PKS Minta Pemerintah Gratiskan Rapid Test Bagi Warga Kurang Mampu

11 Juli 2020 18:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kesehatan mengambil sampel darah warga saat Rapid Test COVID-19 di Taman Balai Kota Bandung, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Novrian Arbi
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kesehatan mengambil sampel darah warga saat Rapid Test COVID-19 di Taman Balai Kota Bandung, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Novrian Arbi
ADVERTISEMENT
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengeluarkan edaran terkait penetapan batas maksimal tarif pemeriksaan rapid test. Dalam edarannya, Kemenkes menetapkan biaya rapid test maksimal Rp 150 ribu bagi masyarakat yang ingin memeriksa atas permintaan sendiri.
ADVERTISEMENT
Namun, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani, menilai pemerintah seharusnya menggratiskan biaya rapid test bagi warga yang kurang mampu.
"Harus ada formulasi aturan agar masyarakat berpenghasilan rendah, rentan miskin dan tidak mampu dapat menjalani rapid test dengan biaya ditanggung pemerintah. Apalagi dengan konsep new normal yang terus digalakkan, kebutuhan masyarakat akan surat keterangan bebas COVID-19 sebagai syarat bepergian dengan transportasi umum tentu makin tinggi," kata Netty dalam keterangannya, Sabtu (11/7).
Surat Kemenkes terkait batasan tarif rapid test. Foto: Dok. Kemenkes
Surat Kemenkes terkait batasan tarif rapid test. Foto: Dok. Kemenkes
"Kasihan jika rakyat tidak bisa mobilitas karena biayanya mahal. Begitu juga para karyawan yang mau kembali bekerja dan perusahaan mensyaratkan ada surat keterangan bebas COVID-19, sementara tidak membiayai tesnya," lanjutnya.
Netty pun angkat bicara soal kebijakan penetapan tarif batas maksimal rapid test yang dikeluhkan manajemen fasilitas kesehatan hingga praktisi kesehatan. Sebab, penetapan ini dianggap tidak memperhatikan harga alat tes di tingkat distributor, termasuk juga komponen biaya lainnya.
ADVERTISEMENT
"Seharusnya dikomunikasikan dulu dengan semua pihak terkait, agar tidak menimbulkan gejolak dan kritik. Saat ini, banyak rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang cash flow-nya kurang baik. Jangan sampai ada pihak yang merasa dirugikan, baik masyarakat maupun tenaga medis yang memberikan pelayanan," jelasnya.
Petugas kesehatan mengambil sampel darah saat drive thru rapid test COVID-19 di Itenas, Jawa Barat, Kamis (18/6). Foto: M Agung Rajasa/ ANTARA FOTO
Lebih lanjut, Netty sepakat dengan masukan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang meminta pemerintah mempertimbangkan kembali komponen biaya lain yang harus dikeluarkan dalam proses tes corona.
Selain harus membantu subsidi kelebihan biaya yang dikeluarkan, pemerintah juga harus menjamin ketersediaan alat tes corona dengan harga terjangkau dan akurat.
"Upaya mengendalikan tarif rapid test harus diikuti dengan menggencarkan pengawasan agar alat tes benar-benar valid, akurat dan berkualitas. Pastikan akurasi alat test dan bahannya serta harus dilakukan oleh tenaga kesehatan," tutur Netty.
ADVERTISEMENT
Ia juga meminta pemeritah tegas menindak penjualan alat rapid test yang dijual bebas di situs-situs online.
"Perlu ditertibkan agar tidak merugikan masyarakat. Kita tidak tahu bagaimana standar akurasinya, dari mana sumbernya. Lebih baik masyarakat melakukan tes di fasilitas kesehatan resmi yang melayani permintaan rapid test," tutup dia.
=====
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona