Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Polemik Cheng Ho di Pusaran Yusril Ihza Mahendra dan MS Kaban
12 Januari 2019 11:30 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
ADVERTISEMENT
Cheng Ho kembali berlayar. Bukan di lautan, tapi di internet.
ADVERTISEMENT
Namanya ramai disorot. Bukan soal pengarungan 28 tahunnya di laut, atau soal menakhodai 62 kapal yang berawak lebih dari 27.000, melainkan soal Cheng Ho yang katanya menyerang Majapahit gara-gara upeti.
Sebelum mengenal siapa itu Cheng Ho dan apa, sih, tujuan sebenarnya kasim (pelayan) itu berlayar, mari simak dulu mengapa namanya mendadak di-summon. Kok, bisa?
Semua berawal dari cuitan Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) MS Kaban. Kira-kira Kaban bilang begini (tulisan langsung dikutip dari cuitan secara verbatim):
"Cheng Ho pernah bawa puluhan kapal lengkap dgn pasukan utk serang Majapahit krn tdk mau tunduk bayar upeti pada kaisar China. Era Pres Jkwi mendarat dgn aman dan tenang ribuan orang RRC di Morowali pake pesawat RR China Airlines. Apakah tampi lagil Gajah Mada dgn Bhayangkara nya," cuitnya pada Kamis (10/1).
ADVERTISEMENT
Tulisan itu lalu disambar Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra. Yusril menulis:
"Cheng Ho membawa 120 armada dengan 30 ribu pasukan berlabuh di Tuban untuk memaksa Majapahit menghentikan perang dengan Blambangan. Missi Cheng Ho ke Jawa atas perintah Kaisar Ming Chu Ti utk mendamaikan kedua kerajaan yg sedang bertikai itu. Itu terjadi sekitar tahun 1407," kata Yusril membalas Kaban, Jumat (11/1).
Ramai-ramai di Twitter itu kemungkinan terjadi karena banyak hal. Misal, Yusril dan Kaban berada dalam satu payung: PBB. Atau, cuitan Kaban yang menghubungkan Cheng Ho dengan Joko Widodo (Jokowi). Atau mungkin, sikap PBB yang belum menentukan arah pilpres, sementara Yusril sudah menerima pinangan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin menjadi penasihat hukumnya.
Tapi, yang jadi masalah di sini, siapa yang benar soal Cheng Ho?
ADVERTISEMENT
Cheng Ho merupakan bahariawan yang muncul pada Dinasti Ming (1368 - 1644). Dia menjadi kesayangan Kaisar Zhu Di --penguasa pusat Dinasti Ming-- karena ikut membantu menggulingkan Kaisar Zhu Yunwen, penguasa sebelumnya.
Atas prestasinya itu, Cheng Ho didaulat sebagai kasim intern untuk membangun istana. Cheng Ho dipercaya melakukan pelayaran ke Samudera Hindia untuk memelihara hubungan Tiongkok dengan kerajaan-kerajaan luar. (Yuanzhi Kong: Muslim Tionghoa Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara).
Jika menelisik pendapat ahli sejarah Tiongkok, Zhang Zhin Xi, sebetulnya Cheng Ho diperintahkan Kaisar Zhu Di untuk memperluas pengaruh politik kerajaan Ming. Zhang Zhin menyebutnya dengan istilah 'politik kerukunan'.
Selain itu, Kaisar Zhu menginginkan pelayaran Cheng Ho bisa mendorong hubungan niaga Tiongkok. Zhu juga mengirimkan banyak utusannya ke negeri asing.
ADVERTISEMENT
J. Needham dalam bukunya, Sejarah Teknik Ilmu Pengetahuan Cina (mengutip referensi Yuanzhi Kong), mengungkapkan alasan lain misi pelayaran Cheng Ho. Menurutnya, Cheng Ho bermaksud untuk mencari jejak Yun Wen (kaisar yang baru digulingkan) karena ada kemungkinan Yun Wen masih hidup dan akan membawa masalah untuk eksistensi Ming.
Namun, di tengah ekspedisi, tujuan pelayaran berubah haluan, yakni menyebarkan kekuatan Tiongkok di bidang politik, ekonomi maupun budaya. Itu berarti, tujuan Cheng Ho tak lain adalah untuk mempropagandakan kejayaan Ming, bukan ekspansi, agresi, atau upeti.
Saat Cheng Ho ke Nusantara, hubungan Ming dengan Jawa justru terjalin damai. Cheng Ho tak pernah berniat untuk berperang dengan kerajaan Majapahit. Ambruknya hubungan Majapahit dan Tiongkok malahan terjadi ketika Mongol menaklukkan dinasti sebelum Ming, yakni Dinasti Song, pada 1279.
ADVERTISEMENT
Tentara Mongol di bawah perintah Kubilai Khan berhasil menguasai Tiongkok, lalu duduk di bawah bendera Dinasti Yuan. Kerajaan-kerajaan di banyak wilayah: Campa, Annam, Kamboja, Birma, berada dalam kekuasaan Kubilai Khan. Begitu pula Jawa.
Meski bertekad menaklukkan Jawa, naskah Sejarah Dinasti Yuan yang dikutip Historia.id dalam artikel berjudul 'Cheng Ho Tak Menyerang Jawa' menunjukkan taring Kubilai Khan sempat dipermalukan Kerajaan Singhasari. Wajah Meng Qi, utusan Kubilai Khan, dirusak oleh Raja Singhasari, Kertanagara.
Kubilai Khan menganggap hal ini merupakan bentuk penghinaan dan meminta Kertanegara mengakui kekuasaannya, serta mengirim utusan Singhasari ke Beijing. Namun Kertanegara tetap menolak. (Masa iya, raja yang telah menguasai Jawa, Sunda, dan Madura, Pahang dan berbagai wilayah itu mau-maunya takluk sama Mongol?).
ADVERTISEMENT
Geram, Khubilai Kan akhirnya mengirim tiga jenderalnya, Shi Bi, Ike Mese dan Gao Xing untuk menyerang Jawa.
Jadi, bagaimana fakta sebenarnya soal ‘Cheng Ho menyerang Majapahit?’
Masih merujuk catatan Yuanzi Khong. Saat Cheng Ho ke timur Pulau Jawa pada 1406, Majapahit tengah terlibat perang saudara. Raja timur, Wirabumi (putra Hayam Wuruk) dengan raja barat, Wikramawardhana (menantu Hayam Wuruk), saling memperebutkan takhta.
Hayam Wuruk sebelum mangkat berpesan agar Wikramawardhana meneruskan posisinya sebagai Raja Majapahit. Sementara Wirabumi akan berkuasa dan menjadi bangsawan di Blambangan, sebuah wilayah di timur Jawa. Tak terima dengan keputusan itu, perang antar keduanya pun terjadi pada 1401 hingga 1406.
Sedikitnya 170 awak kapal Cheng Ho turut menjadi sasaran dan tak sengaja terbunuh oleh pasukan Wikramawardhana karena dikira sebagai bala bantuan kubu seberang. Wikramawardhana yang belakangan mengakui kekeliruannya segera mengirim utusan ke Tiongkok untuk meminta maaf. Kaisar Ming lalu menuntut Wikramawardhana mengganti rugi pembunuhan tak disengaja itu dengan emas 60.000 tail.
ADVERTISEMENT
Wikramawardhana pada akhirnya hanya mampu membayar 10.000 tail emas. Itikad baik itu akhirnya diterima Kaisar Ming dan bersedia membatalkan perjanjian awal. Mengingat, Ming membutuhkan Jawa untuk hubungan bilateral menyoal perniagaan.
Cheng Ho juga tak melakukan serangan balasan. Dia langsung bertolak ke Semarang untuk melindungi awak kapalnya. Sejak saat itu, hubungan Ming dengan Jawa semakin erat.
Peneliti dari Pusat Studi China Universitas Indonesia, Nurni Wahyu Wuryandari, menekankan bahwa hitung-hitungan Ming soal hubungan dagangnya dengan Jawa dianggap penting, walaupun Jawa dianggap pernah bersalah pada penguasa Tiongkok.
“Kenapa sampai begitu? Karena pertalian dagang kalau sampai putus rugi, karena menyangkut uang dalam jumlah besar," kata Nurni dalam wawancaranya dengan Historia.id.