PM Swedia: Pelaku Pembakaran Al-Quran adalah Orang Bodoh yang Membawa Petaka

1 Februari 2023 10:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PM Swedia, Ulf Kristersson. Foto: Jonathan Nackstrand/AFP
zoom-in-whitePerbesar
PM Swedia, Ulf Kristersson. Foto: Jonathan Nackstrand/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson, menyalahkan faktor kekuatan asing yang memprovokasi terjadinya pembakaran Al-Quran dan penghinaan terhadap Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Stockholm.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Associated Press, kecaman tersebut disampaikan langsung oleh Kristersson kepada wartawan, pada Selasa (31/1).
“Kami telah melihat bagaimana aktor-aktor asing, bahkan aktor-aktor negara, telah menggunakan manifestasi ini untuk memperkeruh situasi dengan cara yang secara langsung membahayakan keamanan Swedia,” ujarnya.
Kristersson menyebut para aktivis anti-islam yang membakar Al-Quran dan menggantung mannequin Erdogan dalam posisi terbalik di ibu kota beberapa pekan lalu sebagai orang bodoh yang ‘berguna’ bagi kekuatan-kekuatan asing yang ingin membawa malapetaka — di saat negara Skandinavia itu sedang berupaya keras bergabung ke aliansi militer NATO.
“Kelompok-kelompok dan individu-individu yang melakukan aksi semacam ini, dalam situasi keamanan seperti ini, mereka menjadi orang bodoh yang berguna bagi kekuatan-kekuatan yang menginginkan kerusakan di Swedia,” kecam dia.
ADVERTISEMENT
Namun, Kristersson tidak menyebutkan nama negara asing mana yang ia maksud.

Ketegangan dengan Turki Semakin Dalam

Secara terpisah, pemerintah Stockholm telah mengumpulkan para pemimpin partai-partai di parlemen Swedia untuk membahas situasi keamanan nasional di negara itu.
Hal itu sehubungan dengan kian meningkatnya ketegangan hubungan dengan Turki dan gelombang protes anti-Swedia yang pecah di berbagai negara mayoritas Muslim lainnya — termasuk di Indonesia.
Gelombang protes ini muncul sebagai respons atas serangkaian demonstrasi kecil-kecilan yang menyerang Erdogan serta Turki.
Menurut para demonstran, Erdogan cenderung membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi di Swedia dan mereka pun mengecam keengganan Turki untuk mengizinkan Swedia bergabung sebagai anggota NATO.
Rasmus Paludan. Foto: Instagram/@lawlordofdenmark
Lebih lanjut, Swedia dan negara tetangganya — Finlandia, telah lama meninggalkan posisi netral di panggung politik internasional dan memutuskan untuk bergabung ke kubu Barat di tengah invasi Rusia di Ukraina.
ADVERTISEMENT
Mereka ingin memperoleh jaminan keamanan, lantaran khawatir pasukan Moskow dapat memperluas serangannya ke negara tetangga lainnya di kawasan itu, yang mana Finlandia dan Swedia berbagi perbatasan langsung dengan Rusia.
Terkait pengajuan keanggotaan Swedia, hampir semua anggota NATO — kecuali Turki dan Hungaria telah meratifikasi aksesi mereka. Namun, persetujuan keanggotaan baru memerlukan suara bulat dan Turki enggan menerima Swedia ke dalam aliansi militer itu.
Hal itu dikarenakan Erdogan memandang banyaknya kelompok teroris, termasuk Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang tersebar di Swedia. PKK juga disebut telah menjadi pemain kunci di balik kudeta pemerintahan di Ankara yang terjadi pada 2016 lalu.
Sebagai bentuk protes, para aktivis anti-Erdogan dan anti-Islam pun mulai melakukan berbagai aksi kontroversial.
ADVERTISEMENT
Diawali dengan mannequin Erdogan yang digantung dalam posisi terbalik di tiang lampu di luar Balai Kota Stockholm — hingga aksi membakar kitab suci Al-Quran oleh seorang politikus Denmark-Swedia islamofobia, Rasmus Paludan.
Merespons serangkaian protes tersebut, berbagai negara mayoritas Muslim, khususnya Turki, langsung naik pitam. Erdogan kemudian memberikan ultimatum dan memperingatkan bahwa Swedia tidak dapat mengharapkan dukungannya untuk bergabung dengan NATO.
Sampai sekarang, para pejabat pemerintah Swedia cenderung tidak ingin terlalu terlibat atau mengomentari lebih dalam terkait aksi protes yang telah menodai toleransi beragama itu.
Pemerintah Stockholm hanya menyebut bahwa aksi yang dilakukan merupakan bentuk kebebasan berekspresi, meski pihaknya tidak mentoleransi adanya kekerasan yang diselipkan.
Hingga akhirnya, Kristersson mengatakan bahwa pemerintahnya sedang berupaya melalui jalur diplomasi untuk meredakan situasi — salah satunya mendiskusikan ketegangan dan protes itu kepada Sekjen PBB, Antonio Guterres.
ADVERTISEMENT