PKS Tetap Suarakan RUU Pemilu: Hak Rakyat Pilih Pemimpin Definitif di 2022-2023

15 Maret 2021 19:54 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera. Foto: Dok. PKS
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera. Foto: Dok. PKS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah dan DPR sudah sepakat untuk membatalkan RUU Pemilu dengan menariknya dari Prolegnas 2021. Meski demikian, PKS tetap menegaskan akan memperjuangkan revisi UU Pemilu.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi II Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, mengungkapkan fraksinya tetap akan memperjuangkan agar revisi UU Pemilu tetap dilanjutkan.
"Kami, PKS, masih berdoa, berusaha, bekerja, bahkan akan terus menyuarakan revisi UU Pemilu dilanjutkan," kata Mardani dalam raker bersama Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP, Senin (15/3).
Menurut Mardani, jika UU Pemilu yang ada saat ini tetap dilanjutkan hanya akan membawa mudarat, karena meniadakan Pilkada di 2022 dan 2023. Kekosongan kepala daerahnya hingga 2024 akan diisi oleh Penjabat (Pj) yang dipilih Kemendagri.
Padahal, kata Mardani, masyarakat berhak mendapatkan pemimpin definitif hasil Pilkada, bukan dipilih oleh Kemendagri.
Pekerja merangkai kotak suara kardus di Gudang Logistik KPU Kota Tasikmalaya, Cibeurem, Jawa Barat, Jumat (1/2). Foto: ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
"PKS melihat mudarat kalau dilanjutkan. Nuwun sewu haknya rakyat untuk dapat pemimpin definitif, bukan hak pemerintah yang menentukan," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Mardani mengatakan ada banyak praktik yang butuh norma dalam UU Pemilu. Misal penggunaan aplikasi Sirekap untuk rekapitulasi Pemilu.
Belum lagi kejadian ratusan KPPS yang meninggal dunia juga masih akan terjadi jika UU Pemilu tidak diubah.
"Kedua, banyak norma dalam UU Pemilu yang mesti kita ubah. Tidak ada Sirekap kalau tidak ada payungnya. Musibah ratusan yang meninggal akan terjadi kalau tidak direvisi. Maka dari itu, PKS tetap mengusulkan lanjutkan revisi," tegasnya.
Sementara itu, Zulkifar Arse Sadikin dari Fraksi Golkar tetap menghormati keputusan pemerintah yang tidak ingin melanjutkan revisi UU Pemilu. Untuk ke depan, ia meminta KPU, Bawaslu, dan DKPP lebih memperdalam hal-hal yang harus dipersiapkan untuk Pemilu 2024.
Ilustrasi suasana saat pencoblosan pemilu 2014. Foto: AFP/ROMEO GACAD
Salah satunya yang harus dibahas dan diperdalam adalah soal waktu pencoblosan Pemilu Serentak dan Pilkada 2024.
ADVERTISEMENT
"Kita masih punya banyak waktu, harus dimanfaatkan betul. Mana waktu yang paling tepat, ada yang bilang Januari, Februari untuk menetapkan Pemilu 2024 dan Serentak 2024 agar semua tahapan makin memperingan dan memperbaiki apa yang terjadi di 2019," jelasnya.
Arif Wibowo dari Fraksi PDIP menyoroti pentingnya satu sistem kepemilihan yang bersifat nasional dan lokal untuk membangun sistem politik yang kokoh dan yang kuat agar pemerintahan yang dihasilkan melalui pemilu efektif.
"Saya berharap antara pemerintah dan penyelenggara melakukan diskusi matang sehingga menampilkan jadwal dan program yang bisa ditampilkan, termasuk di dalamnya mitigasi soal potensi masalah. Yang mana yang bisa diselesaikan lewat PKPU dan seterusnya, dan mana yang bisa dilakukan dengan perubahan norma," kata Arif.
ADVERTISEMENT