Polemik JHT Cair saat Usia 56 Tahun: PPP Minta Dievaluasi; PKS Menolak

14 Februari 2022 8:01 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kemnaker dan BPJS Ketenagakerjaan gelar vaksinasi bagi buruh, calon pekerja migran, dan calon pemagang luar negeri. Foto:  Dok Kemnaker
zoom-in-whitePerbesar
Kemnaker dan BPJS Ketenagakerjaan gelar vaksinasi bagi buruh, calon pekerja migran, dan calon pemagang luar negeri. Foto: Dok Kemnaker
ADVERTISEMENT
Menaker Ida Fauziyah mendapat sorotan tajam dari masyarakat karena mengeluarkan peraturan baru soal pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT).
ADVERTISEMENT
Dalam Permenaker RI No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, JHT baru bisa dicairkan saat pekerja berumur 56 tahun.
Aturan ini ditandatangani pada 4 Februari 2022 dan mencabut aturan lama yaitu Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.
Dalam aturan lama, JHT dapat diberikan kepada peserta yang sudah mencapai usia pensiun, maupun peserta yang berhenti bekerja baik itu mengundurkan diri (resign), terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan tidak lagi menjadi warga negara Indonesia (WNI).
Selain itu, JHT bisa dibayarkan tanpa ada batasan umur, langsung secara tunai dan sekaligus oleh BPJS Ketenagakerjaan setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau PHK.
Ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan. Foto: Shutter Stock

PPP Minta Permen JHT Cair saat 56 Tahun Dievaluasi

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PPP Anas Thahir meminta agar pemerintah dapat segera mengevaluasi aturan baru tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia khawatir aturan ini akan memberikan dampak buruk pada kehidupan pekerja khususnya di masa pandemi sekarang ini.
"Pemerintah perlu mengevaluasi kembali Permen Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Agar aturan baru ini tidak justru berdampak buruk terhadap kondisi kehidupan para pekerja Indonesia yang saat ini sedang menghadapi situasi sulit akibat pandemi COVID," ujar Anas.
Sekretaris Majelis Pertimbangan PPP itu menganggap pemerintah hanya mengedepankan pertimbangan aspek yuridis semata dalam proses penyusunan Permen tersebut. Seharusnya, kondisi pekerja menjadi pertimbangan tersendiri sebelum menerbitkan Permen tersebut.
"Harus benar-benar melihat kondisi faktual yang dihadapi para pekerja atau buruh Indonesia saat ini. Di mana ketahanan ekonominya sedang sangat rentan dan berada di bawah angka rata-rata, bahkan masih banyak yang gajinya di bawah UMR," kata Anas.
BPJS Ketenagakerjaan. Foto: Dok. BPJamsostek
Menurut Anas, pemerintah harus jernih melihat situasi pekerja akibat pandemi COVID-19 yang berkepanjangan. Penerbitan Permen ini, kata dia, makin menunjukkan keberpihakan pemerintah pada golongan pengusaha.
ADVERTISEMENT
"Meski pekerja/buruh banyak melakukan klaim JHT, tidak perlu khawatir, pemerintah dengan cara apa pun pasti mampu membayar. Dan saya tetap berkeyakinan pemerintah tidak akan bangkrut hanya karena klaim JHT tinggi. Toh itu uang mereka sendiri," ungkap Anas.
Karenanya, Anas meminta agar pemerintah untuk mengevaluasi kembali aturan tersebut dan mempertimbangkan betul dampak akibat diberlakukannya aturan tersebut bagi para pekerja.
Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP, Rahmad Handoyo. Foto: Dok. Pribadi

Anggota DPR PDIP Minta Ada Dialog dan Beri Pekerja Opsi

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Rahmad Handoyo menilai terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 perlu dievaluasi. Ia meminta Kemenaker membuka dialog untuk mencarikan solusi atas keberatan yang dirasakan masyarakat.
"Persoalannya di saat pandemi, banyak pengangguran dan PHK, mengundurkan diri dengan alasan apa pun, kan tidak bisa ambil JHT. Harus nunggu 56 tahun. Ini yang jadi kepedulian kita, suasana batin harus kita pahami," kata Rahmad.
ADVERTISEMENT
"Pekerja menjerit di saat gaji UMR-nya kecil, di bawah UMR, PHK, enggak ada tabungan, larinya ke mana? Ya JHT. Saya kira masih ada waktu untuk berdialog, saya percaya proses Permenaker ini kan panjang, melalui diskusi, masukan para pihak, stakeholder, akademisi," imbuh dia.
Rahmad mengatakan, apa dilakukan pemerintah terkait Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 sebetulnya tidak menyalahi aturan. Ini pun sesuai UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Bahwa, dana pekerja yang diinvestasikan hingga 56 tahun diharapkan nilainya semakin tinggi dan dapat dipergunakan di hari tua masyarakat, untuk membangun usaha dan lainnya. Namun, Rahmad menekankan tentu perlu dicarikan solusi bagi pekerja terdampak pandemi yang membutuhkan JHT saat ini.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi kartu BPJS Ketenagakerjaan Foto: Shutterstock
Menurut Rahmad, pekerja sebaiknya diberikan opsi di masa pandemi ini. Jika pekerja mampu maka dapat mengikuti program baru, sementara yang kesulitan dapat mencairkan JHT sesuai kebutuhan.
"Pekerja ada masa transisi untuk sekian tahun, barangkali setelah ekonomi pulih fungsi JHT dikembalikan ke fungsi sesuai kiprahnya untuk pensiunan. Diendap, diinvestasikan dulu, baru dikembalikan ke pekerja usia 56. Nah, perlu ada masa transisi kenapa tidak?" paparnya.
"Peserta diberi opsi. Yang PHK atau mengundurkan diri sebelum 56 tahun bisa ikut program itu baik, tapi yang tidak ada dana untuk sehari-harinya dan lain-lain, itu kita beri ruang opsi untuk bisa dicairkan. Yang penting ada dialog, diskusi agar ada hasil yang baik buat kita semua," tandas dia.
Ilustrasi pemutusan hubungan kerja (PHK). Foto: shutterstock

Dana JHT Hak Pekerja, Harapan Korban PHK di Usia Produktif

Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati mengkritisi kebijakan baru Kemenaker ini. Menurut Mufida, sebagai dana yang diambil dari pekerja, pada hakikatnya program dana JHT adalah hak pekerja. Sehingga, JHT bisa cair saat 56 tahun dinilai mengambil hak pekerja.
ADVERTISEMENT
Ia khawatir apabila hak untuk mencairkan JHT minimal berusia 56 tahun, pekerja yang membutuhkan jaring pengaman di waktu sulit, terlebih di masa pandemi, akan semakin terbebani.
"Pekerja yang mencairkan JHT karena memang butuh, karena di-PHK, dan mundur dari perusahaan karena dampak pandemi. Mereka menggunakan dana JHT untuk bertahan sembari berusaha mencari pekerjaan baru," kata Mufida.
"Kalau aturan JHT kini hanya bisa dicairkan saat usia pensiun, jaring pengaman untuk mereka yang di-PHK belum ada," imbuhnya.
Menurut kebijakan terbaru, pencarian JHT 100 persen hanya bisa dilakukan pada usia pensiun 56 tahun. Sementara pencairan JHT sebelum usia 56 bisa dilakukan dengan beberapa persyaratan dan kondisi.
Anggota Komisi IX DPR (PKS), Kurniasih Mufidayati. Foto: Dok. Pribadi/Kurniasih Mufidayati
Padahal Mufida mengungkap, menurut data BPJS Ketenagakerjaan, hingga Agustus 2021, 1,49 juta kasus klaim JHT didominasi oleh korban PHK dan pengunduran diri dengan peserta rentang di bawah 30 tahun atau usia produktif.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Mufida menyoroti sudah ada Jaminan Pensiun bagi pekerja penerima upah yang manfaatnya bisa dirasakan saat usia pensiun. Sehingga seharusnya JHT bisa dicairkan lebih awal bagi pekerja terdampak PHK hingga pandemi.
Bagi Mufida, peraturan baru JHT tidak sensitif di tengah kondisi masyarakat saat ini. Di masa pandemi, ia menekankan banyak pekerja di-PHK dengan kesempatan kerja yang semakin sulit.
Belum lagi, banyak kebijakan pengusaha yang lebih memilih menjadikan pekerjanya sebagai pegawai kontrak (PKWTT). Sebab itu, dana JHT merupakan harapan terbesar pekerja sebagai dana untuk menyambung hidup sampai modal usaha.
Mufida melihat peraturan ini masih menjadi lanjutan kebijakan yang tercantum dalam UU Cipta Kerja. JHT dalam perspektif pemerintah, kata dia, adalah dana yang bisa diatur-atur oleh pemerintah yang diserahkan kepada pemerintah, untuk digunakan sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Menaker Ida Fauziyah. Foto: Kemnaker RI

Anggota DPR PKS Tolak Permenaker JHT

Anggota Komisi IX DPR RI, Alifudin, menilai kebijakan tersebut menyakiti hati rakyat khususnya para buruh, dan menolak keras keputusan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
ADVERTISEMENT
Peraturan ini menambah penderitaan rakyat dan menyakiti hati rakyat, karena peraturan tersebut mempersulit buruh. Sebab, jika seorang buruh yang mengundurkan diri atau di PHK membutuhkan uang JHT. Tapi ia harus menunggu sampai berusia 56 tahun,” kata Alifudin.
“Pemerintah baiknya sebelum membuat keputusan, mendengarkan dulu aspirasi rakyat khususnya buruh, agar kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak selalu menimbulkan kontroversi yang menambah penderitaan rakyat,” imbuh dia.
Alifudin pun mempertanyakan apakah Permenaker terbaru ada kaitannya dengan kondisi keuangan BPJS. Menurut dia, BPJS Ketenagakerjaan perlu diaudit forensik keuangannya oleh auditor independen.
Alifudin mewanti-wanti pemerintah untuk tak menambah beban dan pikiran rakyat khususnya buruh. Ia mengingatkan, sebelumnya, sudah ada persoalan terkait UU Cipta Kerja hingga aturan upah.
ADVERTISEMENT
“Kita semua sangat berharap dan meminta kepada pemerintah agar fokus terhadap perlindungan tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan rakyat agar hidup dengan kemakmuran," tandas dia.