPAN RB, merumuskan regulasi," papar Ghufron.
Aturan ini yang kemudian ditentukan dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 yang diteken Firli Bahuri.
"TWK adalah sah dan legal sebagai sebuah mekanisme alih status," ujar dia.
Diketahui, permasalahan pertanyaan TWK ini sudah dilaporkan oleh 75 pegawai KPK yang tidak lulus ke Komnas HAM. Pelaporan didasari atas 8 landasan, yang intinya TWK dinilai melanggar HAM dari segi pelaksanaan dan substansi.
Sementara, terkait 75 pegawai KPK, 51 di antaranya akan dipecat per tanggal 1 November karena dianggap sudah tidak bisa lagi dibina berdasarkan TWK. Sementara 24 lainnya akan dibina untuk ditentukan bisa lulus ASN atau tidak. Namun demikian, kabar teranyar menurut Harun Al Rasyid, penyelidik KPK yang masuk daftar tak lulus TWK, 75 pegawai kompak menolak pembinaan. Mereka meminta untuk diangkat jadi ASN secara bersamaan.
ADVERTISEMENT