Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Polemik Pencopotan Hakim Aswanto, ICW Kritik soal 'Hakim MK Wakil DPR'
4 Oktober 2022 13:48 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW ), Kurnia Ramadhana, mengkritik keputusan DPR yang memberhentikan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto. Ia menilai keputusan pemberhentian Aswanto sarat akan kepentingan politik.
ADVERTISEMENT
Kurnia merujuk pernyataan Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto. Politikus PDIP yang akrab disapa Bambang Pacul itu sebelumnya menyatakan Komisi III kecewa dengan kinerja Aswanto.
Lebih rinci, Pacul mengungkap DPR kecewa karena Aswanto kerap tak meloloskan produk-produk DPR seperti UU. Pacul mengatakan seharusnya Aswanto berpihak pada parlemen, karena diusulkan oleh DPR.
Ia tak menjelaskan produk DPR mana saja yang dimaksud. Banyak kalangan menilai yang dimaksud ialah UU Cipta Kerja.
Hal ini yang kemudian dikritik ICW. Sebab, secara tidak langsung menyatakan soal Hakim MK wakil DPR
”Keputusan DPR ini kental dengan nuansa politik terhadap lembaga kekuasaan kehakiman. Sebab, merujuk pada pernyataan Ketua Komisi III DPR RI sekaligus politisi asal PDIP, Bambang Wuryanto, alasan pemberhentian Aswanto karena hakim konstitusi itu menganulir UU yang dikerjakan oleh DPR. Oleh karena itu Aswanto yang mana merupakan hakim konstitusi usulan lembaga legislatif diberhentikan,” ujar Kurnia melalui keterangan tertulisnya, Selasa (4/10).
ADVERTISEMENT
Sikap DPR ini dinilai Kurnia telah menyalahi aturan. Terlebih, pada Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 telah disebutkan bahwa pada intinya menyatakan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan.
”Logika ini (alasan DPR) jelas absurd, menyesatkan, dan memperlihatkan sikap kenakan-kanakan. Penting untuk ditekankan, Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman sudah sangat tegas mengatakan bahwa hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan,” ucap Kurnia.
Merujuk pada aturan tersebut, Kurnia mengatakan tidak ada kewajiban bagi hakim MK untuk menuruti atau membenarkan semua produk yang diinisiasi oleh pemerintah maupun DPR. Hakim MK yang ditunjuk DPR haruslah mandiri dan bebas intervensi.
Sehingga, lanjut Kurnia, tak ada kewajiban bagi Aswanto yang hakim konstitusi usulan DPR, untuk mengikuti kemauan dan keinginan DPR sebagai lembaga yang mengusulkan.
ADVERTISEMENT
"Jadi, dalam kerangka aturan itu tidak ada kewajiban bagi hakim MK untuk menuruti atau membenarkan semua produk perundang-undangan, baik yang diinisiasi oleh pemerintah maupun DPR," kata Kurnia.
Selain itu, Kurnia juga mengkritik anggapan Bambang Wuryanto yang mengatakan bahwa Aswanto merupakan wakil DPR. Dia merujuk pada Pasal 18 ayat (1) UU MK.
"Pasal 18 ayat (1) UU MK mengatakan bahwa keberadaan DPR dalam konteks pemilihan hakim konstitusi hanya bersifat mengajukan, bukan berasal dari anggota DPR. Jadi pemikiran Bambang itu mestinya diabaikan saja," ucap Kurnia.
Rapat paripurna DPR mengesahkan penggantian Aswanto sebagai Hakim MK pada Kamis (29/9). Ketua Komisi II DPR Bambang Wuryanto mengungkapkan, Aswanto diganti karena Komisi III kecewa dengan kinerjanya.
ADVERTISEMENT
Sebelum ada pergantian itu, Komisi III menerima surat dari MK soal hakim-hakim yang diusulkan DPR. Rapat internal Komisi III lalu memutuskan mengganti Aswanto dengan Sekjen MK Guntur Hamzah sebagai hakim MK.
Pacul mengatakan DPR kecewa karena Aswanto kerap tak meloloskan produk-produk DPR seperti UU. Meski ia tak menjelaskan produk DPR mana saja yang dimaksud. Aswanto menurutnya harus berpihak pada parlemen, karena ia adalah hakim konstitusi yang diusulkan oleh DPR.