PKS: Kita Bayangkan Bonus Demografi, tapi SDM Darurat Judol dan Pornografi Anak

18 Juni 2024 10:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid, saat kunjungan silaturahmi ke pimpinan MUI, Selasa (3/12).
 Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid, saat kunjungan silaturahmi ke pimpinan MUI, Selasa (3/12). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid menegaskan permasalahan judi online harus segera diselesaikan. Apalagi, warga yang terjerat judi online sebagian besar adalah warga menengah ke bawah.
ADVERTISEMENT
Tak hanya darurat judi online, HNW juga menyebut Indonesia darurat pornografi anak karena kasus yang terjadi akhir-akhir ini.
"Kedaruratan-kedaruratan ini dengan sesungguhnya ada satu hal yang sangat penting untuk kita perhatikan, untuk dicarikan solusinya, sebab kalau kita membayangkan tentang Indonesia emas, kita membayangkan tentang panen bonus demografi, bagaimana mungkin kita membayangkan kalau sumber daya manusia Indonesia dalam posisi darurat pornografi anak, darurat judi online," kata HNW di DPP PKS, Jakarta, Selasa (18/6).
Kasus pornografi anak yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan adalah ibu yang melakukan kejahatan pornografi terhadap anaknya sendiri karena diiming-imingi uang Rp 15 juta.
"Dan kami anggota DPR dari PKS dan saya di Komisi VIII, tentu bagian daripada program advokasi partai sudah sejak periode yang lalu meneriakkan agar satu-satunya kementerian yang membawa nama perlindungan anak yaitu KPPA itu ditingkatkan kewenangannya, sehingga dia tidak hanya kementerian yang terlibat koordinatif tetapi harusnya menjadi kementerian yang bersifat teknis seperti Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Pertanian dan sebagainya," ujarnya.
ADVERTISEMENT
HNW juga meminta anggaran KPPA ditingkatkan untuk menangani situasi darurat yang tengah dialami oleh anak.
"Anggaran tidak pernah naik lebih dari Rp 325 miliar setiap tahun. Bahkan 3 tahun ini mengalami penurunan. Kalaupun ada kenaikan, itu pun tidak terkait dengan perlindungan anak. Tentu ini menggambarkan betapa sisi bernegara yang harus dikritisi, harus diingatkan, Indonesia dengan kondisi darurat semacam ini harusnya negara hadir untuk kemudian memperkuat komitmennya melalui kementerian-kementeriannya, melalui lembaga-lembaga yang ada," tuturnya.
"Sekali lagi ini semuanya mengingatkan apa yang pernah disampaikan oleh Wakil Presiden Kiai Haji Ma'ruf Amin, ini semuanya adalah bentuk apa yang disebut sebagai Indonesia darurat akhlak, darurat moral," pungkasnya.