Polemik Mobil Dinas untuk Pimpinan KPK

17 Oktober 2020 6:38 WIB
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
KPK kembali mendapatkan sorotan. Kali ini, dikarenakan pengadaan mobil dinas untuk dewas, pimpinan, serta pejabat KPK masuk dalam anggaran tahun 2021. Bahkan KPK sudah berkoordinasi dengan pihak terkait dalam pengadaannya.
ADVERTISEMENT
"Dalam anggaran KPK tahun 2021 benar ada sejumlah anggaran untuk pengadaan kendaraan dinas jabatan baik itu untuk pimpinan KPK, pejabat struktural, dewas, dan kendaraan antar jemput pegawai KPK. Di mana anggaran tersebut telah disetujui oleh DPR," ujar Plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam pernyataan persnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Ketua KPK Firli Bahuri akan mendapatkan mobil dinas yang dianggarkan sebesar Rp 1.450.000.000. Sementara empat wakil ketua akan mendapatkan anggaran mobil dinas dengan anggaran masing-masing Rp 1 miliar.
Sedangkan untuk Dewas KPK, anggaran untuk mendapatkan mobil baru ialah Rp 3.514.850.000. Pejabat eselon I dan II KPK pun dikabarkan akan turut mendapat mobil dinas.
Ketua KPK Firli Bahuri menggunakan masker dan pelindung wajah saat menjalani sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta. Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
Namun, rencana itu ditolak oleh Dewas KPK. Ketua Dewas Tumpak Hatorangan Panggabean bahkan mengaku tak pernah mengusulkan anggaran untuk mobil dinas tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kalau kami dari Dewas enggak pernah mengusulkan diadakan mobil dinas bagi Dewas. Kami tidak tahu usulan dari mana itu," kata Tumpak kepada wartawan.
Tumpak mengatakan, ia bersama anggota Dewas lainnya merasa cukup dengan tunjangan yang diberikan oleh negara. Sebab, ada tunjangan transportasi di dalamnya sehingga Dewas menolak adanya anggaran untuk mobil dinas itu.
"Kalaupun benar kami Dewas punya sikap menolak pemberian mobil dinas tersebut kenapa karena berdasarkan Perpres tentang penghasilan Dewas sudah ada diberikan tunjangan transportasi," ungkapnya.
Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak Hatorangan. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
"Sudah cukuplah itu, begitu sikap kami," tegasnya.

Ragam Reaksi soal Rencana Pengadaan Mobil Dinas untuk Pimpinan KPK

Rencana pengadaan mobil dinas ini mendapatkan kritik dari berbagai pihak. Sebab selama ini, pimpinan KPK tak pernah memiliki mobil dinas untuk operasional.
ADVERTISEMENT
Menanggapi polemik ini, Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi NasDem Ahmad Sahroni mengatakan komisinya hanya menyetujui anggaran yang diajukan KPK agar diteruskan ke Kemenkeu.
"Komisi III hanya menyetujui dan diteruskan ke Badan anggaran DPR dan Badan Anggaran DPR melanjutkan ke Kementerian Keuangan," kata Sahroni saat dihubungi.
Terkait dengan alokasi anggaran, kata dia, merupakan urusan internal KPK. Dia menyebut Komisi III DPR yang bermitra dengan KPK, tak terlibat dalam program anggaran yang dibuat.
Plt jubir KPK Ali Fikri pun menyampaikan bahwa pengadaan dilakukan karena hingga saat ini pejabat KPK belum memiliki mobil dinas.
"Hingga saat ini, KPK tidak memiliki mobil dinas jabatan baik itu untuk pimpinan maupun pejabat struktural KPK," kata Ali.
ADVERTISEMENT
Meski tidak mendapatkan mobil dinas dan harus menggunakan kendaraan pribadi, namun sebetulnya untuk transportasi sudah dianggarkan dalam tunjangan. Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan tunjangan transportasi yang diterima pimpinan sudah lebih dari cukup.
Ia mengungkapkan, setiap bulannya Ketua KPK mendapatkan tunjangan transportasi senilai Rp 29.546.000. Sementara Wakil Ketua KPK mendapatkan Rp 27.330.000. Nominal tersebut berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2015 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK.
Plh Jubir KPK Ali Fikri. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Tunjangan transportasi (pimpinan KPK) jilid 1 sampai 4 itu lebih dari cukup untuk melakukan penindakan dan pencegahan di KPK," ujar Saut kepada wartawan.
Ia menilai pertimbangan menganggarkan mobil dinas bagi pimpinan KPK perlu dikaji ulang. Sebab sistem tunjangan transportasi sudah menunjang kinerja pimpinan KPK. Sehingga Saut berpandangan anggaran mobil dinas tidak diperlukan.
ADVERTISEMENT
"Sebaiknya tidak perlu lah ya (anggaran mobil dinas). Sistem lama itu lebih pasti daripada sistem dibelikan negara. Nanti banyak hal bisa terjadi di situ. Dengan tunjangan transport lebih pasti," tuturnya.
Saut juga menyebut saat ini negara membutuhkan banyak dana untuk menangani pandemi corona. Sehingga pengadaan mobil dinas untuk Dewas dan pimpinan KPK tidak terlalu mendesak.
"Yang utama saat ini bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja, sedang sekarat dari banyak sisi. Oleh sebab itu jangan mempersulit beban negara," ujarnya.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang (kiri) saat menggelar konferensi pers terkait penetapan tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/12). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Saut tak sependapat jika mobil dinas bertujuan untuk memperbaiki kinerja KPK. Menurutnya, pimpinan KPK mulai dari jilid I hingga IV masih dapat bekerja dengan baik tanpa mobil dinas.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada kaitan langsung dengan kinerja pimpinan, misalnya OTT (Operasi Tangkap Tangan) dan kinerja lain," ucap Saut.
Saut bahkan bercerita saat menjabat dulu, ia menggunakan mobil Toyota Innova sebagai transportasi sehari-hari untuk berangkat ke kantor. Ia mengaku tak ada kendala selama menggunakan mobilnya itu.
"Naik innova diesel tahun 2013 cukuplah. Kalau di luar kota juga sewa SBU-nya (Standar Biaya Umum) Innova. Punya keluarga sendiri/pribadi menggunakan uang transport itu pemeliharaan dan operasionalnya. Aman tuh Kalibata-Kuningan," ujarnya.
Sementara mantan Kabiro KPK Febri Diansyah menyampaikan tanggapannya terkait rencana pengadaan mobil dinas. Febri yang pada Jumat (16/10) mengakhiri pekerjaannya di lembaga antikorupsi itu mengatakan beberapa temannya sempat bercanda soal mobil dinas.
Komentar lainnya datang dari mantan Ketua KPK Abraham Samad. Menurutnya, pengadaan mobil dinas dilakukan pada saat yang tidak tepat. Sebab Indonesia tengah dilanda pandemi corona dan membutuhkan anggaran ekstra untuk penanganannya. Terlebih, ekonomi masyarakat kini dalam kondisi yang sulit.
ADVERTISEMENT
"Timing atau momennya sangat tidak tepat, karena sekarang kita kan menghadapi pandemi corona ya, yang dampaknya itu terhadap ekonomi kita jadi tidak stabil, ekonomi kita jadi morat-marit. Orang jadi banyak kehilangan pekerjaan, orang banyak tidak bisa makan karena pandemi ini terjadi krisis ekonomi," ujar Samad.
"Jadi itu (pengadaan mobil dinas) aneh ya. Merusak dan mengusik rasa keadilan, jadi tidak ada empati menurut saya," lanjut Samad.
Mantan pimpinan KPK lainnya, Bambang Widjojanto, menilai pengadaan mobil dinas untuk Pimpinan KPK tidak mendesak. Bahkan ia berpendapat hal itu tak sesuai dengan KPK sebagai lembaga yang menjunjung tinggi integritas dan kesederhanaan.
Ketua Tim Gabungan Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bidang Pencegahan Korupsi Bambang Widjojanto. Foto: Darin Atiandina/kumparan
Menurut BW -sapaan Bambang-, penggunaan mobil dinas tidak berpengaruh langsung pada upaya pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
"Pimpinan KPK sedang meninggikan keburukannya dalam hal keteladanan. Tindakan ini sekaligus sesat paradigmatis," ujar Bambang kepada wartawan.
"Sedari awal KPK di-profil dan dibangun dengan brand image sebagai lembaga yang efisien, efektif, dan menjunjung tinggi integritas dan kesederhanaan. Mobil dengan cc tinggi tidak efisien dan efektif karena tidak berpengaruh langsung pada upaya percepatan dan peningkatan kualitas pemberantasan korupsi," sambungnya.
Mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif juga menilai pengadaan mobil dinas tak menunjukkan empati atas kondisi negara yang sedang sulit.
Morat-maritnya kondisi ekonomi dan banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan, kata Syarif, seharusnya menjadi pertimbangan agar tak melanjutkan pengadaan mobil dinas.
"Pimpinan KPK dan seluruh jajarannya harus berempati pada kondisi bangsa yang orang miskinnya masih mencapai 20 jutaan, dan penambahan kemiskinan baru akibat COVID-19 yang menurut BPS sebanyak 26,42 juta. Sehingga kurang pantas untuk meminta fasilitas negara di saat masyarakat masih prihatin seperti sekarang," ujar Syarif.
ADVERTISEMENT
"Walau pun status KPK menjadi ASN, tapi nilai-nilai luhur KPK seperti independen dan sederhana tidak boleh ditinggalkan," sambungnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: