Polemik Penceramah Bersertifikat: Diusulkan Menag, Ditolak MUI

9 September 2020 8:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menag Fachrul Razi serahkan bantuan ke pesantren.  Foto: Kemenag
zoom-in-whitePerbesar
Menag Fachrul Razi serahkan bantuan ke pesantren. Foto: Kemenag
ADVERTISEMENT
Menteri Agama Fachrul Razi mengajukan program sertifikasi dai. Namun, ide tersebut ditolak oleh MUI karena dinilai bisa menimbulkan kegaduhan.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu MUI menolak rencana program tersebut," demikian pernyataan yang disampaikan Sekjen MUI KH Anwar Abbas dalam siaran pers kepada kumparan, Selasa (8/9).
Sebenarnya, sebelum ditolak oleh MUI, ide ini juga sudah ditolak oleh sejumlah fraksi di DPR RI. Misalnya Fraksi PKS yang menilai program tersebut bisa berpotensi memecah umat dan bangsa.
“Peningkatan kapasitas dai adalah hal yang sangat diperlukan untuk mendukung kerja dakwah mereka di masyarakat. Akan tetapi, semenjak penunjukan Menteri Agama merupakan buah dari proses politik sehingga segala kebijakannya berpotensi memiliki muatan politis dan menuai kecurigaan, maka seharusnya program ini tidak dilakukan oleh Kementerian Agama,” tegas anggota FPKS Bukhori Yusuf saat rapat kerja bersama Menteri Agama, Selasa (8/9).
Wakil Ketua Komisi VIII, Ace Hasan Syadzily. Foto: Moh Fajri/kumparan
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menilai Kemenag tak perlu repot mengurusi sertifikat penceramah. Sebab, menurutnya, sudah ada ormas agama yang lebih tepat untuk membina penceramah.
ADVERTISEMENT
"Dari sejak awal, soal peningkatan kapasitas penceramah, maka sebaiknya diserahkan saja kepada ormas keagamaan. Jika dalam Islam, ada MUI, NU, Muhammadiyah dan ormas Islam lainnya," kata Ace kepada kumparan, Senin (7/9).
Sementara itu, Ketua Komisi VIII Yandri Susanto menyebut, sertifikasi atau penilaian terhadap seorang penceramah biasanya diberikan masyarakat, bukan pemerintah. Dia pun mengingatkan Fachrul Razi agar tak membuat program kontroversi yang menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
"Sertifikat dai itu yang berikan masyarakat bukan pemerintah. Apa haknya berikan sertifikat? Jangan sampai Menag yang katanya Islam jadi banyak yang benci, ini penting, kalau enggak dibereskan kita pancing kegaduhan. Dalam raker ini penting diklarifikasi," ungkap Yandri.
Komisi VIII Yandri Susanto saat rapat kerja nasional (Rakernas) 2020 Ditjen Binmas Islam Kemenag RI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Waketum PAN itu meminta Kemenag membahas terlebih dulu seluruh program bersama komisi VIII selaku mitra kerja. Apalagi, program-program yang bisa menimbulkan banyak penolakan.
ADVERTISEMENT
"Rencana sertifikasi bagi penceramah, dai, ustaz yang menimbulkan banyak penolakan. Jadi kalau bisa hal-hal yang masih kajian belum ada kesepakatan di antara kita, sebaiknya dibicarakan dulu," ucapnya.
Menanggapi protes-protes tersebut, Fachrul Razi pun buka suara. Ia menjelaskan, program tersebut sudah melalui koordinasi banyak pihak, termasuk pemerintah dan ormas keagamaan lain.
"Kalau ada 1 2 yang agak menentang, kami tidak menganggap mereka lawan. Akan kami lakukan pendekatan lebih jauh, kami ingin semua terima dengan baik untuk kepentingan umat dan bangsa di masa depan," ucap Fachrul.
Menteri Agama Fachrul Razi saat jumpa pers sidang Isbat 1 Syawal 1441 H. Foto: Dok. Kemenag
Ia pun menjawab keresahan tentang nasib penceramah yang tidak memiliki sertifikasi. Fachrul menyebut Kemenag tidak akan mempersoalkan dai yang tak bersertifikasi. Namun, pihaknya tak bisa menjamin konten-konten ceramah yang disampaikan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Fachrul menyebut program penceramah bersertifikat juga bertujuan untuk menyatukan narasi keagamaan dan kebangsaan dalam satu napas.
Sertifikasi ini bertujuan untuk menyaring dai-dai yang berpaham radikal hingga mewujudkan kompetensi individu di bidang dakwah. Setidaknya, ada 8.200 pegiat dakwah yang dalam waktu dekat akan mengikuti program sertifikasi.
Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin di Kantor Wapres. Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan
Sementara itu, Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag, Kamaruddin Amin, menegaskan program ini bukan sertifikasi profesi, melainkan untuk meningkatkan kapasitas penceramah.
"Penceramah bersertifikat ini bukan sertifikasi profesi, seperti sertifikasi dosen dan guru. Kalau guru dan dosen itu sertifikasi profesi sehingga jika mereka sudah tersertifikasi maka harus dibayar sesuai standar yang ditetapkan," jelas Kamaruddin dalam siaran pers, Senin (7/9).
"Kalau penceramah bersertifikat, ini sebenarnya kegiatan biasa saja untuk meningkatkan kapasitas penceramah. Setelah mengikuti kegiatan, diberi sertifikat," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona