Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
ADVERTISEMENT
Struktur organisasi KPK berubah seiring terbitnya Peraturan Komisi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja (Ortaka). Aturan ini menggantikan Peraturan Komisi Nomor 3 Tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Perkom tersebut, kini terdapat sekitar 19 pos baru di KPK . Salah satu pos baru yang menuai polemik ialah staf khusus . Stafsus ini nantinya bekerja langsung di bawah pimpinan KPK.
Secara lebih detail, informasi perihal staf khusus ini diatur dalam Pasal 75 Perkom 7/2020. Disebutkan bahwa staf khusus merupakan pegawai yang memiliki keahlian khusus, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan.
Staf khusus paling banyak berjumlah 5 orang dengan keahlian meliputi bidang teknologi informasi, sumber daya alam dan lingkungan, hukum korporasi dan kejahatan transnasional, manajemen dan sumber daya manusia, ekonomi dan bisnis, dan atau keahlian lain sesuai kebutuhan KPK.
Tugas-tugas staf khusus tercantum di Pasal 76 ayat (1) dan (2) Perkom 7/2020 yakni:
ADVERTISEMENT
(1) Staf khusus mempunyai tugas memberikan telaah, rekomendasi, dan pertimbangan terkait isu strategis pemberantasan korupsi sesuai bidang keahliannya.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, staf khusus menyelenggarakan fungsi:
a. penalaran konsepsional suatu masalah sesuai bidang keahlian dan pemecahan persoalan secara mendasar dan terpadu untuk bahan kebijakan Pimpinan;
b. pemberian bantuan kepada Pimpinan dalam penyiapan bahan untuk keperluan rapat, seminar atau kegiatan lain yang dihadiri oleh Pimpinan; dan
c. pelaksanaan tugas-tugas lain dalam lingkup bidang tugasnya atas perintah Pimpinan.
Dinilai Boroskan Anggaran
Keputusan KPK menambah pos staf khusus mendapat sorotan ICW. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menilai keberadaan stafsus hanya memboroskan anggaran.
Sebab, tugas dari stafsus dinilai sudah terwakili dengan tugas pokok setiap bidang kerja yang ada di KPK.
ADVERTISEMENT
"Jadi, ICW menilai kebijakan ini hanya pemborosan anggaran semata," kata Kurnia.
Kurnia menilai, saat ini kebutuhan KPK bukan pada hadirnya stafsus, namun perbaikan di level pimpinan.
"ICW beranggapan bahwa problematika KPK saat ini bukan pada kebutuhan staf khusus, melainkan perbaikan di level Pimpinan. Sebab seringkali kebijakan yang dihasilkan oleh Pimpinan bernuansa subjektif dan tanpa diikuti dengan rasionalitas yang jelas," kata Kurnia.
Dikritik Para Eks Pimpinan KPK
Tak hanya ICW, para mantan pimpinan KPK juga mempertanyakan urgensi posisi stafsus.
Mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, menilai posisi stafsus rentan nepotisme.
"Lihat saja dengan adanya staf khusus. Dipastikan, itu adalah cara pimpinan KPK membuat legalisasi masuknya pihak yang kredibilitasnya tidak pernah diuji. Sangat mungkin pihak yang dimasukkan adalah bagian dari jaringan kroni dan nepotismenya. Korupsi justru dapat terjadi pada Lembaga Anti Korupsi?" kata BW -demikian ia disapa- mempertanyakan.
ADVERTISEMENT
Bambang mengatakan, stafsus sebenarnya tidak ada dalam tradisi KPK. Selain itu, ia menilai di banyak kasus, justru menimbulkan kekacauan.
"Jadi Pimpinan KPK secara sengaja tengah menyiapkan potensi 'kekacauan' yang justru dapat memicu korupsi baru," ujarnya.
"Struktur yang gemuk dan tidak kaya fungsi ini membuat rentang kendali pengawasan makin luas sehingga timbulkan kerumitan dan kesulitan serta sekaligus potensial memunculkan kerawanan terjadinya fraud dan korupsi," sambungnya.
Sementara itu mantan Ketua KPK, Abraham Samad, berpendapat bukan staf khusus yang dibutuhkan KPK saat ini, melainkan penambahan SDM di sektor penindakan.
"Bukan staf khusus yang ditambah. (Yang ditambah) itu penyidik dan penyelidik, supaya apa? Lanjut pemberantasan korupsi. Bisa cepat. Ini kan KPK cuma ada di Jakarta. Kalau jumlah penyelidik dan penyidik terbatas seperti ini, nanti pemberantasan korupsinya juga tidak terlalu cepat seperti yang diharapkan orang," kata Samad.
ADVERTISEMENT
"Jadi kalau mau digemukkan ditambah itu harusnya di bidang penindakan yaitu menambah penyidik penyelidik, supaya akselerasi pemberantasan korupsi itu bisa berjalan lebih cepat, dan bisa menjangkau Indonesia yang lebih luas," lanjutnya.
Pimpinan KPK Menjawab
Usai banjir kritik terkait posisi stafsus, pimpinan KPK akhirnya buka suara.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan hadirnya stafsus untuk menggantikan posisi penasihat KPK. Diketahui dalam UU KPK yang baru, UU 19/2019, sudah tak ada lagi pos untuk penasihat KPK.
"Adanya staf khusus ini adalah menggantikan fungsi penasihat, sebelumnya ada penasihat KPK, ini kita ganti menjadi staf khusus yang aturannya telah dicabut dalam UU 19/2019, di UU 19 itu penasihat tidak ada," kata Alex.
ADVERTISEMENT
Alex mengatakan, stafsus meski ditempatkan di bawah pimpinan, namun tidak melekat kepada pimpinan secara perseorangan. Ia mengatakan, pimpinan tak bisa langsung menunjuk siapa yang akan menjadi stafsus. Pengisian stafsus berdasarkan rekrutmen terbuka.
"Jadi enggak bisa juga nanti misalnya saya butuh staf khusus kemudian mengangkat orang dekat yang saya kenal dengan baik," kata Alex.
Alex membeberkan, stafsus maksimal berjumlah lima orang, artinya bisa kurang dari itu. Ia menyebut rekrutmen stafsus sesuai dengan kebutuhan organisasi, begitu pula jangka kerjanya.
"Kita mau fokus ke SDA, sumber daya alam, kita enggak punya ahli di bidang itu, kami rekrut staf khusus yang paham betul terkait proses bisnis sumber daya alam misalnya seperti itu. Berapa lama staf khusus itu akan menjabat? ya sesuai kebutuhan, satu tahun kalau kita anggap selesai ya selesai, fokusnya tahun depannya berubah ya kita ganti," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Enggak harus misalnya mengikuti jabatan pimpinan, kalau enggak dibutuhkan ya sudah. Ini berdasarkan kebutuhan, bukan jabatan yang melekat pada pimpinan seolah-olah menjadi hak pimpinan untuk bisa merekrut staf khusus, enggak, ini kebutuhan organisasi, bukan kebutuhan pimpinan," lanjut Alex.
Alex bahkan menyiratkan jabatan stafsus sebagai tenaga kontrak lantaran hanya menyesuaikan dengan kebutuhan.
"Stafsus itu sebetulnya bukan ASN, ya, lebih apa, mungkin tenaga kontrak atau apa, karena periodik saja yang kita butuhkan. Kalau butuhnya satu tahun, ya, sudah kita ikat kontrak selama setahun, sudah itu selesai," tutupnya.