Polemik Pemilu Prancis: Sayap Kiri Menang, Macron Terancam Koalisi

8 Juli 2024 17:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para pengunjuk rasa mengibarkan bendera Prancis dan bendera "Persatuan Populer" untuk mendukung "Nouveau Front Populaire" (Front Populer Baru - NFP) di Paris, Prancis, Minggu (30/6/2024). Foto: Fabrizio Bensch/ REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Para pengunjuk rasa mengibarkan bendera Prancis dan bendera "Persatuan Populer" untuk mendukung "Nouveau Front Populaire" (Front Populer Baru - NFP) di Paris, Prancis, Minggu (30/6/2024). Foto: Fabrizio Bensch/ REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemilu parlemen Prancis pada Minggu (7/7) menghasilkan peta politik yang tak terduga. Koalisi sayap kiri New Popular Front (NFP) memperoleh suara terbanyak, tetapi gagal meraih mayoritas mutlak.
ADVERTISEMENT
Hasil ini menjadi pukulan bagi Partai Nasional Rally (RN) pimpinan Marine Le Pen yang diprediksi menang besar dan malah meraih posisi ketiga.
Presiden Emmanuel Macron juga terdampak, dengan aliansi sentrisnya, Together, kehilangan sekitar 80 kursi dan berada di posisi kedua.
Dikutip dari Guardian, parlemen yang 'menggantung' ini merupakan situasi baru bagi Prancis. Mereka tidak memiliki sejarah modern pemerintahan koalisi.
Gabriel Attal telah mengajukan pengunduran dirinya sebagai perdana menteri di Élysée, Senin (8/7), namun belum ada kandidat pengganti yang jelas.
Hal ini juga memungkinkan Macron, dengan sisa tiga tahun masa jabatan, harus “berkoalisi” dengan perdana menteri yang berbeda afiliasi politik.
Pemimpin France Unbowed dan partai terbesar di NFP, Jean-Luc Mélenchon, adalah figur kontroversial yang tidak disukai oleh sebagian anggota partainya sendiri.
ADVERTISEMENT
Ekspresi Presiden Prancis Emmanuel Macron usai terpilih kembali sebagai presiden saat perayaan kemenangannya di Champs de Mars di Paris, Prancis. Foto: Benoit Tessier/REUTERS
Macron bisa memilih siapa saja sebagai perdana menteri, tetapi banyak dari aliansinya menyatakan tidak akan bekerja dengan France Unbowed.
Jika Macron mencoba menunjuk seseorang dari aliansi sentrisnya, mereka akan dianggap kurang legitimasi. Tanpa jalan yang jelas, posisi presiden akan melemah baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Koalisi sayap kiri NFP menjadi kekuatan terbesar di parlemen Prancis dengan 182 kursi dari 577 kursi, tetapi gagal meraih mayoritas mutlak. Aliansi sentris Macron meraih 163 kursi, sementara RN memperoleh 143 kursi.
Pemimpin sayap kanan, Marine Le Pen, berencana mencalonkan diri sebagai presiden pada 2027. Ia mengatakan bahwa partainya akan terus bangkit.
“Gelombang naik. Tidak cukup tinggi kali ini, tapi terus naik dan kemenangan kami hanya tertunda,” katanya, seperti dikutip dari Guardian.
ADVERTISEMENT
Pemimpin RN, Jordan Bardella, menyebut kerja sama antara kekuatan anti-RN sebagai “aliansi memalukan” yang akan melumpuhkan Prancis.
Jika tidak ada kesepakatan politik yang memungkinkan, presiden juga dapat menunjuk pemerintahan teknokratis, yang terdiri dari para ekonom, akademisi, diplomat, dan para pemimpin bisnis atau serikat pekerja.
Namun, Prancis belum pernah memiliki pemerintahan seperti itu sebelumnya.