PKS Tolak TNI-Polri Bisa Isi Jabatan ASN: Dwifungsi ABRI Seperti Orba

18 Maret 2024 15:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Politikus PKS sekaligus anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera di depan kantor KPU RI, Senin (8/5/2023). Foto: Luthfi Humam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Politikus PKS sekaligus anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera di depan kantor KPU RI, Senin (8/5/2023). Foto: Luthfi Humam/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengkritisi aturan baru dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang membahas Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) soal jabatan ASN kembali bisa diisi TNI-Polri.
ADVERTISEMENT
“Kita ingatkan jangan ada lagi dwifungsi, karena masing-masing sudah ada tupoksinya. Buat kami itu mencederai reformasi,” kata Mardani saat ditemui di kompleks parlemen, Senin (18/3).
Sebelumnya pembahasan mengenai aturan baru ini sudah dirapatkan di Komisi II DPR RI.
Kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas, aturan ini akan bisa memaksimalkan peran baik ASN dan TNI-Polri.
Di masa orde baru di era Soeharto, TNI dan Polri disebut ABRI yakni angkatan bersenjata republik Indonesia.
"Kita akan mendapatkan talenta terbaik dari TNI/Polri dan mereka pun dapatkan ASN terbaik,” kata Anas.
Namun Mardani kontra dengan pendapat tersebut. Menurutnya, TNI-Polri justru akan mendominasi ranah sipil.
“Kita sedih kalau ada TNI khususnya Polri yang banyaknya itu masuk ke domain-domain sipil itu nanti bisa melunturkan nilai-nilai reformasi yang sudah kita perjuangkan dari tahun 98,” kata politikus PKS itu.
ADVERTISEMENT
Konsep dwifungsi ABRI sebenarnya sudah diterapkan saat Orde Baru era pemerintahan Presiden Suharto. Konsep ini diatur dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 1982.
Dengan aturan ini anggota TNI-Polri aktif banyak memegang kekuasaan baik di lembaga eksekutif dan legislatif.
Aturan ini kemudian dihilangkan 20 tahun kemudian oleh saat pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).