Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia mendapat desakan untuk membebaskan dan mencabut kasus Veronica Koman dari Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR).
ADVERTISEMENT
Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan yang menangani kasus Veronica Koman enggan menanggapi desakan itu. Luki hanya menegaskan, bahwa siapa pun yang melanggar hukum di Indonesia harus mempertanggungjawabkan hal tersebut sesuai dengan aturan perundang-undangan.
“Itu saya tidak bisa menanggapi, itu silakan saja yang bersangkutan mau komunikasi dengan siapa pun. Bahwa di Indonesia kita punya kedaulatan. Di mana kita negara hukum. Siapa pun orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum di Indonesia hukum harus ditegaskan,” jelas Luki di Mapolda Jatim, Surabaya, Jumat (20/9).
Sebelumnya, lima ahli dari Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mendesak pemerintah Indonesia mencabut kasus Veronica Koman dan memberikan perlindungan terhadapnya.
Mereka terdiri dari pelapor khusus untuk majelis hak perdamaian Clement Nyaletsossi Voule (Togo), pelapor khusus untuk promosi dan perlindungan hak kebebasan berpendapat dan berekspresi David Kaye (Amerika Serikat), dan pelapor khusus untuk kekerasan terhadap perempuan Dubravka Simonovic (Kroasia).
ADVERTISEMENT
Lalu ada ketua kelompok kerja tentang diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan Meskerem Geset Techane (Ethiopia), dan pelapor khusus untuk situasi pejuang HAM Michel Forst (Prancis).
Para ahli ini mempersilakan pemerintah Indonesia mengambil tindakan terkait insiden rasisme terhadap mahasiswa Papua. Namun, mereka mendesak polisi untuk melindungi Veronica, sehingga dia bisa melaporkan situasi HAM di Indonesia secara independen.
Sementara itu Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) Jenewa menyebutkan pernyataan sikap lima pelapor khusus hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait Veronika Koman dibuat tak berimbang dan tak akurat karena hanya fokus pada satu aspek HAM.
Laporan itu tidak menyebutkan upaya pemerintah Indonesia menjamin hak konstitusional warga Papua dan Papua Barat, serta belum menjelaskan proses hukum yang tengah dihadapi pengacara/aktivis HAM, Veronika Koman, kata PTRI Jenewa melalui siaran tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
ADVERTISEMENT
Bagi PTRI Jenewa, penetapan tersangka terhadap Veronika telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Berkaitan dengan penyebaran informasi hoax dan kebencian oleh Veronika Koman, jelas tindakan tersebut tidak sesuai dengan pengakuannya sebagai pembela HAM namun lebih kepada sebagai tindakan individu yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong yang menimbulkan incitement dan provokasi yang menyebabkan situasi kerusuhan," kata PTRI Jenewa.