Polemik Penertiban Odong-odong di Jakarta

25 Oktober 2019 7:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT

Ilustrasi Odong-odong. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Odong-odong. Foto: Shutter Stock
Pemprov DKI berencana menertibkan odong-odong demi menjamin keselamatan transportasi. Odong-odong dianggap tak memenuhi persyaratan teknis untuk beroperasi di jalan umum.
ADVERTISEMENT
Kadishub DKI, Syafrin Liputo, mengatakan, instruksi penertiban odong-odong telah dikeluarkan sejak Agustus lalu. Saat ini, Dinas Perhubungan DKI Jakarta sedang mendata dan membina masyarakat yang memiliki usaha odong-odong.
Syafrin menjelaskan, sebenarnya, peraturan angkutan jalan telah diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang angkutan, PP Nomor 55 Tahun 2012 Tentang kendaraan, dan PP Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.
Dalam UU Nomor 22 Tahun 2009, Pasal 49 ayat (1) menyebutkan "kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di Jalan wajib dilakukan pengujian.
Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi uji tipe; dan uji berkala. [...] Perlu pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan yang dilakukan terhadap landasan kendaraan bermotor dan kendaraan bermotor dalam keadaan lengkap."
ADVERTISEMENT
"Itu semuanya sudah jelas melarang operasional angkutan yang digunakan sebagai angkutan umum, tapi tidak memenuhi persyaratan laik jalan," kata Syafrin, Selasa (23/10).
Apabila nantinya ada odong-odong yang masih beroperasi, maka Dishub DKI akan bertindak tegas dengan menyetop kendaraan itu. "Kalau masih beroperasi tentu kita akan kandangkan. Kita akan lakukan setop operasi," ucapnya.
Meski masih mendata, Dishub DKI sudah menindak odong-odong di Jakarta Timur. Odong-odong tersebut langsung diamankan.
Odong-odong beroperasi di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan.
"Sudah ada satu-dua kendaraan yang kita tahan, kita setop operasi. Di Jakarta Timur, ya, disetop operasi, ada yang di Pulogadung, ada juga yang di Pulogebang," ujar Syafrin.
Tidak di jalan protokol saja, odong-odong juga tak diizinkan beroperasi di dalam perkampungan atau jalan alternatif. Sebab, kata Syafrin, jalur alternatif tetaplah jalanan umum.
ADVERTISEMENT
“Tentu yang kita akan larang di jalan umum, karena itu memang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis. Jadi itu tidak memenuhi persyaratan laik jalan kendaraan bermotor,” ungkapnya.
Bengkel tempat Mulyadi sehari-hari membuat odong-odong. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan.
“Kita sesuai dengan regulasinya saja. Di dalam undang-undang disebutkan bahwa setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan, itu wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan,” tuturnya.
Syafrin memastikan akan memberi sanksi bagi sopir odong-odong yang masih membandel. Sanksinya bisa berupa penghentian operasi hingga penyitaan.
“Kita setop operasinya. Kita akan angkat, dibawa ke pool,” ujarnya.
Kebijakan ini tentunya mendapat penolakan dari para pengemudi odong-odong. Mulyadi, sang juragan odong-odong, mempertanyakan apa yang dimaksud dengan kata 'ditertibkan' oleh Dishub DKI.
“Ini jadi pertanyaan, maksud ditertibkan ini apa? Kalau maksudnya mau mengatur bagaimana, itu silakan. Tapi jangan dimatikan,” ungkap Mulyadi saat ditemui di rumahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam kesehariannya, Mulyadi bekerja merancang sekaligus menyewakan odong-odong di kawasan Cempaka Putih. Pekerjaan itu telah dijalaninya sejak 2004.
Ketika mendengar kabar odong-odong hendak ditertibkan, Mulyadi mengaku tak nyaman. Ia membayangkan usahanya bakal terancam.
Lebih jauh lagi, ia membayangkan orang-orang yang mencari nafkah dengan mengemudikan odong-odong darinya juga akan kesulitan.
“Mau ke mana anak-anak ini, mau kerja apa kalau enggak boleh narik odong-odong lagi?” ucap Mulyadi.
Tak hanya itu, kebijakan Dishub DKI ini tak sepenuhnya diterima oleh para penumpang setia odong-odong. Sebab, odong-odong kadang dijadikan transportasi harian bagi sebagian kalangan ibu-ibu dan anak-anak.
Nurmi Susilawati (48), ibu rumah tangga yang biasa menumpangi odong-odong di kawasan Cempaka Putih, mengaku odong-odong buatnya memudahkan ibu-ibu bepergian.
ADVERTISEMENT
“Ini membantu sekali. Enak, kok, naik odong-odong. Asyik. Murah juga. Kita ke pasar sini terbantu kan jadinya,” ungkap Nurmi.
Odong-odong beroperasi di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan.
Salah seorang penumpang odong-odong di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan.
Mulyadi dan rangka odong-odong yang ia produksi. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan.
“Masa ini berbahaya? Enggaklah. Kita dari dulu naik ini aja enggak ada apa-apa kok, lagian di sini-sini doang kan. Daripada kita naik bajaj ya, bisa Rp 10 ribuan. Lah ini murah, ada Rp 3.000 atau Rp 5.000 mah diterima aja,” imbuhnya.
Yenti (38), menganggap odong-odong adalah moda transportasi yang membantu setiap ingin pergi ke pasar untuk berbelanja.
“Sering (naik), sudah biasa saya naik ini. Kalau dilarang ya kurang setujulah. Kan memudahkan,” ujar Yenti.
“Ini nyamanlah. Ongkosnya murah, membantu saya dari rumah ke pasar,” katanya.