Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Bareskrim Mabes Polri menangkap delapan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI ). Mereka tersebar di dua kota, yakni Medan dan Jakarta. Selain itu, mereka semua sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
ADVERTISEMENT
Delapan petinggi KAMI yang ditangkap dan ditahan itu yakni Juliana, Devi, Khairi Amri, Wahyu Rasari Putri, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Kingkin Anida.
Deklarator KAMI, Gatot Nurmantyo, kemudian angkat suara terkait penangkapan itu. Dia meminta para kader atau simpatisan KAMI tak lagi meributkan penangkapan tersebut.
"Teman teman jangan ributkan teman kita yang lagi ditahan di Bareskrim. Mereka semua pejuang! Bukan karbitan! KAMI adalah kumpulan orang-orang yang berjuang untuk rakyat, bangsa, dan negara serta keyakinan akan kebenaran perjuangan yang Hakiki," kata Gatot.
Mantan Panglima TNI itu mengatakan, seluruh kader KAMI sudah siap berjuang dengan segala risiko dan konsekuensinya. Sehingga tak perlu mengasihani petinggi KAMI yang ditangkap Polri .
ADVERTISEMENT
Gatot yakin, delapan petinggi KAMI yang ditangkap justru bahagia dengan penangkapan tersebut.
"Silakan jenguk dan lihat pasti disambut dengan senyum ceria. Jadi itulah insan KAMI. Semakin ditekan semakin Bangkit! Lanjutkan Perjuangan Saudaraku!!" ucap Gatot.
KAMI Minta Polri Tak Represif
Meski telah meminta para kader dan simpatisan tidak meributkan penangkapan delapan petingginya, KAMI menilai tindakan yang dilakukan Polri represif.
"KAMI menyesalkan dan memprotes penangkapan tersebut sebagai tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat," tulis pernyataan tiga Presidium KAMI yakni Gatot Nurmantyo, Din Syamsuddin, dan Rochmat Wahab.
Mereka menilai penangkapan terhadap Syahganda Nainggolan aneh, tidak lazim dan menyalahi prosedur. Karena melihat waktu dasar laporan polisi 12 Oktober 2020 dan keluarnya sprindik tanggal 13 Oktober 2020.
ADVERTISEMENT
Sebab merujuk Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dan Putusan MK Nomor 21/PUI-XII /2014, tentang perlu adanya minimal dua barang bukti, dan UU ITE Pasal 45 terkait frasa 'dapat menimbulkan' maka penangkapan para tokoh KAMI, patut diyakini mengandung tujuan politis, dengan mengunakan instrumen hukum.
Mabes Polri juga dianggap melakukan generalisasi dengan penisbatan kelembagaan yang bersifat tendensius. Kemudian dianggap prematur karena mengungkapkan kesimpulan dari proses pemeriksaan yang masih berlangsung.
"Semua hal di atas, termasuk membuka nama dan identitas seseorang yang ditangkap, menunjukkan bahwa Polri tidak menegakkan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence), yang seyogyanya harus diindahkan oleh lembaga penegak hukum/Polri," tutur KAMI.
Ada Dugaan Handphone Petinggi KAMI Disadap
Dalam kasus yang menjerat delapan petingginya, Presidium KAMI mengungkap ada indikasi kuat jika handphone beberapa tokoh KAMI dalam hari-hari terakhir ini diretas atau dikendalikan oleh pihak tertentu. Sehingga besar kemungkinan disadap atau dikloning.
ADVERTISEMENT
"Hal demikian sering dialami oleh para aktivis yang kritis terhadap kekuasaan negara, termasuk oleh beberapa Tokoh KAMI. Sebagai akibatnya, "bukti percakapan" yang ada sering bersifat artifisial dan absurd," tulis KAMI.
KAMI dengan tegas menolak tindakan vandalistis dan kerusuhan dalam unjuk rasa kaum buruh, mahasiswa dan pelajar dikaitkan dengan mereka meski mendukung mogok nasional dan unjuk rasa kaum buruh sebagai bentuk menunaikan hak konstitusional.
Tetapi KAMI secara kelembagaan belum ikut serta, kecuali memberi kebebasan kepada para pendukungnya untuk bergabung dan membantu pengunjuk rasa atas dasar kemanusiaan.
Tak Ada Surat Penangkapan Terhadap Jumhur Hidayat
Menurut Ketua Komite Eksekutif KAMI, Ahmad Yani, berdasarkan keterangan keluarga, saat Jumhur ditangkap pihak kepolisian tak menyertakan surat penangkapan. Polisi kala itu mengatakan jika Jumhur hanya akan dimintai keterangan.
ADVERTISEMENT
"Pak Jumhur sendiri dan informasi ini, menurut informasi dari keluarga pada waktu proses penangkapan, Pak Jumhur itu tidak diikutsertakan dengan bukti surat penangkapan," kata Yani.
Eks Politikus PPP itu mengatakan, KAMI tak bisa memberikan pendampingan terhadap Jumhur karena dirinya tak bisa mengakses keberadaan Jumhur saat datang ke Mabes Polri. Namun, Yani menyebut Jumhur kini sudah memiliki pengacara.
"Dan katanya sudah ada pengacara dan kami tidak tahu, bukan dari KAMI dan saya tanya ke beberapa kawan-kawan yang hadir bukan juga. Saya tidak tahu apakah itu ditunjuk oleh Pak Jumhur atau pengacara yang disiapkan penyidik. Kita enggak tahu," ucap Yani.
Tudingan 4 Petinggi KAMI Rancang Kerusuhan saat Demo Terlalu Dini
Yani juga mengaku heran mengapa percakapan melalui grup di WhatsApp (WA) dinilai mampu menggerakkan massa saat aksi demo Omnibus Law dan menyebabkan kerusuhan. Ia menilai hal itu masih perlu dibuktikan kebenarannya.
ADVERTISEMENT
"Saya belum, tidak bisa memberikan komentar yang cukup panjang karena saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan grup WA dan apa yang dimaksud dengan isinya yang mengerikan dan sebagainya. Itu pertanyaan saya, apa iya sih hanya lantaran grup WA itu bahwa orang melakukan aksi," kata Yani.
Yani mengatakan, pergerakan massa terjadi dengan sendirinya karena mereka menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Karena itu dia menilai tuduhan polisi terkait rencana membuat rusuh aksi demo melalui grup WhatsApp masih prematur.
"Jadi menurut saya, itu agak terlalu prematur ya, menuduhkan bahwa kerusuhan itu dengan grup WA. Apa betul sejauh itukah grup WA bisa menggerakkan itu," ucap dia.
Syahganda, Jumhur, dan Anton Tak Terlibat Demo Ricuh Tolak Omnibus Law
Meski Syahganda, Jumhur, dan Anton Permana telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka, Ahmad Yani memastikan mereka tidak terlibat aksi demo yang berujung anarkis.
ADVERTISEMENT
"Jadi gini kita enggak tahu ya, yang paling penting itu yang Syahganda tidak ada kaitannya dengan Omnibus Law. Begitu juga dengan Anton Permana dan Pak Jumhur," kata Yani.
Yani meminta pihak kepolisian membuktikan tuduhan tersebut. KAMI juga sudah memberikan surat bantahan terhadap dugaan terlibat dalam kerusuhan demo Omnibus Law.
"Andaikan ada yang jejaring KAMI, itu adalah asal inisiatif dari jejaring sendiri karena organisasi ini inisiatif begitu juga mungkin ada tokoh-tokoh KAMI, dia pasti orang per orang karena KAMI secara kelembagaan tidak terlibat dan tidak ikut aksi. Apalagi dia sangka ikut terlibat dalam proses anarkis itu," ucap dia.
Yani mengatakan setiap keputusan atau sikap KAMI terkiat isu yang berkembang, selalu dimusyawarahkan terlebih dahulu sebelum diputuskan.
8 Petinggi KAMI Diminta Segera Dibebaskan
Atas segala jenis kejanggalan tersebut, KAMI meminta Polri membebaskan para Tokoh KAMI dari tuduhan dikaitkan dengan penerapan UU ITE. Karena banyak mengandung 'pasal-pasal karet' dan patut dinilai bertentangan dengan semangat demokrasi dan konstitusi yang memberi kebebasan berbicara dan berpendapat kepada rakyat warga negara.
ADVERTISEMENT
"KAMI mengucapkan terima kasih dan memberi penghargaan tinggi kepada berbagai pihak yang bersimpati kepada para tokoh KAMI yang ditahan, antara lain ProDem, LBH Muslim, para akademisi/pengamat, dan para netizen serta pendukung KAMI yang terus menggemuruhkan pembebasan para tokoh KAMI tersebut," tulis pernyataan KAMI.
"KAMI bersyukur bahwa dengan berbagai tantangan dan ujian, termasuk penangkapan para tokohnya, KAMI semakin mendapat simpati dan dukungan rakyat. KAMI semakin bertekad untuk meneruskan gerakan moral menegakkan keadilan dan melawan kelaliman," tutup pernyataan KAMI.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.