PKB Singgung Orba di Konflik Rempang, Minta Pembangunan Eco City Disetop

22 September 2023 9:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dua warga memperbaiki jaring ikan di perkampungan nelayan Sembulang, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Minggu (17/9/2023). Foto: Teguh Prihatna/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Dua warga memperbaiki jaring ikan di perkampungan nelayan Sembulang, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Minggu (17/9/2023). Foto: Teguh Prihatna/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Komisi VI DPR RI menyayangkan bentrokan aparat keamanan dengan masyarakat Pulau Rempang, Batam, buntut penolakan warga terhadap pembangunan Rempang Eco City yang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Tenggat waktu untuk relokasi yang mepet juga diduga menjadi pemicu kurangnya dialog antara warga dengan Pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Perubahan status menjadi PSN yang terkesan mendadak juga terasa ganjil. Apakah tidak mungkin lokasi proyek dipindahkan atau digeser sehingga tidak perlu sampai harus mengusir rakyat atau mengosongkan pulau demi investasi ini?" Kata Anggota Komisi VI DPR RI, Luluk Nur Hamidah, Jumat (22/9).
Luluk pun menilai penolakan warga sekitar terhadap pembangunan proyek Rempang Eco-City dipicu karena minimnya dialog.
"Seharusnya ini bisa dicegah. Seharusnya kekerasan ini juga bisa dihindari sekiranya proyek ini tidak dipaksakan mendahului proses dialog dengan warga," jelas Luluk.
"Cara-cara represif demi pembangunan sudah waktunya diakhiri. Kita tidak lagi hidup di zaman Orde Baru, masak kita lebih kejam dari Orde Baru!” tambahnya.
Nelayan mengecek perahu motornya saat tidak melaut di perkampungan nelayan Sembulang, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Minggu (17/9/2023). Foto: Teguh Prihatna/Antara Foto
Politikus PKB itu menyebut penggunaan gas air mata, water canon hingga pasukan huru-hara bersenjata lengkap yang bertindak represif terhadap warga, perlu diusut. Aparat diduga telah melanggar HAM.
ADVERTISEMENT
"Saya juga menyesalkan pihak aparat mengarahkan tembakan gas air mata ke sekolah-sekolah yang menyebabkan para siswa mengalami trauma. Saya juga mendukung pengusutan lebih lanjut oleh Komnas HAM untuk melihat aspek pelanggaran HAM secara komprehensif," sambung anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini.
Menurut Luluk, adanya laporan ancaman dan intimidasi yang diterima masyarakat Pulau Rempang membuat dugaan pelanggaran HAM semakin jelas. Ia menyesalkan kejadian ini, sebab proyek investasi seharusnya tidak merugikan masyarakat.
"Ancaman dan intimidasi tidak sepatutnya diumbar dengan dalih PSN. Investasi memang penting, tapi melindungi warga negara termasuk hak-hak masyarakat adat juga kewajiban konstitusi,” kata Luluk.
“Investasi demi pembangunan jangan sampai merugikan rakyat," lanjut Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan investasi dan BUMN itu.
ADVERTISEMENT
Menyusul bentrokan yang terjadi itu, Luluk mendorong pemerintah menghentikan terlebih dahulu proyek pembangunan Rempang Eco-City sampai ada titik temu yang adil, khususnya bagi masyarakat Rempang. Ia membandingkan bagaimana berbagai negara maju mengedepankan proses sosialisasi yang panjang dan dialog dalam penerapan kebijakan sehingga tidak ada penolakan dari warga.
"Saya menyaksikan langsung pusat bisnis baru di China sedang dibangun besar-besaran, tapi di sana tidak ada cerita warga setempat diusir, justru mereka dijamin dan dilindungi keberadaannya," ungkap Luluk.
Di sisi lain, ia mendukung langkah pemerintah dalam upaya membangun negeri ini. Namun Luluk mengingatkan agar pembangunan tidak hanya berfokus pada perkembangan infrastruktur, tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat.
“Pulau Rempang bukan sekadar tempat saja tetapi sebuah wilayah yang kaya akan sejarah, tradisi, dan budaya yang telah melekat pada identitas warga setempat selama ratusan tahun,” tutup Luluk.
ADVERTISEMENT