PM Prancis Bela Kepsek yang Diancam Dibunuh Akibat Minta Siswa Lepas Cadar

28 Maret 2024 16:59 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perdana Menteri Prancis Gabriel Attal berpose sebelum wawancara dalam siaran berita malam saluran TV Prancis TF1, di studio TF1 di Boulogne-Billancourt, di luar Paris, Rabu (27/3/2024). Foto: Alain Jocard/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menteri Prancis Gabriel Attal berpose sebelum wawancara dalam siaran berita malam saluran TV Prancis TF1, di studio TF1 di Boulogne-Billancourt, di luar Paris, Rabu (27/3/2024). Foto: Alain Jocard/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perdana Menteri Prancis, Gabriel Attal, menyampaikan dukungan penuh terhadap sekularisme di Prancis. Terlebih setelah seorang kepala sekolah di Paris terpaksa mengundurkan diri karena mendapat ancaman pembunuhan.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, kepala sekolah tersebut meminta seorang siswa melepaskan cadarnya di sekolah. Hal itu kemudian memicu pertikaian.
Dikutip dari AFP, Attal, yang sebelumnya menjabat sebagai menteri pendidikan, menyatakan bahwa negara akan mengambil tindakan hukum terhadap siswa yang menuduh kepala sekolah melakukan penganiayaan dalam insiden Februari lalu.
"Saya akan selalu mendukung para pejabat yang berada di garis depan dalam mempertahankan prinsip sekularisme dan menangkal upaya ekstremisme di lembaga-lembaga pendidikan kita," kata Attal dalam sebuah pernyataan di saluran televisi TF1, Rabu (27/3).
Sekularisme dan isu agama menjadi topik yang hangat di Prancis, terutama karena negara ini menjadi rumah bagi komunitas muslim terbesar di Eropa. Undang-undang sekuler yang diberlakukan pada tahun 2004 melarang penggunaan simbol-simbol agama di sekolah-sekolah untuk menjamin netralitas lembaga pendidikan.
Pendukung Organisasi Mahasiswa Muslim berdiri di atas representasi bendera Prancis dan gambar Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dirusak, di Karachi, Pakistan, Jumat (30/10). Foto: Fareed Khan/AP Photo
Kepergian kepala sekolah ini terjadi di tengah situasi tegang di Prancis, terutama setelah serangkaian insiden yang terjadi, termasuk pembunuhan seorang guru oleh mantan murid islamis, tahun lalu. Pengadilan Prancis memvonis bersalah enam remaja terkait kasus pemenggalan guru sejarah mereka, Samuel Paty, akhir tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Kepala sekolah dari Lycée Maurice Ravel di Paris Timur itu memutuskan untuk mengundurkan diri setelah menerima ancaman pembunuhan secara daring, pascakonflik dengan seorang siswa pada Februari lalu.
Menurut keterangan jaksa, insiden terjadi ketika kepala sekolah meminta tiga siswa untuk melepas jilbab di lingkungan sekolah. Salah satu dari mereka menolak dan terjadi pertengkaran.
Dalam surat yang dikirim kepada staf sekolah, murid, dan orang tua, kepala sekolah menyebut alasan pengunduran dirinya adalah untuk keamanan diri sendiri dan keselamatan sekolah. Namun, pejabat pendidikan menyatakan bahwa dia mengambil keputusan pensiun dini.
Banyak pihak politik dan tokoh masyarakat di Prancis bereaksi terhadap insiden ini. Ada yang mengecam ancaman tersebut sebagai kegagalan kolektif negara dalam menghadapi ekstremisme. Ada juga yang menyatakan dukungan penuh terhadap otoritas sekolah.
ADVERTISEMENT
Seorang pria berusia 26 tahun ditangkap atas dugaan membuat ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah secara daring. Dia dijadwalkan untuk diadili pada April mendatang.
Kementerian Pendidikan Prancis juga menyatakan komitmennya untuk tidak meninggalkan guru ketika mereka dihadapkan pada ancaman, dan memastikan bahwa semua sumber daya mendukung keamanan sekolah.