Polemik Keris Pangeran Diponegoro yang Dikembalikan Belanda ke Indonesia

13 Maret 2020 7:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keris Pangeran Diponegoro. Foto: Instagram/@pramonoanungw
zoom-in-whitePerbesar
Keris Pangeran Diponegoro. Foto: Instagram/@pramonoanungw
ADVERTISEMENT
Sebuah keris milik Pahlwan Nasional Pangeran Diponegoro dikembalikan oleh Belanda kepada Indonesia. Keris yang disebut Keris Kiai Nogo Siluman berada di tangan Belanda selama 189 tahun.
ADVERTISEMENT
Keris itu dipakai Pangeran Diponegoro saat berperang melawan penjajah pada tahun 1825-1830. Saat Diponegoro ditawan, keris itu disita pemerintah Hindia Belanda.
Keris itu kemudian dibawa ke Belanda dan disimpan di museum di Leiden. Salah satu benda milik Pangeran Diponegoro tersebut akhirnya pulang ke Tanah Air pada Kamis (5/3).
Kembalinya keris tersebut bertepatan menjelang lima hari kunjungan Raja Belanda Willem Alexander beserta Ratu Maxima. Presiden Jokowi dan Raja Belanda Willem sempat menengok keris Pangeran Diponegoro yang dipamerkan di Istana Bogor, Selasa (10/3).
"Keris Pangeran Diponegoro diserahkan oleh Raja Belanda Willem Alexander melalui Dubes Indonesia di Belanda pada tanggal 3 Maret 2020 kepada Presiden Jokowi dan pada kunjungannya Raja Belanda. Hari ini, tanggal 10 Maret di Istana Bogor, keris tersebut dipamerkan," kata Pramono Anung seperti dikutip dari aku Instagramnya, Selasa (10/3).
Presiden Joko Widodo (kiri) dan Raja Belanda Willem Alexander (kanan) berfoto disamping keris Pangeran Diponegoro disela kunjungan kenegaraan di Istana Bogor. Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Keturunan Diponegoro Minta Tak Langsung Percaya

Keturunan Pangeran Diponegoro, Kusumo Putro, meminta pemerintah untuk tidak langsung percaya kepada Belanda. Sebab bisa jadi keris yang dikembalikan Belanda bukan miliki Diponegoro.
ADVERTISEMENT
"Mungkin bisa juga ini keris lama yang belum tentu Keris Diponegoro. Karena Keris Naga Siluman itu jumlahnya ratusan. Keris Naga Siluman itu kan ada di beberapa Era, Era Pakualaman, Era Mataraman, Era Kartosuro, Era Pengging bahkan di Era Majapahit, ada Era Naga Siluman. Makanya itu kita harus mengecek keaslian keris tersebut," kata Kusumo dikutip dari Bengawan News --media patner kumparan.
Ketua Forum Budaya Mataram (FBM) itu meminta pemerintah mengecek keaslian keris dengan mendatangkan beberapa Empu, Tim Ahli, dan juga beberapa Empu Keris.
"Biar tahu look-nya gimana, panjangnya seberapa, lebarnya seberapa, lalu keris ini pas tidak di Era Diponegoro. Era Diponegoro itukan tahun 1800-an, Keris Naga Silumannya itu tepat di zamannya era itu apa bukan," pungkas Kusumo.
Keris Pangeran Diponegoro. Foto: Instagram/@pramonoanungw
zoom-in-whitePerbesar
Keris Pangeran Diponegoro. Foto: Instagram/@pramonoanungw

Keluarga Diponegoro Minta Keris Diuji Logam

Senada dengan Kusumo, pihak keluarga Pangeran Diponegoro mengusulkan agar dilakukan uji logam untuk mengetahui detail komponen keris. Pihak keluarga juga sudah menyampaikan kepada Sri Margana, Ketua Departement Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga tim ahli yang melakukan verifikasi keris tersebut sebelum berangkat ke Belanda.
ADVERTISEMENT
"Uji logam sudah saya usulkan ke Pak Margana. Ketika Pak Margana mau berangkat kontak saya. Saya beri saran kalau bisa ketemu dulu dengan satu ahli keris karena waktunya sudah mepet saya sarankan ke Mas Feri Febrianto. Tapi mungkin karena waktunya mendadak Pak Margana belum sempat," kata Roni Sodewo, keturunan ketujuh Pangeran Diponegoro di Sewon, Bantul Rabu (11/3).
Roni mengatakan dengan uji logam itu, empu-empu yang saat ini masih praktik bisa mengetahui dari tahun berapa keris itu berasal.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja menerima keris Diponegoro dari pemerintah Belanda di KBRI Den Haag, Belanda. Foto: Dok. KBRI

Pencinta Keris Sebut Bukan Keris Nogo Siluman

Keraguan akan keaslian keris juga diungkapkan Ketua Umum Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI), Fadli Zon. Dalam akun twitternya, Fadli menyebut keris itu adah keris Nogo Rojo bukan Nogo Siluman.
ADVERTISEMENT
"Keris Diponegoro ada 3 buah, ada di ruang yang sama di Museum Volkenkunde. Yang dibawa ini Nogo Rojo. Dua keris Diponegoro dhapur Nogo Siluman yang legendaris belum terbawa. Ya mungkin next time ya. Berikut ini fotonya, yang kiri ber-luk, yang kanan lurus. Tangguh HB sepuh," tulis Fadli Zon di akun twitternya. kumparan sudah mencoba mengontak politikus Gerindra itu untuk mengutip keterangannya.

Keris Disebut Cocok Dimiliki Presiden

Selain Fadli Zon, Ketua Lar Gangsir (komunitas pecinta keris di Yogyakarta) Nilo Suseno menganggap keris yang telah pulang ke Indonesia merupakan Nogo Sosro, bukan Nogo Siluman.
Namun, ia melihat keris dari Belanda itu cocok untuk dimiliki seorang penguasa, dalam hal ini seorang presiden. Dari sisi spiritual, kata dia, keris jenis nogo itu melambangkan kekuatan dan pas untuk orang yang memiliki status tinggi.
ADVERTISEMENT
"Karena peran tanggung jawab presiden sangat besar," kata Nilo dalam keterangan tertulis, Kamis (12/3).
Tidak harus status politik atau wilayah tetapi juga bidang keilmuan atau profesi masing-masing. Ibaratnya keris ini cocok bagi pemimpin.
"Jadi peran atau tanggung jawab yang diemban seorang pemimpin atau penguasa orang nomor satu kan harus mengayomi banyak orang, jutaan orang. Kemudian harus memakmurkan, melindungi, memikirkan nasib sekian banyak orang," kata Nilo.

Akademisi UGM Sebut Nogo Siluman Keris Diponegoro

Menanggapi keraguan yang muncul, Ketua Departement Sejarah UGM Sri Margana menilai bagus jika ada diskusi publik terkait keris yang ia verifikasi. Namun alangkah baiknya diskusi itu difasilitasi, tidak hanya di medsos.
Dia mengimbau kepada pihak yang hendak berdiskusi agar sebaiknya melihat keris itu terlebih secara langsung. Sehingga diskusi yang dibahas tidak berdasar foto atau kata siapa.
ADVERTISEMENT
Margana sendiri mengatakan bahwa dia tidak tahu perbedaan fisik antara Nogo Siluman dan Nogo Rojo.
"Saya tidak tahu (perbedaannya)," kata kata Margana kepada kumparan ditemui di Cafe Pas Podjok, Sewon, Kabupaten Bantul, Rabu (11/3).
Margana mengatakan, sebelum berangkat ke Belanda, dia sudah berdiskusi dengan sejumlah ahli keris. Ia juga memverifikasi 4 penelitian berbeda dari keris itu, total penelitian yang dilakukan mencapai 36 tahun.
“Dari laporan panjang yang saya baca maka saya bisa menyatakan bukti-bukti yang dihadirkan 4 tim peneliti yang berbeda itu cukup akurat, cukup valid,” tegas Margana.